Chapter 4 : Hari Raya Idul Fitri

1088 Kata
Chapter 4 : Hari raya idul Fitri - PCC - Citra dan kedua orang tuanya berjalan menuju gerbong kereta. Mencari di mana tempat mereka duduk. Butuh waktu sekitar empat jam lebih untuk sampai di Desa Kecubung. Desa di mana Citra lahir dan dibesarkan oleh nenek dan kakeknya. Sekitar pukul dua siang Citra dan keluarga baru turun dari kereta, perjalanan mereka belum usai karena mereka juga harus menggunakan ojek, atau mobil bak yang menuju ke arah desa Kecubung. Tidak ada angkutan umum yang menuju kesana. Setelah berhasil menemukan salah satu mobil pick up yang ayah Citra kenal barulah mereka naik dan bisa sampai di rumah dengan aman dan selamat. Meski badan mereka rasanya remuk karena perjalanan jauh itu. ------ Sesampainya di rumah, mereka saling melepas rindu, jarak dan waktu memisahkan mereka begitu lama, setelah bertemu rasanya ingin memeluk dan tidak akan pernah di lepaskan. Citra terus menempel pada sang nenek, memijit kaki dan tangannya, meminta maaf karena tak pernah mengirim kabar untuk mereka. Mereka semua memaklumi hal itu karena Citra adalah gadis yang polos yang tak tahu apa yang harus ia lakukan dengan uang yang telah ia dapatkan. Yang ia tahu hanya bekerja dan bekerja. "Nduk, piye kabarmu? Sehat-sehat to? Piye kerjane abot?" tanya sang kakek pada Citra. (Nak bagaimana kabarmu? Sehat-sehat kan? Bagaimana kerjanya berat? ) " Alhamdulillah Wek, Citra sehat. Mboten abot kerjane Wek, tapi nggeh namine kerjo pasti kesel, wonten mawon seng taseh salah meski di ngati-ati," tutur Citra. ( Alhamdulillah kek, Citra sehat. Tidak berat kerjanya, tapi ya namanya kerja pasti capek dan ada aja yang masih salah meski sudah hati-hati. ) "Yo ora popo nduk, pancen menungso kui ngone salah. Seng penting sliramu kudu tansah luwih ati-ati. Ojo dumeh, kudu tansah welas asih." kata kakek Citra. ( ya tidak apa-apa nak, memang manusia itu tempat salah. Yang penting kamu jangan sombong, dan harus terus berbelas kasih dengan sesama. ) "Nggeh Wek, matur nuwun. Nggeh pun mbok'e kalian Wek'e rehat rumiyen Kula masak damel maem ngken Dalu nggeh." pamit Citra. ( Iya kek, terima kasih. Ya sudah nenek dan kakek istirahat dulu, saya mau masak buat makan nanti malam. ) ----- Saat lebaran telah tiba, seperti kebiasaan pada umumnya semua umat beragama merayakan dengan suka cita. Saling berjabat tangan dan memaafkan, bersilahturahmi dari satu rumah ke rumah yang lain. Saat berkunjung ke rumah Bu Rima, keluarga bapak Rahmad. Semua tersipu melihat Citra karena sudah lama mereka tak tahu kalau Citra telah pergi dari desa untuk bekerja di Kota. "Assalamualaikum," sapa ayah Citra, Adi. Beliau menjabat tangan pak Rahmad. "Waalaikumussalam pak, pak Adi? Alhamdulillah pulang sekarang. Mari silahkan masuk pak." Pak Rahmat mempersilahkan masuk keluarga Citra. Mereka berbincang ngalor ngidul. Sampai membahas anak masing-masing. Menceritakan kesuksesan Arya teman sekolah Citra dulu. Ia juga tidak ada di rumah, dia telah menyelesaikan kuliahnya di kota dan kerja untuk saat ini. Keluarga bapak Rahmat memang keluarga yang terpandang dan terhormat di Desa. Namun kelakuan ibu Rima bertolak belakang dengan pak Rahmat, dia lebih ke julid, suka mengumbar aib orang lain. Cukup lama mereka berbincang hingga akhirnya mereka harus pamit karena hari pun mulai siang. Matahari mulai terik di atas kepala. Sampai di rumah Citra duduk dan menikmati kue-kue yang tertata rapi di atas meja ruang tamunya. Arya? Bagaimana tampang kamu sekarang ya? Dulu kamu super jahil dan nakal banget. Aku yakin kau masih sama seperti dulu. Batin Citra saat ini. "Ada apa nduk? Ngelamun kamu?" tanya ibu Citra, Sukma. "Ibu, bikin kaget Citra. Mboten Bu, Niki namung maem pang-pang." sahut Citra. ( Ibu, bikin kaget Citra. Tidak Bu, ini hanya makan pang-pang. ) Pang-pang adalah kue kering berbahan dasar tepung dan telur yang di beri gula serta garam. Berbentuk kotak dan bergaris-garis berwarna kecoklatan. Jajanan khas kota Surabaya. Setelah satu Minggu di rumah. Akhirnya Citra harus kembali ke Kota Bougenville, meninggalkan kedua orang tua serta nenek dan kakeknya. Rasa sedih kembali menggelayuti perasaannya. Seminggu yang lalu ia begitu bergembira. Namun setiap kali ada pertemuan pasti akan ada perpisahan. "Mbok, wek, Citra pamit bidal nyambut damel maleh nggeh, si mbok kalian Wek jaga kesehatan ampun pegel-pegel nggeh." pamit Citra, ia tak mampu lagi menahan siluet yang sudah tercipta di matanya sejak tadi. ( Nek, kek, Citra pamit berangkat kerja lagi ya, nenek dan kakek tidak bolek capek-capek, jaga kesehatan ya. ) " Iya nduk, koe seng ati-ati, nggak usah mikir reno-reno. Fokus wae Ambi seng di kerjani. Amen ora salah kedaden mengko." tutur si Kakek. ( Iya nak, kamu hati-hati, nggak usah mikir aneh-aneh. Biar tidak terjadi kesalahan yang fatal nanti. ) "Iya Wek. Citra pamit assalamualaikum." Citra segera pergi setelah mencium kedua orang tua itu. Ia lantas memeluk sang ibu dengan erat. Seakan enggan untuk melepaskannya. "Hati-hati ya nduk. Jaga diri baik-baik." pesan sang ibu. "Iya Bu, ibu juga jagain bapak baik-baik. Ini ibu saja yang simpan ya, Citra masih belum membutuhkan." Citra memberikan uang sisa dari hasil kerjanya. "Tidak nak simpan saja. Pakai buat merawat diri kamu. Beli bedak, baju yang bagus, handphone baru." kata Sukma. "Tidak Bu, Citra bisa kumpulkan lagi untuk itu. Mungkin saat ini ibu lebih membutuhkannya." tolak Citra. "Sudah cukup nak, sekarang kamu berhak untuk bahagia, berhak memakai semua hasil jerih payah kamu. Sudah sana cepat berangkat, keburu telat nanti keretanya. Rumah kita ini jauh dari stasiun. Jangan lupa nanti mampir beli HP ya, biar bisa telepon mbok nanti ya." ucap Sukma. "Baiklah Bu, kalau begitu. Citra pamit ya, assalamualaikum." Citra kembali memeluk ibunya kali ini hanya sebentar karena waktu terus berjalan dan ia tak mau sampai harus tertinggal kereta. Ia bekerja juga untuk keempat orang tuanya itu. Jadi sepahit apapun perpisahan itu ia yakin kelak akan mendapatkan buah yang manis jika saatnya nanti. Dengan menggunakan sepeda motor hasil pinjam dari tetangga. Adi mengantarkan Citra ke stasiun kereta. Adi dan Sukma akan kembali satu Minggu lagi. Sesuai permintaan ibu, Citra berhenti di salah satu counter HP, ia membeli ponsel baru meski ia belum pernah memegang dan memilikinya namun Citra adalah gadis yang mudah sekali untuk memahami hal baru. Ia senang akhirnya bisa membeli suatu barang dari hasil keringatnya sendiri. Bukankah sedari dulu kamu selalu memenuhi kebutuhan kamu sendiri Citra? Semangat Citra. Pukul tiga sore Citra sudah berada dalam kereta api. Ia menikmati perjalanan kali ini. Tidak membosankan seperti sebelumnya. Karena ia punya ponsel yang menemani perjalanannya. Bahkan tanpa sadar ada seorang pria duduk di hadapannya. Entah kebetulan atau tidak, tempat yang di duduki oleh Citra selalu bangku paling depan dengan kursi nomor 1, 2 E D. "Hai? Kamu? Mau kemana?" sapa seseorang pada Citra. Siapa yang menyapa Citra kali ini? Arya? Atau orang lain?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN