Ciuman Pertama Calya

1765 Kata
Pagi yang cerah ini Aishah Calya berangkat sekolah dengan di antar oleh sopir pribadinya bernama Mang Ujang. Beliau dipercaya oleh kedua orang tuanya untuk antar jemput Calya dan mengantar kemana pun dia mau. Calya merupakan anak pengusaha, Ayahnya memiliki banyak hotel di kota - kota besar di negara ini. Sudah ada sebelas cabang dan semua berkembang dengan pesat. Calya merupakan anak satu - satunya dari pasangan orang tua yang bernama Endra Mahendra dan Erni Susilowati. Di sekolah ia punya sahabat yang bernama Dhila. Persahabatannya sudah terjalin sejak SMP dan sekarang mereka duduk di kelas X SMA. Karakter Calya cuek, tomboy dan berparas cantik menarik dengan tinggi 160 cm. Ia memiliki pacar bernama Duta Mojo yang merupakan anak pengusaha batu bara. Mereka sudah berpacaran selama hampir satu tahun. Ada teman seangkatan Calya yang berbeda kelas, yaitu kelas XB sedangkan Calya kelas XA bernama Arya Dinata. Dia cowok badung, resek, pecinta wanita tapi cerdas. Banyak cewek - cewek yang ingin berpacaran dengannya. Arya merupakan anak dari Bahtera Dinata dan Tety Setyawati yang juga pengusaha di bidang restoran. Dia anak satu - satunya dari pasangan ini dan kedua orang tua Arya dan Calya bersahabat erat sejak 16 tahun yang lalu. Meski kedua orang tua Arya dan Calya bersahabat, tidak dengan mereka berdua. Di sekolah mereka berlagak tidak saling kenal dan tidak pernah saling ikut campur. “Pagi dhil, gimana udah ngerjain tugas Matematika?” tanyaku kepada Dhila “Ya jelas belum lah Cal, emang kamu udah ya?” jawab Dhila “Sudah dunk” kataku “ Sini bagi dunk!” kata Dhila “ Huadehhh kemana aja kemarin? Pasti pacaran melulu ya, heeemmmm pacaran boleh aja tapi jangan sampai lupa ama tugas donk!” kataku lagi “Hehehehe kamu tau aja sich Cal, udah sini ndak usah berisik” kata Dhila “ nih aku kasih tapi ntar siang jangan lupa traktir mie ayam di kantin yach” kataku karena aku ndak mau membantu tanpa imbalan hehehehhe “ Okelah, siapa takut” sambil dhila tersenyum puas sedangkan Calya hanya nyengir menghadapi sohib satunya ini. Dhila pun menyalin PR Matematika Calya sedangkan dia asik mendengarkan musik pakai headsheetnya. Jam 12.10 bel istirahat berbunyi, kemudian Calya dan Dhila berjalan menuju kantin pojok sekolah yang menjual Mia Ayam, minuman dan snack ringan. Saat mereka tiba, Calya kaget karena di dalam kantin ada sepasang laki - laki dan perempuan sedang bermesraan. Saat itu cowoknya hendak akan mencium bibir si cewek. Seketika Calya mematung, bukan karena adegannya tapi karena cowok itu Arya Dinata, cowok populer di sekolah ini dan merupakan anak dari sahabat Ayahnya. Selama ini Arya memang terkenal pecinta wanita dan badung namun Calya belum pernah melihat dengan mata kepalanya sendiri. Arya pun juga kaget melihat Calya ada di kantin ini dan saat mata mereka saling bertemu seketika Arya menghentika aksinya. Dia berbisik kepada si cewek "Aku sudah tidak berminat lagi, pergi sana!" si cewek mendengar kata - kata Arya langsung pergi, dan saat berpapasan dengan ku, cewek tersebut seolah - olah marah denganku. Mungkin karena dia mengagap aku mengganggu kegiatannya. Padahal sumprit ndak ada niat dan ini hanya kebetulan saja. Aryapun kemudian juga berdiri dan hendak akan pergi namun saat dia berpapasan denganku juga, dia membisikkan kata - kata di telingaku yang membuat bulu kudukku merinding " Kenapa belum pernah lihat orang ciuman? Mau menggantikannya?” Deg dadaku berdebar, dan sorot mataku melotot yang menandakan bahwa aku kaget dengan kata - katanya. Namun Arya segera pergi dengan sorot mata menyringai dan senyum yang mengejek! Aku pun segera duduk bersama Dhila, dan terasa gerah. “Ihhh apa - apa sich mereka berdua, jam sekolah bukannya belajar malah pacarana”.” Idihh kenapa mereka terganggu, ini kan tempat umum, bukan salah kita kalau kita ketemu di kantin”. Kataku dengan muka memerah menahan marah dan rasa tidak terima juga. “Udah Cal, mereka lagi PMS mungkin, makanya syok banget”. Dhila membelaku kemudian aku dan Dhila pun segera memesan Mia Ayam dan Es Lemon Tea. Kami sangat menikmati,namun semua itu terganggu dengan bunyi handphone di saku rokku. Saat kulihat di layer handphoneku ternyata panggilan dari Duta “Hallo Ta, gimana” saat telpon Duta ku angkat dan terdengar suara Duta yang malah balik bertanya. “Lagi di mana e?” “Lagi di kantin ni, sini kalua mau nyusul” kataku “Oke” terdengar suara Duta menjawab kemudian mematikan panggilan telpon. Selang beberapa menit, Duta sampai kemudian ia memesan Mia Ayam dan es lemon tea lalu duduk bergabung Bersama kami. “Udah lama Cal?” tanya Duta sambil mengusap kepalaku “Baru aja kok” aku pun melihat wajah manisnya. “Kok ndak ajak- ajak sich?” Duta duduk di depanku sambil terus menatap mataku, tatapan yang selalu mendalam dan terasa hangat. “keburu laper” aku mengalihkan pandangan dan melanjutkan makananku. “Mulai – mulai, Tuhan tolong aku” Dhila yang sudah merasa sebagai obat nyamuk dan tidak suka di cuekin “hehehehehheheh” aku pun tersenyum melihat muka sohibku ini. Bel pun berbunyi sebagai tanda berakhirnya jam istirahat, aku , Dhila dan Duta bergegas menuju ruang kelas kami, namun tidak lupa kami membayar makanan dan tentu di traktir oleh Duta. Kami melanjutkan pelajaran demi pelajaran hingga bel berbunyi sebagai tanda berakhirnya pembelajaran hari ini. Sebentar lagi kami akan mengikuti ujian akhir sekolah, sebagai penentu kejuruan kami. Ada tiga jurusan di sekolahku yaitu IPA, IPS dan Bahasa Indonesia. Aku membereskan buku dan tempat pensilku, ku masukkan dalam tas dan ku lihat Duta menghampiriku. “Ayow Calya, aku antar?” “Ndak usah Ta, aku mau mampir sebentar ke Mall, ada titipan Mama yang harus ku beli” jawabku menolak ajakan Duta. Meski aku dan Duta pacarana hampir satu namun kita ndak pernah ngapa – ngapain, mentok Cuma makan atau nonton bareng. “Okelah kalua begitu, hati – hati di jalan! Daaaa!” Duta pun meninggalkanku Saat aku hendak berdiri tiba – tiba ada temen ku beda kelas yang menghampiriku. “Calya, kamu di panggil Bu Bekti, di suruh menghadap dan di tunggu di ruang praktik” katanya. Aku pun terlihat bingung dan bertanya – tanya, kenapa Bu Bekti memanggilku, perasaan aku ndak ada urusan atau masalah dengan guru biologi ku itu. “Qwh, oky. Emangnya ada apa ya?” jawabku dengan muka bingung. “Waduh, ndak tau Cal, kamu ke sana dulu aja” jawabnya. Dengan perasaan bertanya – tanya, aku pun terpaksa kesana namun sebelumnya ku whataaps Mang Ujang dulu, takutnya beliau mencari – cari ku. Setelah pesan ku terkirim dan mendapat jawaban darinya aku pun semakin bergegas ke ruang praktik biologi. Ku buka pintunya, namun tak kulihat Bu Bekti di tempat duduknya, ku langkahkan kakiku untuk masuk karena aku melihat bayangan orang di ruang tempat penyimpanan peragaan. Aku kaget saat pintu laboraturium tertutup dan muncullah tiga orang perempuan yang satunya aku merasa tidak terlalu asing. Saat otakku tengah sibuk berfikir, tiba – tiba ada yang mendorongku hingga aku jatuh tersungkur. Wanita yang tidak asing itu mendekat sambil memegang daguku dengan keras, ya dia cewek yang tadi berduan dengan Arya di kantin. “Belagu sekali, adek tingkat berani kurang ajar dengan senior” Yang ku tau bernama Citra, karena aku membaca dari papan nama di baju seragamnya. “ Memangnya aku kenapa” jawabku dengan nada emosi dan tidak terima serta mata yang melotot tanda permusuhan. Aku menampik tangannya dengan keras hingga tangan Citra terlepas dari daguku. Saat aku hendak berdiri teman Citra dua orang tadi memegang kedua lenganku dan menempelkan aku di tembok. Sesekali saat aku hendak melawannya, kedua kaki cewek tadi ikut menahanku. Aku terus meronta – ronta hingga terdengar bunyi “Plakkkk” ada sensansi panas yang menjalar di pipiku. Suasana hening dan tegang namun dadaku yang bergemuruh dan menahan marah. Ku balas menampar pipi Citra hingga kami saling memukul dan menarik rambut satu sama lainnya. Tidak kalah diam, cewek dua tadi ikut membantu citra, hingga ku rasakan rasa asin di mulutku. Aku kembali tersungkur kebawah,hingga entah dari mana ada seseorang datang, dia seseorang yang menimbulkan kekacuan ini. Dia membantuku berdiri dan menggegam tanganku, “Sampah sekali kelakuan kalian, kalau berani jangan main keroyokan” katanya yang diikutin dengan sorot menyudutkan dan penuh emosi. Arya menarikku keluar ruangan dengan terus menggegam tangaku, aku yang menahan sakit, marah, emosi dan tangis hanya mengikuti Arya kemana dia membawaku. Aku berjalan dengan tertuduk malu dan sambil menahan tangis serta isakan. Langkah kami terhenti di ruang UKS, Arya membawaku masuk dan menyuruhku duduk, aku mengikuti semua instruksinya. Dia mengambil kapas dan alcohol lalu di tap – tapkan di ujung mulutku sebelah kanan. Aku masih bermuka masam dan tatapan lurus kosong hingga air mata yang ku tahan tadi dan sudah ku usap agar tidak ada yang melihatnya berhasil lolos dari mataku, air mata itu terus menetes meski sudah ku usap beberapa kali. Hingga sesuatu yang tak pernah ku duga terjadi, bibir Arya menempel di bibirku, mata kami saling menatap namun yang aku herankan aku terus diam mematung. Aku diam dan melihat bibir Arya yang terus memainkan bibir atas ku dan kemudian berpindah ke bawah. Menghisap -hisapnya serta lidahnya menjulurukan di tempat luka di ujung bibir kananku. Seolah – olah menjilati tempat Lukaku tadi. Matanya terpejam seolah sangat menikmati, tangan kanannya memegang pinggangku dan tangan kirinya memegang tengkukku sehingga seperti aku terkunci. Ini terjadi hampir lima menit, Aku pun seolah terbang tadinya, dan seolah ragaku tidak di badanku. Saat aku tersadar dan seperti jiwa ku telah kembali, aku mendorong tubuh Arya dan ku layangkan tamparan di pipinya. “Plaakkkkkk, kurang ajar sekali” kataku hingga dia terdorong ke belakang dan posisi berdiri tegak. Ia memalingkan padangan dariku, namun seolah tersenyum mengejek. Aku pun berlari meninggalkan UKS menuju parkiran. Pasti Mang Ujang sudah menunggu ku terlalu lama. Saat sampai di mobilku, ku buka ganggang pintu belakang. “Jalan Mang” kataku tanpa melihat Mang Ujang. Di perjalan aku hanya diam dan terus menahan amarahku, aku pun melihat keluar jendela dan membuka kaca jendela. Entah kenapa udara terasa panas dan saat wajahku bertemu dengan angina maka tersa sejuk sampai ketulang dan ragaku. Aku pun memutuskan memejamkan mataku dan bersandar di pinggir jendela sebentar. “Ada apa non? Kok kelihatannya sedih gitu?” Mang Ujang yang dari tadi melihatku dari sepion kaca depan akhirnya mengeluarkan suaranya karena merasa khawatir. “Ndak ada apa -apa Mang, Cuma capek aja” kata ku sedikit berbohong. “Tapi maaf Mang, aku pengen tidur sebentar, rasanya capek banget. Ntar kalua udah sampai bangunin ya Mang” sambil aku menutup kembali jendela dan menyandarkan punggungku di jok mobilku. “Siapz non” Mang Ujang pun melanjutkan fokus untuk mengemudi. Dan aku pun memejamkan mataku kembali dan berharap ini hanya mimpi saja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN