Melvin memilih untuk langsung pergi dari green house milik Hermadi Sadajiwa begitu ia memiliki kesempatan untuk melakukannya. Untung saja Abby menelepon karena menanyakan keberadaan Melvin sehingga ia bisa berpamitan pada Hermadi tanpa perlu membuat-buat alasan. Untungnya, Hermadi juga membiarkan saja Melvin pergi.
Secepat mungkin Melvin menjauh dari green house yang penuh dengan tumbuhan racun itu. Rasanya ia mau gila mengingat lagi penjelasan dari Hermadi mengenai tumbuhan racun yang dimilikinya. Ia masih tidak mengerti, untuk apa semua itu?
Hermadi sendiri bilang untuk perlindungan. Itu berarti, ia tidak segan-segan untuk menggunakan racun dari tumbuhan tersebut sebagai senjata membunuh orang. Sudah gila. Tidak bisa dipungkiri jika Melvin merasa ngeri.
Bagaimana jika setelah dirinya menikah dengan Lea nanti, ia justru diracun karena ada tingkahnya yang menurut Hermadi tidak pantas? Kalau begini, Melvin harus sangat hati-hati. Ia berjanji tidak akan makan atau minum sesuatu yang tidak dikonsumsi keluarga Sadajiwa. Dan nanti, ia juga akan menyewa chef khusus untuk menyiapkan makanannya agar menghindari dirinya diracun. Iya, Melvin jadi separanoid itu setelah dari green house tadi.
Melvin memilih jalan tercepat untuk masuk ke dalam rumah. Karena itu, dibanding masuk lewat pintu depan atau pintu belakang tempat orang-orang hilir mudik menyiapkan pesta pertunangannya dan Lea, Melvin lebih memilih lewat pintu samping yang kebetulan terbuka karena memang pintu itu terdekat dari arah green house yang memang letaknya di samping rumah dan dekat dengan kebun teh.
Sebelumnya Melvin tidak pernah lewat pintu itu, tapi ia tidak terlalu peduli karena pintunya sedang terbuka sehingga ia langsung masuk saja kesana. Pintu itu ternyata terhubung dengan garasi, sehingga Melvin masih harus melewati pintu lainnya untuk masuk ke dalam rumah.
Di garasi ini, koleksi mobil milik keluarga Sadajiwa terparkir rapi. Mulai dari mobil kecil, hingga mobil besar. From Porsche to Jeep. Warna mobil-mobil disana didominasi oleh warna hitam, hanya satu atau dua mobil dengan warna lain. Melvin menebak jika mobil yang berbeda warna itu milik Poppy, adik bungsu Lea, karena dari penampilan sehari-harinya saja ia sering memakai pakaian berwarna cerah.
Mulanya Melvin berjalan santai saja menuju pintu yang menghubungkan garasi dengan rumah bagian dalam, tapi langkahnya jadi berhenti ketika ia mendengar suara yang berasal dari sudut garasi, tepatnya di bagian sambil mobil Rubicon hitam yang tepat bersebelahan dengan dingin. Yang didengarnya adalah suara Lea dan seorang laki-laki, entah siapa. Sepertinya mereka tidak sadar akan kehadiran Melvin karena obrolan mereka terus berlanjut.
Didorong oleh rasa penasaran, Melvin pun bergerak pelan mendekati mobil tersebut, berusaha agar kehadirannya tetap tidak diketahui. Melvin pun mencoba mengintip dan berhasil melihat Lea bersama dengan laki-laki yang wajahnya tidak terlihat karena posisinya yang membelakangi Melvin.
"--ini akhirnya?"
Melvin mendengar laki-laki itu bertanya pada Lea. Suaranya terdengar sedih.
"Iya. I'm sorry. Papa udah tau, karena itu aku nggak bisa dekat-dekat kamu lagi. Kita udah ngelanggar batas dan Papa nggak suka itu."
"Lea...please?"
"Nggak bisa, Selatan. It's really the end for us."
Oh, jadi mereka putus. Melvin menyimpulkan dalam hati. Tapi, siapa lelaki yang dipanggil Selatan ini selain pacarnya Lea?
"Kamu sendiri yang bilang kalau kamu bakal ngejalanin open marriage sama Melvin. Tapi kenapa kamu bilang ini the end buat kita?"
"Karena kamu tau sendiri kenapa."
"Aku janji, Papa kamu nggak akan tau."
"Mau gimana pun, ujung-ujungnya Papa pasti tau. Dan aku nggak mau kamu kenapa-napa karena Papa marah. Jadi, tolong terima aja keputusan ini. It's the best for us."
"I can't do that..."
Lelaki bernama Selatan ini jadi mengingatkan Melvin akan dirinya sendiri ketika Gema mengakhiri hubungan mereka. Melvin sama putus asanya dengan Selatan sehingga ia agak kasihan pada laki-laki itu, tanpa merasa marah atau sebal sama sekali karena ia memergoki Selatan bersama dengan tunangannya tidak lama setelah pertunangan mereka akan berlangsung.
Melvin memutuskan untuk berhenti mengintip ketika dilihatnya Lea memeluk Selatan, lalu keduanya berciuman. Sepertinya itu akan jadi ciuman selamat tinggal bagi mereka berdua. Berhubung jika Melvin melanjutkan langkahnya menuju pintu rumah akan membuat dirinya ketahuan, maka Melvin pun memilih diam di tempat persembunyiannya di sisi samping mobil yang satunya.
Apa yang dikatakan Selatan pada Lea tadi cukup membuat Melvin kepikiran. Laki-laki itu ada benarnya dengan membawa bahasan Lea yang akan menjalani open marriage dengan Melvin. Seharusnya, mereka tidak perlu berpisah karena Melvin pun tidak akan mempermasalahkan itu. Tapi, sepertinya Lea berkeras hendak mengakhiri hubungan mereka karena pengaruh ayahnya. Melvin jadi menebak jika hubungan antara Lea dan si Selatan itu jauh lebih rumit daripada kelihatannya.
Tidak lama kemudian, Selatan pergi meninggalkan Lea dan keluar dari garasi lewat pintu yang tadi dilewati Melvin. Sekilas Melvin sempat melihat wajah Selatan. Melvin tidak mengenalnya, tapi entah kenapa laki-laki itu tidak terlihat asing. Satu hal lagi yang dilihat Melvin dari Selatan, ada perban yang menempel di salah satu sisi kening laki-laki itu, menandakan kalau ia memiliki luka disana.
"Keluar aja dari tempat persembunyian kamu, Melvin. Aku udah liat kamu dari tadi."
Melvin agak terkejut mendengar suara Lea dan tiba-tiba saja perempuan itu sudah berada di bagian depan mobil, memberinya tatapan yang sukar diartikan. Sepertinya Lea sangat peka dengan keadaan sehingga bisa menyadari kehadiran Melvin.
"Sorry, nggak maksud nguping. Tadi aku nggak sengaja lewat sini buat ke balik dalam dan liat kalian. Aku nggak mau ganggu dengan lewat di depan kalian, jadi gitu deh," jelas Melvin setelah dirinya benar-benar berhadapan dengan Lea.
Penjelasan Melvin itu sepertinya tidak dipercaya sama sekali oleh Lea. Sebab Lea masih belum terlihat ramah. Ia hanya berdecak dan pada akhirnya mengingatkan Melvin, "Apa yang kamu liat tadi, jangan bilang siapa-siapa."
"Sure." Melvin membuat gerakan mengunci bibir dengan ibu jari dan telunjuknya. "Kita kan udah sepakat untuk saling jaga privasi masing-masing."
Lea mengangguk, lantas ia berjalan lebih dulu untuk masuk ke dalam rumah. Rasanya agak aneh melihat bagaimana Lea yang biasanya selalu bersikap ramah dan santai kepada Melvin, kali ini justru bersikap dingin padanya. Bahkan, Lea sama sekali belum tersenyum. Sama seperti Selatan, sepertinya Lean juga sedang sangat patah hati.
Selama ini Lea tidak pernah menunjukkan sama sekali jika ia tidak setuju dengan perjodohan ini. Bahkan, Melvin pun sempat berpikir jika itu dikarenakan Lea yang memang sedang tidak menjalin hubungan dengan siapa-siapa. Dan ternyata, tebakan Melvin salah. Lea punya orang yang juga dicintainya dan karena perjodohan ini, mereka jadi tidak bersama.
Bedanya Melvin dengan Lea, orang yang dicintai Lea juga balas mencintainya, sementara yang dicintai Melvin sudah bahagia dan mencintai orang lain.
Melvin menyusul Lea dan berjalan di belakangnya.
"Jadi, Selatan itu pacar kamu?" Ia tidak tahan untuk tidak menanyakan itu karena penasaran.
"Bukannya udah jelas?"
"Kenapa putus? Harusnya kan, kalian masih berhubungan karena kita udah bikin kesepakatan."
Kali ini Lea menoleh pada Melvin dan menatapnya tajam. "Maaf, Melvin. Rasanya aku nggak punya kewajiban untuk jawab pertanyaan kamu itu."
"Iya, memang enggak. Aku juga nggak maksa kamu untuk jawab."
"Bagus deh, karena aku emang nggak mau jawab. Itu bukan urusan kamu."
Oh okay, it's kinda rude of her for saying that. Diam-diam Melvin mendengus. Sebelum mereka berpisah karena Lea akan kembali ke kamarnya, sementara Melvin harus menemui Abby, ia berujar, "Turut berduka cita atas kandasnya hubungan kamu sama orang itu. This arranged marriage sucks, right?"
Lea tidak menjawab, tapi Melvin bisa menebak jika Lea setuju.
This arranged marriage sucks.
***
Acara puncak dari pesta pertunangan Melvin dan Lea hari ini sudah berlalu. Cincin berlian dari Tiffany & Co seharga tujuh belas ribu USD sudah Melvin sematkan di jari manis Lea, menandakan bahwa hubungan mereka kini telah resmi terikat, dan siap untuk berlanjut ke jenjang selanjutnya.
Lea sudah kembali ke dirinya yang biasa ketika pesta pertunangan mereka dimulai. Perempuan itu kini terlihat ceria dan banyak tersenyum, menghilangkan jejak sikap dingin yang sempat ia tunjukkan pada Melvin karena kandasnya hubungan dengan sang kekasih hati tadi. Diam-diam Melvin kagum dengan cara Lea mengendalikan perasaannya sendiri. Andai berkarir di industri hiburan, Lea pasti akan jadi seorang aktris yang begitu hebat karena pandai berakting.
Tapi, kemampuan akting Melvin juga bisa dikatakan baik. Ia sendiri bisa berpura-pura bahagia di sepanjang pesta pertunangannya ini. Menunjukkan di depan para tamu yang hadir kalau ia memang berbahagia karena akan menikah dengan Lea. Padahal, kenyataannya jauh daripada itu. Senyum yang ditunjukkannya palsu, semata hanya untuk membuat orangtuanya puas.
Kini para tamu sedang sibuk bercengkerama. Berhubung pesta kali ini tidak terlalu formal, jadi para tamu bisa saling berinteraksi dengan nyaman dan santai. Melvin dan Lea yang hari ini jadi bintang pun ikut berinteraksi dengan mereka. Orangtuanya mengenalkan mereka berdua kepada satu rekan ke bisnis ke rekan bisnis yang lain, dan begitu seterusnya.
Mereka benar-benar jadi spotlight. Bukan hanya karena penampilan mereka yang menawan karena mengenakan pakaian rancangan desainer ternama, tapi karena semua orang membicarakan mereka sebagai calon power couple. Terlebih lagi, rumor mengenai Melvin yang akan segera mengambil alih jabatan tertinggi di perusahaan Rangkai Bumi untuk menggantikan Arthur Wiratmaja pun mulai tersebar, sehingga mereka semakin menjadi topik pembicaraan oleh para tamu.
