Part 06

1463 Kata
Kean menyeringai menatap pemuda yang sudah tak berdaya di depannya, pemuda yang dengan seenaknya saja berbuat sesuka hati pada anak-anak panti asuhan. "Kau masih mau melawan?! Atau lo ingin gue bunuh sekali?!" Pemuda yang tak berdaya itu menggeleng, takut mendengar pertanyaan bernada dingin dari Kean. Kean yang terkenal sebagai Dewa Neraka, ia tak menyangka akan berurusan dengan anak ingusan yang ditakuti oleh orang-orang yang berprofesi sebagai preman. "Ampun, Bang, " pemuda itu meminta anpun, luka sayatan yang lebar di tangannya membuat pemuda itu mati-matian menahan kesakitan. Rasa sakit yang dirasakan pemuda itu begitu menyayat ulu nadinya. Ia tidak sanggup. Tidak sanggup menerima kenyataan kalau sekarang dirinya kalah dari anak SMA ingusan. "Keanu Harrison, aku mohon ... ampuni aku" Kean tertawa nyaring, mendengar tatapan penuh kesakitan dan ucapan permohonan dari pemuda yang sudah mengusik kehidupan anak-anak panti tak bersalah tersebut. "Ampun? Kau minta ampun?" Kean tersenyum mengejek melihat pemuda itu mengangguk antusias. "Cih! Pergi saja kau ke neraka! Aku tidak akan mengampuni seseorang yang berani hanya pada kaum lemah!" Kean mengarahkan pedang samurainya ke arah tangan pemuda itu, sekali tebas tangan itu langsung putus. Kean tersenyum melihatnya, ia berjalan meninggalkan pemuda itu dengan seringaiannya. Ia tidak akan mendengarkan kata permohonan dari pemuda tersebut. Manusia sampah seperti pemuda itu tak pantas mendapatkan ampunan. "Kau nikmati detik-detik kematianmu!" Kean membakar rumah tua di pinggir kota tersebut, lalu menyeringai. Ia mengambil ponsel dari saku celananya, menelepon kedua sahabatnya dan teman-temannya yang berada di tempat lain. Menyusahkan saja, coba kalau geng kelinci busuk ini tidak berpencar, pasti mereka semua menikmati kebakaran di rumah tua ini. "Kita bertemu di markas!" Kean hanya mengucapkan kalimat tersebut, lalu membawa laju motornya menuju ke markas yang selama ini tempat mereka berkumpul. *** "Mereka sudah mati." Adit mengucapkan kata mati terlebih dahulu. Kean mengangguk, sembari menyesap air putih dari dalam kemasan terkenal. Ia tidak ikut minum-minum dengan teman-temannya, karena setelah ini ia akan ke tempat Ayin. "Aku sebenarnya enggan membunuh. Kalau tidak membayangkan beberapa anak panti yang merenggang nyawa di tangan geng busuk itu!" selama ini Kean jarang sekali membunuh. Baginya membunuh menyusahkan saja, sebab ayahnya akan mengetahui ia membunuh seseorang setelah ini. "Adik-adik Haris meninggal karena ulah mereka. Mereka tidak punya hati membunuh anak-anak kecil yang mencari makan." Gary angkat bicara. Ia tidak suka melihat manusia tidak tahu diri yang menyiksa dan menyebabkan nyawa manusia lemah melayang. Anak-anak panti itu, adalah manusia lemah yang mengharapkan mendapatkan uang. Malah, dengan kejamnya kelinci busuk itu membunuh mereka. "Yang penting sekarang mereka sudah lenyap. Kalian hilangkah jejak kita, gue nggak mau kalau kita tertangkap oleh pihak polisi." Kean memetik rokoknya, lalu mengembuskan asap rokok tersebut ke atas udara. "Siap!! Kami udah mengatasinya." Rembi mengangkat jempolnya. Kean mengangguk, melihat jam yang sudah menunjukkan pukul satu malam. Hem, sepertinya Ayin sudah tidur. Lebih baik ia pulang saja ke rumah, besok pagi baru bertemu dengan pacarnya itu. "Gue mau pulang." Kean berdiri lalu keluar dari