Hadiah dari Hermadi Sadajiwa untuk Melvin dan Lea baru bisa mereka gunakan sebulan kemudian. Alasannya karena mereka harus menunggu sampai pertemuan keluarga untuk memperkenalkan Ella dan calon tunangannya yang ternyata adalah Pandu Lakeswara. Hal ini tentu saja mengagetkan, tidak hanya bagi keluarga Sadajiwa saja, tapi juga bagi Melvin. Ternyata, temannya sendiri yang akan jadi tunangan Ella.
Melvin senang sih karena akan sama-sama menjadi menantu keluarga Sadajiwa dan bisa dibilang menjadi satu keluarga. Namun, Melvin juga merasa lucu dan prihatin karena Pandu harus dijodohkan dengan Ella yang super judes dan galak, sementara Pandu sendiri orangnya sangat lempeng.
Tidak ada tanda-tanda kalau mereka mau menolak perjodohan itu. Lea juga bilang kalau kakaknya menerima saja dijodohkan dengan Pandu.
"Yang penting, Pandu bukan orang yang banyak bacot."
Begitu kata Ella. Karena kalau sampai Ella dijodohkan dengan orang yang sama-sama bermulut pedas dengannya, ia pasti akan menolak dengan keras.
Salah satu hal yang membuat Melvin agak salah fokus dengan perjodohan Ella dan Pandu adala rasa penasarannya di balik perjodohan itu. Kenapa bisa mereka dijodohkan? Apa latar belakangnya sama seperti yang terjadi pada Melvin? Sebab tidak sembarang keluarga pastinya mau menjodohkan keturunan mereka dengan keluarga Sadajiwa yang dipenuhi rumor buruk.
Rasanya Melvin ingin bertanya pada Pandu, tapi ia menahannya karena belum tentu juga Pandu tahu. Mau bertanya pada anggota keluarga Sadajiwa juga belum tentu mereka mau menjawab. Jadi, biar waktu saja yang menjawabnya nanti.
Lalu, setelah perjodohan Ella, Melvin dan Lea juga masih harus menunggu keberangkatan Letta ke Dubai. Persiapan Letta untuk pindah ke sana ternyata sudah dilakukan sejak jauh-jauh hari. Semua administrasi sudah diurusnya, termasuk resign dari SA Group dan juga Kahraman. Dua minggu setelah pertemuan antara keluarga Sadajiwa dan keluarga Lakeswara, Letta berangkat bersama suaminya ke Dubai dan akan menetap di sana.
Saat mengantarkan Letta ke bandara, untuk yang pertama kalinya Melvin melihat Lea dan saudara-saudaranya menangis ketika saling berpelukan. Selama ini, mereka selalu terlihat tangguh di mata Melvin. Dan melihat mereka menangis waktu itu membuat Melvin sadar kalau mereka semua hanya lah manusia biasa yang bisa menangis. Melvin juga sadar betapa hubungan keempatnya begitu dekat dan mereka saling menyayangi antara satu sama lain.
Dan seminggu setelahnya, baru lah Melvin dan Lea bisa melangsungkan bulan madu mereka yang tertunda selama berbulan-bulan sejak mereka menikah. Melvin pun sudah cuti sepuluh hari dari kantor demi perjalanan bulan madu ini. Melvin dan Lea sepakat untuk melangsungkan bulan madu ke negara yang sama-sama belum pernah mereka kunjungi. Dan pilihan mereka pun jatuh pada Greece. Lea bilang, dia sudah lama ingin ke sana, bahkan pernah berencana dan hampir pergi tetapi batal karena urusan pekerjaan. Sementara Melvin memang sebelumnya tidak pernah terpikir untuk ke sana. Selama ini, seringnya ia berlibur ke Amerika.
Entaha karena dirinya sudah lama tidak liburan dan benar-benar ingin melepas penatnya, atau karena tidak sabar untuk menghabiskan waktu berdua saja bersama Lea, Melvin jadi sangat bersemangat dengan perjalanan mereka menuju Greece.
Kini keduanya sudah tiba di first class lounge maskapai penerbangan yang mereka pilih untuk perjalanan bulan madu mereka ini.
"Kamu mau makan dulu, nggak?" Melvin bertanya pada Lea tidak lama setelah mereka tiba di sana.