Jujur saja, Melvin agak kesal karena para tamu ini membicarakan mereka dengan suara yang cukup keras sehingga Melvin dan Lea bisa mendengar dengan jelas jika mereka jadi topik perbincangan.
"Mereka pikir kita nggak punya kuping apa?" keluh Melvin setelah dirinya dan Lea melintasi salah satu meja tamu yang dengan jelas membahas perihal kenapa Melvin begitu cepat akan menggantikan posisi Arthur.
"Nggak usah didengerin," adalah balasan Lea.
Mereka kini hanya berjalan-jalan lambat saja di area tempat pesta itu berlangsung. Melvin sengaja mengajak Lea berjalan menjauh dari orangtua mereka karena sedang tidak mau dikenalkan pada rekan bisnis mereka yang lain sehingga harus berbasa-basi. Melvin sudah terlalu lelah untuk itu.
Jadi, mereka hanya berjalan-jalan tanpa tujuan saja dan tersenyum seadanya pada orang-orang yang menyapa.
"Oh iya, Lea, aku udah ngomong belum kalau kamu pintar akting? Aku tau kamu tadi nggak mood banget karena patah hati. Tapi sejak pesta ini mulai, kamu udah biasa. Cheerful, banyak senyum, dan ramah ke semua orang. Bahkan aku aja capek harus terus-terusan baik di depan mereka semua."
Lea menoleh pada Melvin dan sudut bibirnya tertarik sedikit. "Makasih pujiannya," ujar Lea. Padahal, Melvin tidak benar-benar memujinya secara gamblang. "Dari dulu aku selalu diajarin untuk nggak terlalu menunjukkan emosi yang sebenarnya di depan orang lain. So it's not that hard for me."
"Oh, berarti selama ini sikap ramah kamu ke aku bukan berarti kamu benar-benar ramah? Begitu pun dengan baik di depan orangtuaku?"
Lea hanya mengangkat bahu.
Melvin tertawa. "Berapa banyak rahasia yang kamu simpan sih? Aku nggak tau lagi mana sifat kamu yang asli dan mana yang cuma pura-pura."
"Nanti juga bisa bedain sendiri kok. Kita kan mau nikah, jadi bakal menghabiskan banyak waktu sama-sama. The more we spend time together, the more we will get to know each other."
Yang dikatakan oleh Lea benar. Bahkan, sekarang saja ia sudah mengetahui beberapa hal tentang Lea yang dulu tidak diketahuinya. Azalea Sadajiwa benar-benar tidak bisa ditebak, dan jujur saja, itu agak menakutkan buat Melvin. Semua tentang Lea dan keluarganya begitu mengerikan. Mulai dari Lea yang selama ini berpura-pura, saudara-saudaranya yang tidak ramah, hingga ayahnya yang punya rumah kaca berisikan tumbuhan beracun.
Karena ia sudah tidak bisa lagi lepas dari perjodohan ini, yang bisa Melvin lakukan hanya lah terus mencari tahu, apa memang ada tujuan khusus dari perjodohannya dan Lea. Karena ayahnya terus tutup mulut, maka Melvin akan menggalinya sendiri. Ketika dirinya dan Lea sudah menikah nanti, Melvin yakin ia akan mendapat lebih banyak informasi lagi. Dan tentu saja, tetap berhati-hati untuk menjaga diri sendiri.
Tiba-tiba saja Lea menghentikan langkah begitu mereka sudah berada di dekat pintu teras belakang yang akan membawa para tamu ke area halaman belakang rumah keluarga Sadajiwa ini. Melvin bisa merasakan jika pelukan Lea pada lengannya jadi lebih erat.
Bukan tanpa alasan, tentu saja. Begitu Melvin melihat ke arah pintu, ia jadi tahu alasan Lea jadi mematung seperti ini. Laki-laki bernama Selatan yang tadi Melvin pergoki sedang bersama Lea, baru saja keluar dari pintu itu. Tidak sendirian, tapi bersama dengan Poppy, adik bungsu Lea.
Poppy tersenyum begitu melihat Lea. Yang menarik perhatian Melvin adalah cara Poppy menggenggam tangan Selatan, seolah mereka adalah pasangan--oh, atau mungkin memang pasangan? Ini benar-benar menarik, pikir Melvin.
"Kak, ini ada Atan!" ujar Poppy pada Lea. "Ngeselin banget deh dia datengnya telat."
Melvin melirik Lea dan Selatan. Keduanya terlihat biasa saja, benar-benar tidak terlihat seperti pasangan yang baru saja putus dan berbagi ciuman selamat tinggal di garasi. Selatan bahkan tersenyum lebar pada Lea. Senyum yang terlihat tulus karena ikut merayakan pertunangan Lea hari ini, padahal Melvin bisa menebak jika kemungkinannya, Selatan justru sama sekali tidak senang melihat bagaimana Lea memeluk lengan Melvin sekarang.
"Congrats, Lea. Sorry telat, you know why, I got some work to do," ujar Selatan.
Lea maju dan memeluknya sekilas. Bukan pelukan mesra, tapi lebih seperti pelukan kepada teman atau keluarga.
"Thank you," balas Lea.
Kemudian ia beralih pada Poppy yang melirik Selatan dan Melvin secara bergantian, mengisyaratkannya untuk mengenalkan mereka berdua.
"Oh iya." Lea langsung paham. "Selatan, kenalin ini Melvin Wiratmaja, tunanganku." Lalu, ia menoleh pada Melvin. "Melvin, ini Alterio Selatan...tunangannya Poppy."
Wow.
Melvin betul-betul ingin tertawa setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Lea. Sejenak mereka bertatapan, seolah bicara lewat tatapan masing-masing. Samar Melvin melihat Lea menggelengkan kepala sehingga mau tidak mau Melvin mengendalikan diri. Meski dalam hati ia masih speechless bukan main karena baru saja mengetahui jika Lea ternyata memiliki hubungan gelap dengan tunangan adiknya sendiri. Rasanya Melvin membalikkan kata-kata Poppy saat makan siang perdana keluarga mereka waktu itu.
That's so messed up, right? Tapi, Melvin masih punya hati nurani dan tidak memiliki niat untuk mempermalukan tiga orang ini, apalagi menghancurkan hubungan antara Lea dan Poppy. Sepertinya, Poppy sama sekali tidak tahu mengenai hubungan sang kakak dengan tunangannya. Terlebih lagi, Poppy juga kelihatannya memiliki perasaan khusus pada Selatan, bukan hanya sekedar terpaksa seperti Melvin dan Lea.
Melvin pun beralih menatap Selatan, lalu mengulurkan tangan untuk menjabat tangan laki-laki itu. Senyum penuh arti dikembangkan Melvin untuknya.
"Nice to meet you, Selatan."
Selatan menerima uluran tangan Melvin dan menjabat tangannya, tatapan laki-laki itu lurus menatap manik hitam Melvin. Ia membalas, "Nice to meet you too, Melvin. Please take a good care of my sister in law."
Dari momen jabatan tangan mereka itu, ada dua hal lagi tentang Selatan yang sukses membuat Melvin terkejut. Pertama, di tangan Selatan yang menjabat tangan Melvin, tepatnya di dekat ibu jari, ada tato huruf 'K' yang sama dengan yang dimiliki Lea dan Sadajiwa.
Dan yang kedua, begitu melihat perban yang menempel di salah satu sisi kening Selatan dan kali ini melihat wajah laki-laki itu dengan lebih jelas dibanding saat di garasi tadi, Melvin merasa jika Selatan adalah orang yang dilihatnya berjalan tereseok-seok dengan kepala berdarah di kebun teh waktu itu.
Satu informasi mengenai Lea dan keluarganya kembali didapat Melvin hari ini. Namun, pertanyaan-pertanyaan lain justru semakin bertambah.