markas tempat mereka berkumpul. *** "Pagi Tante," Kean menyapa Dewi dengan senyuman manisnya. Dewi tersenyum melihat Kean yang berdiri di depan pintu rumahnya. Calon menantunya ini, sungguh tampan. "Aduh, Kean makin tampan aja!" Dewi menarik Kean memasuki rumah. Membawa Kean duduk di meja makan. "Ayin! Ini ada Kean!" Dewi berteriak memanggil ponakannya yang masih berada dalam kamar. Dewi berdecak kesal, tak melihat tanda-tanda Ayin akan keluar dari kamar. Ia ingin menyusul Ayin ke kamar, namun dicegah oleh Kean. "Ayin bentar lagi juga turun, Tante," ucap Kean. Benar saja, Ayin menuruni tangga dengan membenarkan letak kacamatanya. Ayin tersenyum pada Kean dan Dewi, mengambil duduk di samping Kean seperti biasanya. "Kamu mau makan roti atau lontong sayur?" tanya Ayin, menatap menu sarapan pagi yang dibuat oleh Dewi dan asisten rumah tangga. "Roti," jawab Kean. Kean termasuk seseorang yang tak menyukai makanan yang bernama lontong sayur. Ia tidak suka dengan tekstur yang keras-keras lunak-lunak di lidahnya. Ayin mengangguk, lalu mengambil beberapa lembar roti dan mengolesinya dengan selai coklat kesukaan Kean. Selama berpacaran lebih satu bulan dengan Kean, Ayin sudah mengetahui apa saja makanan kesukaan dari pemuda itu. "Singkirin tangannya!" Ayin menatap kesal melihat setiap paginya tangan Kean akan nangkring di pahanya. Kean menggeleng, tetap mengelus paha Ayin dengan pelan. Ia suka dengan kegiatan setiap paginya, apalagi menyentuh inti milik kekasihnya ini. Shit! Dirinya tegang seketika. Kenapa cobaannya seberat ini? Kenapa hanya membayangkan menyentuh intin Ayin sudah membuatnya tegang. "Yin, kita berangkat sekarang!" Kean menyudahi makannya, lalu menarik tangan kekasihnya itu. Tak perlu pamit pada Dewi, karena Tante Dewi sudah pergi ke pasar setiap pagi jumat. *** "Ayin, lo mau pacaran sama Kean? Urakan kayak gitu dijadiin pacar!" Ayin tersenyum menanggapi ucapan dari Manda, musuh bebuyutan Kean, Rembi, dan Gary. Setiap kali mereka bertemu selalu saja berperang mulut dan saling mencaci maki. "Gue nolak juga nggak bisa." ucap Ayin pelan. Ia tidak bisa menolak keinginan dari Kean yang ingin menjadikannya pacar pria itu. Ayin hanya menerimanya, tanpa bisa menolak. Sebenarnya pacaran dengan Kean tak terlalu buruk. Kean selama ini masih mampu bersikap baik walau terkadang membuat Ayin takut. Seperti beberapa hari yang lalu, Kean datang ke kamarnya dengan baju penuh bercak darah dan terdapat luka sayatan di lengan kiri Kean. Ayin ingin bertanya, namun bungkam seketika. Kean pasti marah setiap kali Ayin bertanya ini, itu. Dan membuat Ayin diam dan tak bertanya lagi. "Gue kalau jadi lo ... bakal gue cincang tuh burungnya!" "Burung siapa yang mau lo cincang Mandot?" Manda menoleh ke arah Kean, Rembi, dan Gary. Ia mencebik. "Ya, burung lo lah!" jawab Manda tanpa dosa. Kean, Gary, dan Rembi menggeleng. "Nggak nyangka... lo doyannya cincang burung gue. Sini cincang, tapi sebelum cincang gue perkosa lo dulu!" "Najis gue diperkosa sama lo. Lo itu sampah masyarakat tau nggak?!" "Sampah-sampah gini banyak yang doyan. Gue sampah termahal bagi masyarakat." "Sanpah nggak ada yang mahal! Udah dibuang nggak perlu dipunggut lagi." "Mulut lo... pedes kayak cabe rawit." Kean mengambil duduk di samping Ayin yang sedang belajar, tanpa menghiraukan perdebatan antara Kean dan Manda. "Iya dong! Gue harus pedes-pedes ngehadapi sampah-sampah masyarakat kayak kalian!" Manda memandang pada Kean, Rembi, dan Gary secara bergantian, lalu pura-pura muntah. "k*****t! Bener lo, ya!" Rembi berkacak pinggang, tak terima mendengar ucapan dari Manda. Sampah masyarakat? Justru mereka adalah pahlawan masyarakat. Menolong para kaum lemah yang mengusik kehidupan mereka, atau menyingkirkan kaum-kaum yang hanya bisa menindas yang lemah. Seharusnya masyarakat berterima kasih pada mereka. Bukannya menganggap mereka adalah sampah. "Kean, Rembi, Gary, makasi udah menolong anak-anak panti." obrolan mereka terganggu dengan datangnya Haris ditengah-tengah mereka. Ayin menghentikan aktivitas belajarnya, menoleh ke arah Haris yang mengucapkan terima kasih pada Kean dan dua sahabat Kean. Kean mendesah kasar. "Ris, mending lo beliin gue aqua, kalau nggak beliin gue roti. Nih, uangnya." Kean memberikan uang lima puluh ribuan kepada Haris, dengan senang hati Haris menerimanya dan melaksanakan perintah dari Kean. "Lo pade ngapain anak panti? Sampai Haris berterima kasih kayak gitu!" Manda menatap Kean dan dua kurcaci Kean. "Kepo lu!!" Rembi dan Gary berteriak, lalu duduk di kursi mereka. Manda berdecak, apa masalahnya dirinya ingin tahu. Ia itu makhluk paling suka penasaran, apalagi berhubungan dengan tiga musuh bebuyutannya ini. Mana tahu, ia mendapatkan celah untuk menindas Kean dan dua kurcacinya. "Man, mending lo belajar. Kalau nggak gangguin Udin," Kean menunjuk pada cowok yang mengelap ingus dan sekali-kali akan mengorek kuping. Manda merasa mual melihat Udin, yang joroknya minta ampun. Udin adalah siswa yang terkenal jorok dan bisa membuat orang merasa mual meliha udin mengelap ingus dan mengorek kuping. Mending korekannya dibuang, lah ini, koreknya dicium-cium manja atau dijilat-jilat manja kayak es krim. Kan, jijik! "Najis! Gue mending ke kantin aja! Yin, lo mau ke kantin?" Manda bertanya pada Ayin yang merapikan bukunya di atas meja. Ayin tersenyum pada Manda lalu menggeleng, "Nggak. Gue udah makan tadi di rumah." jawab Ayin bernada lembut. Manda mengangguk, lalu berjalan keluar kelas. Setelah kepergian setan bernama Manda, Kean memfokuskan pandangannya pada sang pacar. "Sayang, nanti pulang sekolah ikut aku, ya?" Ayin menoleh ke arah Kean sebentar, mengangkat sebelah alisnya. "Ke mana?" tanya Ayin. Kean tersenyum misterius. "Rahasia. Nanti kamu juga tahu." bisik Kean, dan mengecup bibir Ayin sekilas. Pagi tadi dirinya tak dapat mencium bibir kekasihnya ini. Ia membawa sepeda motor bukan mobil, karena jam di rumahnya sudah menunjukkan angka yang membuatnya harus menahan kekesalan. Dan terpaksa membawa mobil. Ayin hanya mengedikan bahunya, lalu kembali fokus pada bukunya. Mengabaikan rasa penasarannya, ke mana Kean akan membawanya. Tapi, Ayin percaya Kean tak akan macam-macam padanya. Kean sudah berjanji tak akan merebut harta berharganya. Percaya, prinsip pertamanya. Namun, waspada adalah prinsip keduanya. Jangan terlalu percaya, tapi tetap waspada. Percaya pada manusia sepenuhnya bisa menimbulkan kekecewaan. Karena manusia kebanyakan khilaf, mengingkar janji, dan munafik. Kasih kepercayaan sepenuhnya pada Tuhan, jangan kasih kepercayaan sepenuhnya pada manusia. Manusia dan sifatnya sering membuat kecewa. Jadi, Ayin percaya dan waspada pada Kean. Ia tidak memercayai Kean sepenuhnya, karena Kean hanya manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN