Sesaat Mat dan Nadya hanya saling memandang, keduanya terkejut dengan pengakuan Alex yang secara tiba-tiba.
"Alex, aku pikir kamu tidak akan datang?" tanya Leo. Matanya beralih ke Nidya yang berdiri di samping Alex.
"Aku datang karena Mat yang mengundangku," jawab Alex.
"Kenapa dia terus memandangku?" batin Nidya. Matanya terus melirik ke arah Mat yang tak memalingkan wajahnya dari dirinya. "Aku permisi ke toilet sebentar," bisik Nidya.
"Perlu aku antar?"
"Tidak usah." Nidya berjalan menjauh meninggalkan ketiganya.
Mat dan Alex terus menatap punggung Nidya, hal itu pun di sadari Leo. "Apa kamu datang untuk merusak acara Mat?"
Alex menatap tajam ke arah Leo lalu menjawab, "Kamu tidak perlu khawatir, aku tidak akan menghancurkan acara Mat."
Mat yang mendengar perdebatan itu hanya menjauh dari mereka berdua. Iya, Alex dan Leo sering berdebat ketika mereka bertemu dan membuat Mat malas mendengarnya. Pikirannya kini di penuhi oleh Nidya dan ingin segera mendengar penjelasan darinya.
"Mat, kamu mau kemana? Acara akan segera di mulai," cegah Sabrina. Ia lalu melingkarkan tangannya dilengan Mat, membawanya ke meja mereka.
Hal itu rupanya di lihat oleh Nidya yang baru saja keluar dari toilet. Ia kemudian berjalan mendekati Alex, tapi langkahnya tertahan ketika Leo menghadangnya.
"Ada apa?" tanya Nidya ketus.
"Wah, ternyata kamu selicik itu. Aku pikir kamu hanya mendekati Mat, rupanya kamu juga mendekati Alex."
"Sudut bibir Nidya terangkat, ia melipat kedua tangannya di d**a seolah menantang Leo. "Apa kamu takut aku menghancurkan keduanya?"
Leo tertawa mendengar penuturan Nidya kemudian berkata, "Aku tidak peduli kalau kamu memanfaatkan Alex. Aku hanya tidak mau kamu menghancurkan perasaan Mat."
Nidya mencoba mencerna ucapan Leo. "Perasaan?" batinnya.
Setelah mengatakan itu, Leo pergi meninggalkan Nidya lalu menghampiri Mat ketika Mc mulai membawakan acara. Nidya lalu duduk dikursi yang berada di samping Alex.
"Pertama-tama saya ucapkan happy anniversary untuk pernikahan Pak Mat dengan istri yang ketiga tahun. Berikan tepuk tangan yang meriah,"
Riuh terdengar, semua bertepuk tangan untuk Mat dan juga Sabrina, tapi tidak dengan Nidya yang malah meneguk wine yang ada dihadapannya. Terlihat Mat berdiri kemudian memberikan bunga untuk sang istri. Tak lupa sebuah kecupan di bibir Sabrina membuat Nidya merasa jijik karena pernah di cium oleh Mat.
"Aku pulang duluan," ucap Nidya kepada Alex.
"Bisakah kamu menunggu sebentar, aku harus berpamitan dengan Mat."
"Kamu disini saja, aku bisa pulang sendiri."
Nidya pergi begitu saja meninggalkan Alex. Ia benar-benar merasa sakit hati ketika melihat Mat mencium istrinya dengan lembut tak seperti apa yang dia lakukan kepadanya kemarin. Hal itu membuat Nidya jijik, karena dengan mudahnya mau menerima ciuman dari Mat.
"Ayo, jalan," perintah Nidya kepada supirnya.
"Kita mau kemana, Bu?" tanya supirnya.
Nidya berpikir sejenak sebelum akhirnya ia memutuskan untuk di antar ke apartemen pemberian Mat. Lima belas menit perjalanan mereka pun sampai di gedung apartemen. Nidya keluar dari mobil dan menyuruh supirnya untuk pulang. Sesampainya di dalam apartemen, Nidya mengambil ponselnya dinakas lalu mengaktifkannya.
Iya, dia memiliki dua ponsel dan salah satu ponselnya itu hanya di gunakan untuk mengelabui Mat dan yang lainnya sedangkan ponsel satunya lagi memang ponsel pribadinya untuk menghubungi Alex dan rekan bisnisnya yang lain.
Leo : Jangan lupa kamu harus datang ke acara anniversary Mat dan istrinya.
Leo : Hei, Nidya aktifkan nomormu. Mat akan marah kalau kamu tidak datang ke acaranya.
Nidya membaca setiap pesan yang masuk dari Leo, dari kata manis sampai kata kasar yang terlontar dari mulutnya. Nidya hanya berdecak, ia lalu berjalan ke dapur untuk mengambil wine yang sebelumnya ia beli.
"Perasaan aku belum meminum wine, kenapa tinggal setengah botol," gumam Nidya.
Tak ingin pusing memikirkan hal lain, Nidya lalu membawa botol wine tersebut kemudian meneguknya langsung dari botol.
***
Mat mulai jengah dengan acaranya sendiri, ia mengedarkan pandangannya mencari sosok Nidya yang sedari tadi tidak ia temukan keberadaannya.
"Alex, kamu sendiri saja. Dimana kekasihmu?" tanya Mat berbasa-basi.
"Nidya sedang tidak enak badan, makanya dia pulang lebih dulu."
Mat hanya mengangguk, iya yakin Nidya cemburu kepadanya makanya dia pergi dari acara tersebut. "Oh iya, sudah berapa lama kalian saling mengenal?"
"Cukup lama, dia gadis yang cantik dan ambisius. Aku berniat melamarnya dengan cepat."
Suara Mat tercekat, ia tak menyangka jika Alex akan melamar wanita yang masih ada di hatinya.
"Apa kamu yakin, cari tahu dulu tentang dia. Aku yakin wanita seperti itu memiliki banyak pria," cibir Mat.
"Akan aku pastikan jika dia tidak dimiliki pria lain, selain aku."
Mat meneguk wine yang ada di tangannya. Ia lalu pergi meninggalkan Alex dan tamu lainnya di tengah acara yang masih berlangsung. Tangannya terkepal kuat hingga buku jarinya memutih memikirkan Nidya bersanding dengan pria lain. Mat kemudian masuk ke dalam mobil, mengendarai sendiri mobilnya membelah jalanan ibu kota menuju apartemen Nidya.
Sementara itu, Nidya menghabiskan semua wine yang ada di botolnya. Ia lalu beranjak dari sofa dan berniat masuk ke dalam kamar. Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar seseorang sedang menekan password apartemennya.
"Mat," ucap Nidya.
Tanpa basa basi, Mat melumat bibir Nidya dengan kasar. Nidya mendorong tubuh Mat kemudian menampar pipinya dengan kencang.
"Apa yang kamu lakukan!" teriak Nidya. "Jangan mentang-mentang kamu atasanku bisa seenaknya kepadaku!"
Mat tak bergeming, ia malah menarik tangan Nidya hingga tubuhnya menempel dengan dadanya.
"Kamu milikku."
"Milikmu? Apa kepalamu terbentur sampai kamu lupa jika kita sudah putus tiga tahun yang lalu. Ah, apa kamu juga lupa sudah menikahi wanita lain di hari pernikahan kita!" hardik Nidya. Pikirannya benar-benar kalut di tambah kesadarannya yang berkurang karena wine yang dia minum.
"Aku tidak akan pernah lupa, Nidya," batin Mat. Ia menarik tekuk Nidya, mencium bibirnya dengan lembut tak seperti beberapa menit yang lalu. Nidya terus meronta mendorong tubuh Mat agar menjauh darinya.
"Hentikan, aku mohon," lirih Nidya.
Ia terduduk di lantai sembari menangis pilu. Merasakan sakit di dadanya, mengingat kembali pengkhianatan yang dilakukan oleh pria yang berdiri di hadapannya.
Mat meremas rambutnya frustasi, dadanya terasa sesak melihat wanita yang ia cintai tengah menangis. "Bangunlah, kita harus bicara."
Nidya berdiri lalu masuk ke dalam kamar, di ikuti Mat di belakangnya. Tangannya mengambil koper dan memasukkan bajunya yang ada di lemari. Mat melempar koper Nidya hingga bajunya tercecer di lantai. Nidya menatap tajam ke arah Mat yang juga tengah menatapnya. Ia berjalan melewati pria itu, tapi Mat mencekal tangan Nidya, melemparkan tubuhnya ke atas ranjang.
Mat mengungkung tubuh Nidya di bawahnya dan berucap, "Kamu hanya milikku Nidya. Tidak akan aku biarkan pria lain memilikimu."