“Raizen, kamu baik-baik saja?” tanya Briana prihatin, mengerutkan kening melihat pria tampan yang terlihat gelisah di depannya. Walaupun wajah dingin tanpa emosi itu tidak menunjukkan banyak keluhan, tapi dia bisa merasakan kalau ada yang salah dengannya. Raizen berdehem pelan, tersenyum lembut seraya menaikkan gelas berisi air minum, memberikan gerakan bersulang sembari berkata kepadanya. “Aku baik-baik saja. Hanya sedikit lelah dengan pekerjaan. Bersulang untuk kemenangan pertamamu atas aksi balas dendammu. Nyonya Hartono kini menjadi pemilik saham utama terbesar dalam sejarah perusahaan itu.” Briana tersenyum kikuk. Entah kenapa makan malam ini mungkin akan jauh dari apa yang bisa dia bayangkan. Sebenarnya dia tidak mau menceritakan alasan kenapa dia sampai terlambat menghubunginya