Chapter 9 : Makan malam bersama

1125 Kata
Ch 9 Citra memutar tubuhnya dan mencari asal suara itu. Citra terdiam dan terus mengingat siapa laki-laki yang saat ini berada di hadapannya. Mengerutkan kedua alisnya, bermaksud bertanya siapa dia. "Apa yang kamu lakukan di sini? Apa ini rumahmu?" tanya laki-laki itu menyadarkan lamunan Citra. "Ah saya ... saya eemm...," Citra tidak tahu harus menjawab apa. Pasalnya itu memang bukan rumahnya. Tapi pemilik rumah itu meminta Citra untuk menganggap rumah itu adalah rumahnya. Beruntung Ira datang menengahi permasalahan pertanyaan itu. "Eh ada tamu, kamu nak Deny ayo masuk kita makan bareng ya? Kebetulan ibu hari ini masak banyak karena ada anak ibu sekarang." jelas Ira pada Deny. "Oh ini anak ibu, kemarin kita bertemu di kereta Bu. Kalau tahu ini anak ibu pasti saya ajak bareng bu." ujar Deny bersemangat. Ira membalas dengan senyum yang senantiasa mengembang selalu. Benar sejak kehadiran Citra di rumah itu hati Ira seakan terus diguyur dengan ribuan kelopak bunga. "Iya nak, lain kali jika bertemu di jalan tolong jaga dia ya. Dia berharga untuk ibu." tutur Ira. Ira begitu menyayangi Citra sejak kali pertama mereka bertemu. Deny dan Citra mengekor pada Ira. Berjalan menuju ke ruang makan. Citra baru ingat saat Deny menyebutkan bahwa mereka bertemu di kereta. Deny? Oh itu namanya? Aku bahkan tak pernah bertanya padanya. Hi ... hi ... hi .... kikih Citra dalam hati. Namun senyum itu jelas terukir di wajahnya. "Kenapa ketawa sendiri? Ada yang aneh dengan aku?" tanya Deny saat melihat senyum lucu di wajah Citra. "Hah? Tidak." kilah Citra. Wajahnya memerah karena ketahuan tertawa sendirian. Ira mengambil piring dan meletakkannya tepat di depan Citra dan juga Deny. Ira benar-benar memberikan pelayanan yang baik untuk para tamunya. "Ayo dimakan nak, ini masakan spesial untuk anak ibu, agar dia betah tinggal di sini." terang Ira. "Wah, kalai aku yang jadi anak ibu pasti lidahku selalu di manjakan dengan sentuhan-sentuhan masakan yang lezat setiap hari." canda Deny. "Bisa saja kami nak, kamu boleh main kesini setiap hari. Bahkan kalau ibu tidak ada. Ibu butuh seseorang yang bisa menjaga Citra. Ibu takut kenapa-kenapa dengan dia." katanya Ira. "Bu--" protes Citra. Ia tidak enak dengan apa yg di katakan oleh Ira pada Deny. "Siap Bu, saya siap menjadi pengasuhnya." Gelak tawa mereka pun beradu di meja makan itu. Citra semakin malu dibuatnya. Ia hanya diam dan menikmati sesuap demi sesuap nasi yang masuk kemulutnya. Deny bercerita banyak tentang dirinya. Dia tinggal satu blok dari rumah Ira. Dia mengenal Ira karena sering bertemu saat Ira akan pergi ke sekolah dan Deny juga sering mengantar Ira ketika mereka berpapasan, karena tempat kerja Deny dan sekolah tempat Ira mengajar kebetulan satu arah. "Deny ini orang tuanya sudah meninggal Citra. Baru beberapa hari yang lalu. Kasihan pertama ibunya lalu seminggu setelahnya ayahnya menyusul. Mungkin itu yang dinamakan cinta sejadi sampai mati." jelas Ira pada Citra. "Ini takdir Bu, semua yang hidup pasti akan mengalami kematian. Tidak luput aku juga." kata Deny. "Dan juga ibu." sambung Ira dengan tersenyum ramah. Deny hanya mengangguk. Citra senantiasa menjadi pendengar yang baik. "Dan pertemuan kita pertama kali itu adalah saat di mana ibu aku meninggal Citra, yang kedua saat ayah aku meninggal." tutur Deny. "Innalilahiwainailahi rojiiun. Aku turut berduka Deny. Semoga kamu selalu diberikan ketabahan ya." ucap Citra. "Insya Allah Citra." sahut Deny. Matanya selalu menerobos masuk pada manik milik Citra. Seakan ingin mengorek jauh kehidupan Citra. Deny bercerita kalau dirinya saat ini sedang bekerja di percetakan milik ya sendiri dan ia juga membutuhkan seseorang untuk bisa membantunya menyelesaikan semua pesanan. Dari sinilah mereka berkawan baik. Lebih dekat dari yang sebelumnya. Deny adalah orang yang selalu terbuka. Dia mudah mengungkapkan apa yang ia rasakan. Jika ia penasaran maka dia akan selalu menunjukkan bahwa dirinya ingin mengenal lebih jauh dan lebih dekat dengan orang itu. Kini orang itu adalah Citra. Setelah cukup lama berbincang, dan jarum jam terus berjalan, merambat ke malam hari. Deny akhirnya berpamitan. Sungguh makan malam yang menakjubkan pikir Deny. "Bu, terima kasih sudah mengijinkan saya makan di sini. Saya ijin pamit karena sudah larut malam tanpa saya sadari, dan Citra kapan-kapan main kerumahku ya, satu lagi jangan menyiram tanaman saat malam." pamit Deny dengan selingan candaannya. Citra hanya tersenyum kikuk saat itu sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Apa tanamannya akan mati? Pikir gadis itu. "I--iya." jawab Citra canggung. "Iya nak Deny besok-besok saya akan suruh Citra main kerumahmu, sering-sering mampir kesini ya." jawab Ira. Ia mendekati Citra dan memegang lengan ramping gadis itu. Menyalurkan rasa nyamannya agar gadis itu tidak canggung lagi. ............. Saat jarum jam telah menunjukkan pukul sepuluh malam, mereka kembali ke kamar masing-masing termasuk Citra. Ira menyusul Citra ke kamar. Dan memberikan barang milik Citra yang tadi sempat ia selamatkan. Sebuah ransel , ya hanya itu satu-satunya barang yang di bawa oleh Citra pagi tadi. "Nak ini barang-barang kamu, masukkan baju-baju kamu ke lemari ya. Ibu lupa kasih ke kamu tadi. Tapi lebih baik besok saja, sekarang kamu istirahat dulu. Lupakan semuanya, insya Allah kamu aman nak di sini. Kamu boleh bekerja dengan Deny jika kamu memang betul-betul membutuhkan pekerjaan. Dia anak yang baik. Ibu yakin dia bisa menjaga kamu." tutur Ira. "Jangan sungkan untuk meminta, dan bercerita apapun pada ibu ya ,kalau kamu butuh ibu, ibu siap membantumu nak." imbuh Ira saat itu. "Iya Bu, tera kasih untuk semuanya. Ibu adalah ibu kedua saya. Saya harus menelepon ibu saya Bu, biasanya saya sudah telepon dua kali. Pasti mereka khawatir Bu." jelas Citra. "Iya nak, kabari ibumu. Mereka tentu cemas. Ibu balik lagi ke kamar ya, kamu segera tidur." Ira pergi dari kamar Citra. Memberikan privasi pada Citra untuk mengobrol dengan sang ibu. Citra lantas meraih ponselnya yang ada di dalam ransel itu. Segera mencari nama bapak dan menggeser ikon hijau. Cukup satu kali dering sudah langsung tersambung dengan seseorang di seberang sana. "Assalamualaikum nak? Kok tumben baru telpon? Ada sesuatu terjadi?" cemas sang ibu. "Waalaikumussalam Bu, mboten. Citra sehat-sehat. Cuma Citra sibuk banget hari ini Bu. Setelah seminggu ijin pasti cucian banyak, setrikaan menumpuk Bu. Maaf ya buat ibu cemas." sesal Citra. Ia berbohong lagi pada ibunya. "Oalah ngunu? Iya nduk ora Popo. Seng penting awakmu seng ngati-ati ya nduk. Kabari ibu lek enek opo-opo." pinta ibu Citra. ( Oalah begitu? Iya nak tidak apa-apa. Yang penting kamu hati-hati dan kabari ibu jika ada apa-apa. ) "Iya Bu, ibu istirahat nggeh, mbok kalian Wek sampun tilem? Nitip salam damel mbok kalian Wek nggeh Bu. Nggeh pun assalamualaikum." pamit Citra. ( Iya Bu, ibu istirahat ya, nenek dan kakek sudah tidur? Titip salam buat nenek dan kakek ya Bu. Ya sudah assalamualaikum. ) "Iya nak, waalaikumussalam. Hati-hati nak." Panggilanpun berakhir. Citra merebahkan tubuhnya kembali. Mengukir mimpi di malam yang panjang. Apa yang selanjutnya akan terjadi dengan Citra? Dan apa yang akan di lakukan oleh Deny? Apa Deny menyukai Citra?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN