Out of Scenario

1911 Kata
... " ?Rintik gerimis mengundang kekasih di malam ini ...Kita menari dalam rindu yang indah ... Sepi kurasa hatiku saat ini, oh sayangku ...Jika kau di sini, aku tenang...?" Setelah lagu berhenti, Rina memeluk Salsa dan menariknya pergi ke luar panggung dengan aestetik. Oke sekarang giliranku! Begitu lagu intro reff Ada Apa Dengan Cinta diputar, lampu menyala semua. Panggung pun terang benderang. Nino masuk panggung lebih dulu, baru kemudian aku mengejarnya. "Rangga, tungguuu!" teriakku. Spontan tepuk tangan bergemuruh dari para hadirin. Tidak ketinggalan siulan-siulan nakal yang kubenci. Namun, aku harus tetap fokus. "Ya?" jawab Nino yang berhenti berlari. Kemudian dia berdiri menghadap para penonton. "Aku suka puisimu ini. Bisakah kau buatkan untukku?" tanyaku dengan gaya manja dan menggelayut di lengan Nino. Dia menatapku sejenak. "Boleh aja sih. Tapi .... " dia melirik audiens sebentar, sambil mengelus-elus dagunya. Setelah itu dengan gayanya yang arogan, Nino kembali melirikku lagi seraya berkata," wani Piro?" "Grrrrrrr!" sorak Audiens heboh, setelah mendengar Nino mengatakan itu. Bahkan aku juga hampir ikut terbahak. Bisa aja nih anak improvisasinya. "Jangan gitu dong Ngga, kamu kan baik hati dan sedikit kuper," timpalku, yang membuat Para penonton tertawa. Apalagi ditambah ekspresi Nino yang terlihat terkejut sekaligus jengkel. "Ayolah, kamu kan gak punya teman. Kalau kamu mau bikinin aku puisi, aku bakalan jadi temanmu deh!" lanjutku lagi. "Janji?" tanya Nino sambil mengulurkan kelingking dengan ekspresi seperti anak kecil. "Janji!" Aku tersenyum, sembari menautkan kelingkingku pada kelingkingnya. Selanjutnya Kami bertatapan seperti sepasang sahabat yang berjanji untuk bersama selamanya. Back sound lagu Ada Apa Dengan Cinta yang dinyanyikan Melly Goeslaw terdengar kembali, sebagai tanda bahwa aku dan Nino harus mematung. Kemudian, Rina masuk panggung, menari sembari mengelilingi kami, hingga akhirnya lampu padam lagi. Pada saat itulah, kami segera turun panggung untuk berganti kostum. Aku cepat-cepat melepas rok abu-abu SMA, di dalamnya sudah ada jeans belel, yang kupakai dari tadi. Kemudian, memakai jumper gombrong untuk melepas kemeja SMA di dalamnya dan menggantinya dengan kemeja gombrong yang biasa kupakai untuk kuliah. Rina membantuku melepas kuncir ekor kuda dan menyisir rambutku yang selalu tergerai alami. Tidak lupa, kupakai ransel yang sudah kosoang isinya sebagai properti agar lebih mirip anak kuliahan. Setelah aku siap, Salsabila sebagai narator kembali bersuara. "Cinta dan Rangga pun akhirnya bersahabat, sampai mereka lulus SMA dan kuliah di kampus yang sama." Back sound AADC semakin lirih, saat aku kembali naik ke panggung. Nino yang sudah berganti kostum SMA menjadi kemeja kotak-kotak biru pun ikut naik ke panggung. Ditambah para Cameo dari penyanyi paduan suara yang juga mengenakan baju ala anak kuliahan, juga membawa tas ransel dan mendekap buku. Kami semua mondar mandir di panggung seperti sedang berada di kampus. dalamnya. Dia hanya menambahkan asesoris topi, agar terlihat seperti anak kuliahan. Aku berhenti di tengah panggung sambil mengeluarkan ponsel dari tas. Scrolling sebentar, lantas bergumam. "Wah! Seru juga nih, kayaknya. t****k-an," kataku. Kemudian para penyanyi yang menjadi Cameo, Nino sebagai Rangga, serta Satya berbaris di belakangku. Kami pun memperagakan adegan gerakan sedang t****k-an bareng dengan beberapa lagu viral. "?entah apa... Yang merasukimu ... Hingga kau tega meninggalkan aku, yang tulus mencintaimu ....?" Penonton pun bersorak-sorai. Setiap gerakannya disesuaikan dengan lagu lain yang mengiringi. Riuh tepuk tangan penonton pun berhenti saat scene joget t****k terhenti. Para penyanyi duduk kembali di belakang Satya seperti formasi semula. Sementara Rangga yang diperankan Nino, keluar panggung. Back sound lagu DENTING, kembali terdengar, meski tidak terlalu keras. "Wah apaan nih?" kataku sembari menatap layar. "Challenge kiss your best friend?" Tidak lupa memperlihatkan ekspresi terkejut, dengan membelalakkan mata dan menutup mulut. Yah semoga actingku tidak terlalu lebay. "Berani gak ya?" tanyaku bermonolog. "Sebenarnya ... aku juga naksir sama Rangga," kataku, yang kemudian kusambung dengan acting malu-malu. "Cieeeeee," sahut salah seorang penonton. "Iya, tapi aku gak yakin!" timpalku, lagi-lagi bermonolog, dan duduk bersila di atas panggung. "Rangga itu ... sesuai banget sama tipeku, lucu, menggemaskan, baik hati, walau kadang kejemnya nggak ketulungan." Aku berakting melamun lagi, seiring lagu denting yang semakin keras. Kemudian Rina dan Salsabila masuk dengan gayanya masing-masing. Mereka berdiri di sisi kanan kiriku. "Udah, kamu ngaku saja, bilang ke Rangga kalau suka dia," kata Si Rina yang berbaju hitam mengompori. Aku menoleh ke arahnya. "Gitu ya?" "Eh jangan!" sahut Salsabila yang mengenakan baju putih. Mereka berdua memang sengaja mengenakan kostum yang kontras, Rina hitam dan Salsa putih, mewakili sisi pikiran baik dan burukku. "Kenapa Nggak?" timpal Rina lagi. "Tidak boleh! Nanti kalau Cinta jadian dan pacaran sama Rangga, mereka berdua tidak bisa mencalonkan diri sebagai pengurus asrama. Kan, di peraturan Asrama Mahasiswa Universitas Kartarajasa begitu," kata Salsa yang berbaju putih mengingatkan. "Huuuuuuuuu!" teriak audiens. Mereka pasti paham dengan peraturan yang menyebutkan bahwa para pengurus asrama tidak boleh berpacaran selama masa jabatan. "Hmm, iya ya," jawabku, manggut-manggut. "Ah, nggak apa-apa. Wajar dong, anak muda punya rasa cinta pada lawan jenis. Itu namanya normal. Toh kalian kan sudah berteman lama," kata Si Rina berargumen. "Tapi ...." Aku berakting seolah bimbang. "Jangan Cinta," cegah Salsabila lagi. "Jangan, nanti kamu kecewa. Biasanya kenyataan tak seindah harapan!" Para penonton pun tergelak. "Betooolll!" teriak salah satu dari mereka. "Nggak apa-apa, Cinta," balas Rina. "Kalian berhak merasakan manisnya masa muda. Namanya juga hidup, gak semuanya indah. Itu namanya petualangan. Iya nggak penonton?" lempar Rina tidak mau kalah. "Iyaaaaaa!" sahut para penonton. "Nggak boleh!" bantah Salsa "Boleh!" bantah Rina Keduanya terus berbantahan sampai aku mengatakan, "Stop! Stop!" Sambil melambai-lambaikan tangan di kepala, seolah-olah sedang mengusir dua sisi diriku yang bertentangan. "Aahhhh, aku bingung!" teriakku sambil berdiri. Kupegangi kepala seolah-olah sedang berpikir berat. Reffrain lagu denting yang dianyanyikan paduan suara, terdengar kembali. Menjadi pengiring saat Rina dan Salsabila keluar panggung dengan cara estetik. Selepas kepergian mereka, aku berakting sedang mengetikkan sesuatu pada ponsel. "Ah. Tidak ada salahnya mencoba! Toh cuma challenge gak penting. Misal Rangga menolak pun, aku tidak rugi kan? Bisa kubilang itu hanya prank! Hehehehe!" Back sound berubah menjadi lagu AADC. Nino pun masuk ke panggung, kemudian duduk bersila menjajariku. "Ada apa nyuruh aku ke sini?" tanyanya berakting acuh tak acuh, kepo tapi pura-pura nggak butuh. "Ada challenge tik tok baru nih, Ngga. Mau coba nggak?" tanyaku, berakting sedang membujuknya, sambil mendekatkan layar hape pada muka Nino. "Nggak Ah," tolaknya mentah-mentah. "Cinta, sebentar lagi kita menghadapi ujian semester. Kamu itu harusnya belajar, bukan main t****k-an gini. Beasiswa dari Universitas Kartarajasa harus kita manfaatkan sebaik mungkin, jangan buang-buang waktu dengan kegiatan tidak berguna," katanya sesuai skenario, yang memang sengaja kami sisipkan amanat untuk penonton. Usai Si Nino mengatakan itu, tepukan riuh pun terdengar dari para penonton. "Iya, Rangga. Selama ini Cinta kan tetap rajin belajar, buktinya IPK selalu di atas tiga koma lima. Kemelud (plesetan c*m Laude) gituloh," sahutku nggak mau kalah. "Waahhh, hebaaat, hahahahaha!" Riuh respon dari penonton pun kembali terdengar menyorakiku. "Ayolah Ranggaaaa, mau ya, bentar doang kok," rengekku, kembali berakting manja pada cowok berpostur kekar di sampingku ini. Beneran, setelah dari dekat, kelihatan otot-otot lengannya yang menonjol. "Yaudah deh, ayok, ayok! Kamu itu kalau nggak diturutin, bakal ngerengek terus kayak anak kecil. Pusing kepalaku ini, Cintaaa! Mana masih banyak tugas dari dosen!" kata Rangga, yang berakting lucu hingga memancing tawa para penonton. "Curhaaat, curhaaat!" sahut salah seorang temannya. Akhirnya, aku meletakkan ponsel di hadapan kami, pada tripod yang sudah tersedia. Nino duduk bersila di sebelahku, dan lagu challenge t****k itu pun diputar. " ?Don't stay away for so long ... Don't go to bed ... ?" Aku mulai menarik satu lengan Nino agar dia menghadapku. Kemudian ... "? I'll make a cup of coffee for your head ... ?" Semakin kudekatkan wajah padanya. Dia menangkap kedua lenganku agar tidak bergerak lebih dekat. Aku tersenyum padanya, karena semua acara canggung ini segera berakhir. Dia pun menatapku lekat-lekat. " I'll get you up and going out of bed ... ?" Namun tanpa kuduga, Nino malah menarikku ke arahnya, hingga hampir saja kami berciuman. Hampir saja, bibir kami bertemu, hanya tinggal satu senti lagi. Ini tidak sesuai skenario! Hampir saja aku berteriak. Kurang ajar! Untung saja gerak reflekku bagus. Spontan kedua tanganku naik menahan dadanya, lantas segera mendorongnya sekuat tenaga. Dia pun jatuh terjerembab ke belakang. Seperti rencana awal, Back sound lagu pun berubah menjadi FRIENDS by Marshmellow and Marrie Anne. "?Don't go look at me with that look in your eye ... You really ain't going away without a fight ...You can't be reasoned with, I'm done being polite ... I've told you one, two, three, four, five, six thousand times ?" Nino bangkit, secepat itu pula aku berdiri dengan menahan amarah. Namun, melihat wajahnya yang terlihat senang dan sengaja mengambil kesempatan, aku pun hilang kendali. "Plak!" Suara telapak tanganku yang mendarat di pipinya terdengar begitu keras. Meski berada di panggung, aku sama sekali tidak peduli. Dia pantas mendapatkannya. "? Haven't I made it obvious? ... Haven't I made it clear? ... Want me to spell it out for you? .... F-R-I-E-N-D-S ?". Setelah itu, aku pun segera berlari keluar panggung, dan lagu itu pun berputar hingga akhir dan lampu panggung pun padam. "?Haven't I made it obvious? ... Haven't I made it clear? ... Want me to spell it out for you? ....F-R-I-E-N-D-S! We just Friends!" Aku sangat kesal! Kulepas mikrophone yang terjepit di baju dan melemparkannya ke tanah. Tanpa peduli panggilan dan riuhnya orang yang memberi tepuk tangan, kuraih ransel dan memakainya di punggung. Saat itu juga, aku berjalan cepat menuju asrama putri. Mukaku panas, dan mataku rasanya perih. Sambil berlari, air mataku pun tak terbendung dan jatuh berderai .... Sungguh, aku sangat malu. * Sesampainya di kamar, langsung kuhempaskan tas ransel di meja. Perlahan aku naik ke kasur tingakat atas dan menelungkupkan badan. Satu sisi wajahku terbenam di bantal, menyisakan sedikit ruang untuk hidung mengambil napas. Air mataku pun perlahan mengering. Masih terdengar lamat-lamat suara Mbak Rani di kejauhan, yang mengumumkan penampilan oleh kelompok selanjutnya. Sudahlah, semuanya sudah selesai sekarang. Meski harus menanggung malu karena kelakuan Nino di panggung, aku merasa lega. Seluruh rangkaian kegiatan orientasi sudah terlaksana. Minimal syarat untuk terus mendapatkan beasiswa dan fasilitas asrama, sudah terpenuhi. Aku berguling dan sekarang berbalik terlentang menatap langit-langit. Urusan ini harusnya tidak boleh mengganggu fokusku dalam kuliah. Besok hari Senin, kegiatan perkuliahan akan mulai aktif lagi. Ada beberapa tugas yang tertunda dan belum selesai, dan besok adalah waktu terakhir pengumpulan. Sebaiknya, aku mengerjakannya sekarang. Perlahan aku turun, dan segera menuju loker buku. Kuambil diktat Mata kuliah Analisis Data, dan segera mengerjakan soal-soal yang diberikan. Herannya, tidak butuh waktu lama, semuanya sudah selesai. Sepertinya adrenalinku yang terpompa membantu saat mengerjakan tugas di bawah tekanan. Setelah itu, aku merasa haus dan pergi ke dapur untuk minum. Sembari minum untuk menenangkan diri, aku mempertimbangkan pilihan kembali ke acara penutupan itu. Di kejauhan, Suara Mbak Rauni masih terdengar mengumumkan penampilan terakhir, kelompok lima. Berarti sebentar lagi acaranya pengumuman peserta orientasi terbaik. Tiba-tiba, gemerisik loudspeaker asrama putri mengalihkan perhatianku. "Panggilan ditujukan kepada Elleanora Zein kamar Tiga enam! Ada tamu! Sekali lagi ... Panggilan Elleanora Zein kamar Tiga enam! Ada tamu!" Itu pasti suara Nita, yang cemprengnya sudah aku hapal betul. Aku pun keluar dapur dan melambaikan tangan ke arahnya. Syukurlah Nita melihatku. Setelah mematikan amplifier, dia kemudian berjalan menyeberangi taman menghampiriku. "Ra, Bang Ejik nyariin kamu," katanya lagi. "Ngapain? Kan kelompok kami sudah selesai tampil," tolakku. "Nggak tahu deh. Tapi kamu sebaiknya segera balik ke sana. Dia kelihatan khawatir banget," kata Nita. "Males," jawabku singkat. Yang kemudian kembali masuk dapur untuk mengisi gelas lagi. "Sudah hampir jam sembilan, dan besok kudu kuliah. Aku mau bersih-bersih badan, terus tidur." "Raaaaa," panggil Nita "Udah deh. Balik aja sendiri, Leave me alone, dear Nitnoot," tukasku yang segera menghabiskan air dalam gelas. ... Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN