"Jadi, lo beneran bakal jadi seorang ayah sebentar lagi?"
Pertanyaan itu sukses membuat Melvin menelan ludah dan membuat jantungnya berdetak kencang tanpa bisa dihindari. Ia bukan seorang pembohong yang ulung, dan biasanya orang-orang terdekat Melvin selalu tahu kapan ia berbohong.
Menghindari kontak mata, duduk tegang dengan punggung tegak, dan telapak tangan berkeringat dingin, biasanya adalah gestur yang terjadi pada Melvin setiap kali dirinya berbohong. Dan saat ini, Melvin berusaha keras untuk tidak membuat semua gestur itu terjadi, atau setidaknya membuat gestur-gestur tersebut tidak terlihat. Agar kebohongannya bisa tertutup dengan rapi.
Namun, di depan Savero, berbohong sama sekali tidak akan bisa jadi lebih mudah. Mereka sudah saling mengenal sejak masih kecil. Ketika keduanya masih sama-sama dua bocah lugu yang tidak tahu apa-apa tentang dunia, hingga sudah sedewasa ini. Karena itu, mereka sudah mengenal satu sama lain dengan baik. Dan Melvin rasa, tidak sulit bagi Savero untuk sadar bahwa Melvin berbohong.
Savero pun terkekeh, sembari ia menepuk-nepuk punggung Melvin.
"Gue nggak nyangka bakal secepat ini," ungkapnya. "Padahal kemarin lo ngebet banget mau cerai, tau-tau sekarang Lea bakal jadi ibu dari anak lo huh?"
Melvin mengangkat bahu, mencoba untuk tetap terlihat santai. "Gue udah kasih tau lo apa alasan gue dan Lea nggak jadi cerai. Lagipula, gue emang butuh keturunan, you know that."
"Of course I know that. Tapi...entah lah, rasanya terlalu cepat aja. Gimana bisa kalian yang sebelumnya saling benci jadi...you know...fuck each other?"
"It was an accident, actually."
"Accident?"
"Nggak sengaja, nggak terencana, terjadi begitu aja karena terbawa suasana. Gue laki normal, Ro, jadi...lo tau sendiri lah."
"Nggak pakai kondom emangnya?"
"s**t, Ro. Gue mana kepikiran mau ngestok kondom di rumah, karena nggak mikir bakal ngelakuin itu juga sama Lea dalam waktu dekat ini. Udah gue bilang kita kebawa suasana, dan nggak, saat itu kita nggak punya kondom."
"Oh...wow. Nggak nyangka lo sama Lea ternyata bisa begitu."
Melvin meringis, pura-pura malu dengan fakta itu. Padahal, apa yang dikatakannya pada Savero sama sekali tidak terjadi. Meski hubungannya dan Lea sekarang dapat dikatakan sudah membaik, Melvin tidak tahu apakah Savero percaya pada kata-katanya itu, juga apakah Savero percaya pada kabar bahagia yang dibaginya bersama Lea di depan semua orang tadi.
Savero yang terlihat paling terkejut mendengar kabar kehamilan Lea itu. Melvin menyadarinya karena memang ia hanya memerhatikan Savero tadi, untuk melihat bagaimana reaksinya. Di antara semua orang yang langsung bersorak bahagia, Savero justru terkejut cukup lama dan...seperti tidak percaya.
Begitu Melvin dan Lea berpisah karena Lea yang tiba-tiba saja menjadi bintang di pesta ini karena kabar kehamilannya, Savero menghampirinya. Dan di sini lah mereka sekarang, duduk berdua di meja paling ujung yang agak jauh dari keramaian, dan berbincang. Setelah sepanjang malam ini secara tidak langsung Melvin menghindari Savero karena merasa bersalah telah mencurigainya, sekarang Melvin tidak bisa menghindar lagi.
"Kenapa lo kayaknya kelihatan nggak bahagia tau gue mau punya anak?"
"No, nggak sama sekali. It's not like that." Savero menggelengkan kepala dan menjawab cepat pertanyaan Melvin. "Of course I'm so happy for you. Gue cuma kaget aja...dan mungkin ini terkesan konyol, tapi gue agak kecewa karena lo nggak langsung ngasih tau gue tentang ini. Padahal, gue literally sama lo setiap hari."
Shit. Melvin mengumpat dalam hati karena ia semakin merasa bersalah mendengar Savero bilang begitu.
"Dude, gue mau ini jadi kejutan buat semuanya. Karena itu, gue nggak langsung bilang ke lo, atau siapa-siapa, kecuali keluarga inti."
Savero mengangguk dan kembali terkekeh. "I know."
Namun, raut kekecewaan tetap tercetak jelas di wajah Savero. Ia juga tidak repot-repot ingin menutupinya.
Melvin pun merangkul Savero dan menepuk-nepuk bahunya.
"Come on, lo kenapa jadi kayak pasangan homo gue yang galau karena ditinggal begini?"
"f**k you, Melv," umpatnya.
Melvin terkekeh. "Just please be happy for me."
"Of course I will. Semoga kehamilan Lea ini bisa bikin pernikahan kalian jadi lebih baik, dan semoga lo bisa beneran settle sama Lea. Untill death do your guys apart."
"Amen."
Savero tidak bilang apa-apa lagi dan hanya menenggak red wine dari gelas di tangannya. Melvin juga melakukan hal yang sama, sehingga selama beberapa saat mereka hanya diam, dan minum wine dari gelas masing-masing.
Tatapan keduanya pun kini sama-sama tertuju pada Lea yang sedang dikelilingi oleh para tamu yang lain. Melvin bisa melihat Lea berada di tengah-tengah keluarga Melvin, sepertinya sedang membahas tentang kehamilannya. Dan Lea terlihat begitu santai dan luwes menghadapi mereka semua. Sama sekali tidak terlihat seperti sedang bersandiwara.
Sementara di sini, Melvin justru tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ia sungguh ingin penyelidikan ini cepat selesai agar dirinya tidak perlu berlama-lama bersikap seperti ini terhadap Savero. Melvin berjanji dalam hati, jika semuanya sudah selesai nanti dan Savero tidak terbukti bersalah sama sekali, ia akan sangat meminta maaf pada Savero, dan memberitahu laki-laki itu semua kebenarannya. Melvin tahu, Savero mungkin akan marah dan kecewa padanya karena telah dicurigai sepertinya. Dan untuk mendapatkan maaf Savero nantinya, Melvin rela melakukan apapun. Sungguh.
"Melv."
"Hmm?"
"Apa yang sebenarnya lagi lo sembunyiin dari gue?"
Melvin langsung menegang di tempat ketika tiba-tiba saja Savero mengajukan pertanyaan itu usai hening beberapa saat di antara mereka.
"Hah? Maksud lo apa? Nggak ada yang gue sembunyiin dari lo."
Otak Melvin langsung memikirkan berbagai macam alasan yang bisa dikatakannya untuk berkilah dari pertanyaan Savero itu, andai ia mendesak Melvin untuk terus mengatakan yang sebenarnya.
Namun, pada akhirnya Savero hanya menggelengkan kepala.
"Nggak apa-apa," katanya. Kemudian ia mengedikkan dagu ke arah Lea berada. "You can go to them. Mereka pasti mau lo ada di sana."
Saat itu Melvin pun tersadar, dinamika hubungannya dan Savero tidak akan bisa sama lagi setelah ini.
***
"Semua anggota keluarga besar kamu dan keluarga Lakeswara, aku curiga sama mereka."
"What? You gotta be kidding me."
Oh tidak, Lea sama sekali tidak bercanda. Dia serius dengan apa yang barusan dia katakan, tanpa peduli jika asumsinya itu sukses membuat Melvin menganga tidak percaya. Meski tahu bahwa kemungkinan itu memang ada, namun Melvin tetap sulit bagi Melvin untuk mencurigai keluarganya sendiri dan juga teman dekat lah yang merupakan dalang di balik semua kemalangan yang dihadapi keluarganya belakangan ini.
"Lea, yang datang di pesta tadi itu nggak cuma keluargaku dan keluarga Lakeswara aja. Ada banyak yang lain, rekan-rekan bisnis Papi dulu yang akrab dengan beliau, dan yang kamu curigain cuma mereka?"
Lea menganggukkan kepala tanpa ragu sama sekali. Terlihat sangat yakin dengan asumsinya.
"Karena aku rasa, cuma mereka yang punya motif untuk mau mengenyahkan keluarga kamu."
Melvin mengelengkan kepala tidak habis pikir. Sekarang ini, dia hanya ingin bersikap baik pada Lea. Tapi tidak bisa dipungkiri, ada kalanya yang dilakukan dan dikatakan oleh Lea justru hanya ingin membuatnya mengumpat. Seperti sekarang.
Kepala Melvin sudah dibuat pening oleh kecurigaan Savero selama di pesta tadi, dan di saat pesta mereka berakhir, yang ingin dilakukan oleh Melvin hanya lah beristirahat tanpa perlu memikirkan apa-apa dulu. Namun, di saat mereka sudah berdua saja di dalam kamar, yang pertama kali dikatakan oleh Lea justru itu.
Lea yang tengah menghapus make up-nya pun memandang Melvin yang duduk di tepi tempat tidur lewat cermin meja riasnya. Persis seperti yang dia lakukan sebelum pesta dimulai tadi.
"I'm sorry to say this, Melvin, tapi aku rasa kamu pun sadar kalau apa yang aku bilang ini bisa aja benar. Contohnya aja keluarga Lakeswara, aku tau kalau kamu dan Pandu sudah lama berteman akrab. Tapi, kamu juga tau kan siapa satu-satunya saingan terbesar perusahaan keluarga mereka? Perusahaan Rangkai Bumi. Dan karena perusahaan kalian yang selalu jadi nomor satu, selama ini mereka selalu ada di posisi kedua. Rasanya cukup rasional kan kalau mereka mau mess around to climb up to the top? Ketika main bersih udah nggak membuahkan hasil apa-apa, main kotor adalah solusinya."
Melvin mengusap wajahnya dan kembali menggelengkan kepala. Yes, Lea got the point. Tapi, Melvin tetap tidak bisa membayangkan jika pelakunya adalah keluarga Lakeswara. Pandu yang selama ini sudah sangat akrab dengannya adalah pelaku yang membunuh ayahnya? Padahal, Pandu dan Harris lah yang memberitahu Melvin mengenai kabar kematian ayahnya waktu itu.
"Shit." Tanpa sadar Melvin mengumpat begitu menyadari apa yang terjadi malam itu. Dengan asumsi yang baru saja Lea sebutkan dan mereka jadi orang yang menyampaikan kabar duka tempo hari, cukup untuk membuat Melvin sedikit overthinking. Ia segera menggelengkan kepala, mengenyahkan pikiran buruk dari kepalanya.
Sementara dari cermin meja riasnya, Lea tersenyum.
"I think you got the point now, right?"
Melvin tidak bisa mengelak soal itu.
"Yeah, you got the point about that," ujarnya. "Terus, pernyataan mengenai 'semua anggota keluarga besar kamu' itu gimana? Gimana bisa mereka nuduh mereka semua?"
"Karena mereka bisa punya motif."
"They're my family, Lea."
"Nggak semua keluarga itu baik, Melvin. Bahkan, keluarga besar Sadajiwa aja nggak baik antara satu sama lain."
"Tapi keluarga Wiratmaja selama ini selalu akur dan nggak pernah punya masalah apapun."
"Oh ya?"
Melvin tidak bisa menjawab lagi karena ia tersadar, keluarga Wiratmaja sebenarnya tidak lah seakur itu. Terutama hubungan antara keluarga Darel dan keluarga Savero. Tapi tetap saja, bukan keluarga Melvin yang terlibat konflik. Mereka hanya berada di tengah-tengah perang dingin dua keluarga itu. Jadi, asumsi Lea tetap tidak masuk akal bagi Melvin.
Lea pun memutar tubuhnya yang semula menghadap cermin jadi menghadap ke arah Melvin sebelum ia menuturkan pendapatnya lagi.
"Keluarga kamu itu yang paling sukses dari cabang keluarga Wiratmaja yang lain. Dan aku rasa, mustahil kalau nggak ada anggota keluarga kamu yang iri dengan pencapaian keluarga kamu ini, kan? Terlebih lagi, di usia kamu yang masih sangat muda, kamu sudah jadi pimpinan tertinggi perusahaan. Jauh lebih tinggi dari om dan tante kamu, juga sepupu-sepupu kamu yang lain. Kamu terlalu naif kalau berpikir mereka sama sekali nggak ada rasa iri ke kamu."
Melvin masih belum mengatakan apapun dan hanya memikirkan omongan Lea itu.
"Belum lagi Savero. Aku bisa menyebutkan banyak hal yang bisa aja jadi motif bagi Savero kalau memang dia pelakunya. Kamu sendiri tau kan gimana selama ini diperlakukan seperti sampah oleh anggota keluarga kamu yang lain? Bukan sesuatu yang mengherankan lagi kalau dia berakhir dendam sama keluarga kalian. Dan kita nggak akan pernah tau apa yang bisa dilakukan oleh orang yang sudah gelap mata karena dendam. Dia bisa aja manfaatin kamu selama ini dan punya tujuannya sendiri."
Kali ini Melvin sama sekali tidak bisa terima dengan perkataan Lea itu.
"Savero bukan orang yang begitu. You don't know him, Lea."
"Do you really know him then?"
Seharusnya Melvin bisa langsung menjawab bahwa ia tahu Savero dengan baik dan yakin kalau Savero sama sekali tidak punya tujuan buruk. Hanya saja Melvin sadar jika selama ini, selalu dirinya yang terbuka dengan Savero. Sementara Savero tidak pernah seterbuka itu padanya. Savero memang tahu banyak hal tentang Melvin, tapi sebaliknya, Melvin tidak selalu tahu banyak hal mengenai Savero.
"Udah lah, bahas nanti aja. Lagipula, belum ada bukti yang mengarah ke siapa-siapa."
Akhirnya, Melvin memilih mengakhiri percakapan ini. Ia beranjak dari duduknya, menarik lepas dasi yang masih tersemat di lehernya, juga melepas jasnya. Lea pun kembali fokus membersihkan make up dari wajahnya.
Dan sebelum Melvin berjalan menuju kamar mandi yang ada di kamar itu, Lea terlebih dahulu mengatakan sesuatu lagi.
"Aku cuma mau kamu siap-siap aja untuk kemungkinan terburuknya, Melvin baby. Malam ini misi kita udah resmi dimulai, dan kalau nanti kita sudah dapat bukti yang mengarah ke seseorang, siapa pun dia, kamu harus terima kenyataannya. Bahkan, kalau ternyata pelakunya bukan orang yang kamu mau."
Melvin tidak memberikan respon apa-apa dan hanya melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kamar mandi. Begitu sudah berada di dalam, ia benar-benar memikirkan perkataan Lea itu.
Lea memang benar, misi mereka sudah dimulai malam ini. Kabar kehamilan yang mereka sebar malam ini merupakan sebuah pancingan kepada sang pelaku, jika memang pelakunya ada di pesta malam ini. Mereka sendiri sudah memastikan agar hanya orang-orang yang ada di pesta tadi lah yang mengetahui kabar kehamilan ini, dengan alasan bahwa mereka masih ingin berita bahagia tersebut bersifat eksklusif.
Padahal, hal itu dilakukan untuk memancing sang pelaku. Jika mereka tahu bahwa Lea hamil, maka kemungkinan besarnya mereka pasti ingin menyerang bayi yang ada di perut Lea. Dan mulai besok, keamanan Lea akan diperlonggar untuk memancing sang pelaku penyerangan. Jika memang pelaku penyerangan itu kembali muncul, maka dapat dipastikan bahwa dalangnya hadir di pesta tadi. Yang mana artinya, sang dalang merupakan orang-orang yang ada di sekitarnya tadi.
Dengan misi ini dimulai, Melvin pun sadar jika dirinya memang harus mempersiapkan diri, seperti yang dikatakan oleh Lea. Kepada siapa pun buktinya mengarah nanti, Melvin harus menerima kenyataan itu. Bahkan, jika bukti mengarah pada Savero, orang yang selama ini sudah sangat dipercayainya sekali pun.