Lea mengangguk. "Iya, aku lapar. Di rumah tadi kan nggak sempat makan, dan masih satu jam setengah lagi sebelum pesawat kita boarding."
"Yaudah, kita makan dulu kalau gitu."
Mereka pun menuju private restaurant yang ada di lounge itu. Tidak ada firasat apapun yang Melvin rasakan ketika memasuki restoran, sebab niatnya ke sana pun hanya untuk mengisi perut sebelum penerbangan panjang mereka. Namun, baru tiga langkah Melvin dan Lea memasuki restoran, tiba-tiba saja ada yang melambaikan tangan dan tersenyum lebar padanya. Seorang perempuan berambut blonde yang berada di meja sudut dekat jendela restoran.
"Melvin!"
Bingung rasanya harus bereaksi seperti apa melihat Gema yang menyapanya seperti itu. Setelah sekian lama, ia bertemu dengan Gema lagi yang tentu saja tidak sendirian, melainkan bersama dengan suaminya, Harlan.
Lea yang menyadari kehadiran Gema pun menyikut Melvin pelan. Ia tersenyum meledek pada Melvin. "Kebetulan banget nggak sih? Mau honeymoon, malah ketemu sama mantan kamu."
***
Seperti yang bisa ditebak, akhirnya Melvin dan Lea menghampiri meja Gema dan Melvin untuk menyapa mereka. Lalu, berujung dengan Gema yang mengajak mereka untuk bergabung bersama. Melvin sebenarnya tidak mau, tapi sebelum dia bisa menolak, Lea sudah dengan ramahnya menerima ajakan dari Gema.
Bagi Melvin, rasanya canggung sekali karena bertemu Gema dan Harlan di sini. Di meja itu, ia jadi tidak banyak bicara. Hanya Lea dan Gema saja yang bicara bagai dua orang teman lama yang begitu akrab. Padahal, mereka juga tidak begitu mengenal satu sama lain. Sama seperti Melvin, Harlan yang ada di sana juga lebih banyak diam.
Setelah makanannya dan Lea datang, Melvin pun jadi lebih diam lagi, dan hanya mengamati obrolan yang mengalir di depannya. Membiarkan Lea menjawab semua pertanyaan yang Gema sampaikan.
Seperti, "Kalian berdua mau kemana? Jangan-jangan destinasi kita sama nih."
Lalu, Lea menjawab, "Kita mau ke Greece. Kalian?"
"Wow cool!" Seru Gema excited karena mendengar negara tujuan Melvin dan Lea. "Kita mau ke California, mau nonton Coachella. Kalian mau liburan ya atau ada urusan yang lain lagi?"
"Mau honeymoon sih sebenarnya."
Harlan pun menyahut, "Bukannya kalian nikahnya udah lama ya? Kok baru honeymoon sekarang."
Gema menyikut Harlan dan sedikit memelototinya. "Suka-suka mereka dong, Jagat," ujarnya pada sang suami. "Kita kemarin juga baru honeymoon beberapa bulan setelah nikah, kan?"
"Kemarin-kemarin kita sibuk. Ada banyak yang perlu diurus soalnya." Melvin akhirnya bersuara. Agak sebal dengan pertanyaan Harlan tadi.
Walau rasa sebal pada Harlan masih ada sedikit, tapi sejujurnya Melvin sudah merasa biasa saja berhadapan dengan Gema seperti ini. Bahkan, sejak mereka bertemu, Melvin dengan sengaja memerhatikan gerak-gerik Gema dan Harlan. Mereka masih semanis sebelum-sebelumnya. Melvin mendapati bagaimana Harlan memotong daging steak untuk Gema, menyingkirkan makanan yang tidak Gema sukai dari piringnya, dan bagaimana dengan sigap menutupi ujung meja dengan tangannya ketika Gema menunduk untuk mengambil kacamata hitamnya yang jatuh. Semua dilakukan oleh Harlan seperti tanpa sadar saja di saat Gema sibuk mengobrol dengan Lea.
Jika dulu melihat hal semacam itu membuat Melvin merasa sesak dan dibalut oleh rasa iri, sekarang Melvin sudah memastikan bahwa hatinya telah baik-baik saja. Besar kemungkinan karena dirinya terlalu overwhelmed atas apa yang terjadi pada hidupnya belakangan ini. Atau bisa jadi juga...karena Lea yang ada di sisinya sekarang.
"Tuh, dengerin," tuding Gema pada Harlan. "Melvin tuh bukan orang biasa, jadinya pasti sibuk banget."
Harlan mendengus.
"Tapi, kamu nggak kurang perhatian saking sibuknya Melvin kan, Lea?" Tanya Gema pada Lea kemudian.
Lea tertawa dan menggelengkan kepala. Diliriknya Melvin. "Melvin selalu perhatian kok. Dia selalu make sure untuk selalu ada setiap kali aku butuh."
Melvin tersenyum pada Lea, dan itu memuat Gema yang melihatnya ikut tersenyum.
"Senang banget liat kalian begini."
Harlan mendekat pada Gema dan berbisik. "Lebay kamu," komentarnya nyinyir.
Melvin yang bisa mendengar gumaman Harlan itu memutar bola mata.
"Harlan, Harlan, lo tuh nggak pernah berubah ya," sindirnya. "Sampai sekarang masih aja sensian sama gue."
Disemprot begitu, Harlan merengut. "Siapa juga yang sensian? Lo jangan geer deh."
"Emang kamu sampai sekarang masih sensian sama Melvin kok." Gema membuka aibnya sendiri. "Padahal udah kubilang, Melvin nggak akan noleh yang lain lah karena istrinya aja cantik begini. Iya kan, Melv?"
Melvin tersenyum menanggapi pertanyaan Gema itu. Bukannya melihat Gema ketika menjawab, ia justru melirik Lea.
"That's right, Gema."
Lagi-lagi, Harlan hanya bisa mendengus. Ia pun beranjak dari duduknya. "Aku mau ke toilet dulu ya, Sayang," ujarnya mengumumkan. Tapi, hanya mengumumkan kepada Gema saja. Sambil lalu, Harlan mengusap bahu istrinya itu. Gema hanya membalasnya dengan anggukan kepala saja.
Semenit kemudian, justru Lea yang beranjak dari duduknya. Melvin otomatis menoleh padanya.
"Kamu mau kemana?" Tanya Melvin.
"Mau ke toilet juga," jawab Lea. "Sebentar ya."
Firasat Melvin mengatakan bahwa Lea sengaja ingin meninggalkannya berdua saja dengan Gema, entah untuk alasan apa. Melvin rasanya ingin sekali menahan kepergian Lea, karena tidak ingin merasa canggung berdua saja dengan Gema, tapi ia tidak mungkin melakukannya secara terang-terangan di hadapan mantan pacarnya itu. Bisa-bisa, Gema justru tersinggung.
Selepas Lea pergi, perhatian Gema pun sepenuhnya fokus pada Melvin. Mau tidak mau, perhatian Melvin juga sepenuhnya fokus pada Gema. Ada senyum yang setia menggantung di bibir Gema. Tanpa maksud apapun, Melvin tetap mengakui bahwa Gema yang tersenyum selalu terlihat cantik di matanya.
"So, Melvin, how's life? Daritadi aku cuma ngobrol sama Lea karena kamu diam aja, jadi aku nggak tau what's going on with your life recently."
Melvin tersenyum meringis. Jika ingin menjawab jujur pertanyaan itu, jawabannya akan sangat panjang. Gema pasti akan terkejut bukan main jika tahu hal yang sebenarnya terjadi pada hidup Melvin belakangan ini. Melvin tidak mungkin mengatakan itu semua.
Jadi, ia hanya menjawab singkat, "Kinda rough. Makanya baru bisa honeymoon sama Lea sekarang."
Senyuman Gema pun hilang karena jawaban Melvin yang bisa dibilang tidak baik.
"What happened?" Tanyanya.
Melvin menarik napas dan mengembuskannya. "Papi passed away months ago. Dan ada masalah juga di perusahaan."
Gema terkesiap dan selama beberapa detik, menutupi bibirnya dengan tangan.
"Melvin...I'm so sorry to hear that," ujarnya tulus. "Aku sama sekali nggak tau kalau Papi kamu meninggal."
"Udah lumayan lama kok, I'm okay now," balas Melvin. Ia pun menambahkan, "Aku harap kamu mau memaafkan Papi atas semua yang sudah dilakukannya ke kamu di masa lalu."
Gema mengangguk. "Of course, aku udah maafin Papi kamu dari lama. Apa yang waktu itu terjadi, it doesn't matter anymore. Aku udah bahagia sama kehidupanku sekarang, dan nggak mikirin apa yang terjadi di masa lalu lagi."
"Thank you," gumam Melvin. "I'm happy that you're happy now."
Gema kembali tersenyum. "Aku juga senang karena kamu juga sudah senang sekarang, Melvin. She's so lucky to have you as your husband."
Melvin menggelengkan kepala. "Justru aku yang beruntung karena punya dia sebagai istri aku, Gema."
"Oh, kalau gitu kalian sama beruntungnya! Bahagia selalu ya, Melvin."
"You too."
Ada kelegaan begitu besar yang Melvin rasakan usai percakapannya dengan Gema ini. Mungkin karena Melvin menyadari, Gema sudah tidak lagi menjadi hantu dari masa lalu yang dulu selalu menjadi bayang-bayang yang bisa membuatnya sesak karena patah hati.
Setelah sekian lama, akhirnya Melvin berhasil move on dari Gema. Entah sejak kapan, itu tidak penting lagi. Yang pasti, ceritanya bersama Gema sudah benar-benar selesai, dan tidak ada rasa yang tersisa lagi untuk perempuan berambut blonde itu.
***
Pesawat Harlan dan Gema boarding lebih dulu dibanding pesawat Melvin dan Lea. Mereka pun berpamitan setelah mendengar pengumuman bahwa penumpang dengan tujuan California sudah harus pergi memasuki pesawat.
Melvin dan Harlan jadi dua orang yang paling senang karena akhirnya mereka berpisah juga. Seperti Melvin dan Selatan, dinamika hubungan Melvin dan Harlan bisa dibilang sama saja. Sepertinya, Melvin memang tidak bisa akur dengan laki-laki yang pernah berhubungan dengan wanita yang sama dengannya.
Di saat Gema dan Lea berpelukan bagai dua sahabat yang hendak berpisah, Melvin dan Harlan hanya berjabat tangan saja. Lalu, Melvin dan Lea pergi menuju ruang tunggu, sementara Harlan dan Gema meninggalkan lounge untuk menuju pesawat mereka.
"Kenapa coba harus ketemu Melvin di sana? Di antara sekian banyak tanggal, harus banget dia juga mau berangkat dan naik first class hari ini?" Harlan mengeluh tidak lama setelah dia dan Gema berjalan meninggalkan lounge.
Gema mendengus dan mencubit pinggang suaminya itu. "Kamu tuh ya, kenapa sih masih aja sensian sama Melvin? Nggak lihat istrinya secantik apa? Mana dia peduli lagi sama aku!"
"Masih cantikan kamu tau, G!"
"Lebay banget kamu!"
Harlan bersungut-sungut. Lalu, muncul kerutan di keningnya karena ia teringat sesuatu.
"Eh, tapi kamu sadar nggak sih? Pas di lounge tadi, ada orang yang kayaknya motret mereka terus. Kenapa ya?"
"Hah? Halu kali kamu tuh? Ngapain juga ada yang motret mereka? Emang mereka artis?" Gema tidak percaya.
"Aku serius tau! Aku liat sendiri soalnya. Kalian emang nggak sadar karena posisi Melvin sama Lea ngebelakangin orang itu, sementara kamu terlalu sibuk ngobrol sama mereka."
Gema menggelengkan kepala, masih tidak percaya. "Kayaknya kamu salah deh. Kalaupun ada yang motret, mungkin itu motret kita," ujarnya percaya diri. "Yang artis tuh kita, Jagaaatt. Bukan mereka. Paling nanti kita muncul di akun gosip dengan headline. Pasangan Harlan Erlangga dan Gema Danakitri terlihat di first class lounge sebuah maskapai penerbangan. Mau liburan kemana kah mereka? Gitu."
"Iya, kali ya?" Harlan mulai meragukan pendapatnya sendiri.
Padahal, sebelumnya ia yakin sekali bahwa orang yang dia lihat di sana tadi memang benar-benar memotret Melvin dan Lea, seperti mengawasi mereka.