Raizen terkesima mendengar ide baik Briana. Dia tidak menyangka bahwa wanita itu akan memiliki ide brilian lain selain membangun sebuah tempat ibadah di rumah berhantu tersebut. Sudut bibir pria dingin itu membentuk sebuah senyuman manis. Dia pun berkata pelan, setengah berbisik lirih, "Baiklah, kalau begitu bisakah kamu melepas cengkeramanmu dulu? Dagingku bisa terkoyak jika kamu terus mencengkeramnya seperti itu." Terkejut, Briana salah tingkah dan buru-buru melepas cengkeramannya pada tangan Raizen. "Maaf, aku tidak sadar. Apakah sangat sakit?" Raizen memasang wajah pura-pura lesu. "Sangat kesakitan. Tentu saja aku sangat sakit. Kamu mencengkeramnya seperti ingin mencabut dagingnya. Apakah kamu mau meniupnya?" Liara yang mendengar hal itu nyaris saja terbahak keras. Sementara Briana