“Ambilkan aku defibrilator!” Dokter berteriak memanggil perawat untuk membawakannya alat kejut jantung. Cassidy sudah tidak sadarkan diri dan ia kehilangan banyak darah.
“Bertahanlah, Nak!” Dokter Nathan bergumam sambil mempersiapkan alat kejut jantung.
Di dalam benaknya. Cassidy masih duduk bersandar di tempat tidurnya yang ditegakkan 45 derajat. Pandangannya kosong dan matanya tak menunjukkan cahaya sama sekali.
“Kamu harus segera kembali, Sayang.” Terdengar suara seorang wanita berambut pirang yang mendekat pada ranjangnya. Mata Cass lalu pindah ke sudut ruangan melihat seorang wanita cantik dengan rambut pirang, kulit pucat serta mata biru yang meneduhkan jiwanya.
“Mom ....“ Ibunda Cassidy bernama Delilah tersenyum seperti biasanya. Perawakannya tak berubah. Waktu memang berhenti saat ia tewas pada kecelakaan pesawat 21 tahun yang lalu saat Cassidy masih berusia enam tahun.
“Aku selalu mencemaskanmu,” ujar Delilah lagi masih tersenyum lembut.
“Apa aku sudah mati?” sebut Cass pelan. Delilah menggelengkan kepalanya masih tersenyum.
“Kamu masih memiliki Daddy dan Kakakmu, kenapa kamu malah ingin mati?”
“Apa Mommy adalah arwah gentayangan?” Cassidy bergurau dan Delilah lantas terkekeh.
“Aku akan menghilang saat aku yakin kamu tidak lagi membutuhkanku,” jawab Delilah ikut bergurau. Cass masih tak tersenyum. Ia sadar jika selama ini diikuti oleh arwah ibunya di dalam mimpi. Sayangnya, Cass tidak mau lagi bercerita pada kakaknya Jewel atau ayah dan teman-temannya. Cass menjauhkan diri dan tidak mau melihat mereka.
“Apa aku boleh mati? Aku ingin mati,” ucap Cass datar.
“Untuk apa? Kenapa? Menurutmu kematian itu seperti apa?”
“Menurutku itu akan menyelesaikan semua masalahku. Mungkin aku akan bertemu Sophie ....“ Cass berhenti dan kembali bersedih saat menyebut nama Sophie. Matanya menunduk dan ia murung.
“Apa menurutmu Sophie telah meninggal?” mata Cass naik menatap ibunya lagi. Ia mengangguk pelan.
“Cass, tidak ada kematian yang bisa memisahkan cinta. Aku dan Ayahmu saling mencintai sampai hari ini. Tapi dia tetap hidup untukku agar dia bisa terus menjagamu dan Jewel. Apa menurutmu dia pernah berpikir untuk mati supaya bertemu denganku?” ujar Delilah menjelaskan dengan tutur lembutnya. Cassidy diam menatap ibunya yang tersenyum lembut.
“Kematian bukanlah solusi, Nak. Terutama jika urusanmu di dunia ini belum selesai,” imbuh Delilah memberikan nasehat terbaiknya.
“Tapi aku ingin bertemu Sophie,” jawab Cass lirih dengan mata berkaca-kaca.
“Cari dia.”
Jantung Cassidy kembali berdegup setelah mendapatkan beberapa kali kejutan. Dokter Nathan kembali bisa bernapas meski belum lega. Cassidy sudah membuatnya jantungan.
Cassidy diberi transfusi darah dan akan menjalani operasi secepatnya. Setelah menstabilkannya, barulah Nathan keluar dari ruangan tersebut untuk menemui Jayden dan James.
“Dia kehilangan banyak darah dan harus menjalani sebentar lagi. Operasinya bukan operasi besar tapi karena kerusakan jaringan ototnya agak serius. Selebihnya dia baik-baik saja sekarang. Tadi ....” Nathan kembali menarik napas panjang.
“Tadi kenapa?” James tak sabar dan malah mendesak.
“Jantungnya sempat berhenti. Oh hampir saja tadi dia memperoleh keinginannya untuk mati. Aku benar-benar takut ....”
“Apa? Lalu sekarang?” James bertambah cemas.
“Dia sudah stabil sekarang. Kita tunggu hasil tes dan operasinya nanti. Aku akan terus mengawasinya.”
Gara-gara hal tersebut, James memanggil teman-temannya termasuk salah satu mantan polisi bernama Jose Gonzales.
Jose datang lalu menyapa dan duduk untuk menyampaikan temuannya. Ia tersenyum pada James saat meletakkan sebuah dokumen dari hasil pencariannya selama ini.
“Selamat datang. Apa kamu membawa yang kuminta?” Jose mengangguk lalu membuka sebuah dokumen dan mengenakan kacamatanya.
“Ini, lihatlah!” ucap Jose memberikan dokumen tersebut setelah melepaskan kacamatamu.
“Jadi kamu mencoba mencari soal Sophie Marigold dan mendapatkan ini?” tanya James dan Jose mengangguk lagi.
“Aku mencari di data base penduduk dan menemukan beberapa hal penting. Nama Sophie Marigold belum dilaporkan meninggal oleh keluarganya. Selain itu ada kemungkinan jika dia memalsukan penculikannya untuk kabur dari Cassidy,” ujar Jose menjelaskan dengan raut serius. Jayden mengernyit lalu melirik pada beberapa temannya dan juga James.
“Jadi Sophie tidak diculik melainkan melarikan diri?” ujar James mengulang dan Jose mengangguk.
“Aku rasa kita bisa gunakan kesempatan ini untuk menaikkan semangat Cassidy lagi. Dia bisa mencari Sophie.” Salah satu teman Jayden yaitu Juan mulai bicara. Kini beberapa orang termasuk Jose melihat ke arahnya. Ia tersenyum lalu kembali bicara.
“Jika aku jadi Cass, akan kuburu Sophie dan meminta penjelasannya. Ini menyangkut harga diri seorang pria. Jika Cass masih memilikinya, kobarkan itu!“
“Maksudmu membiarkan dia balas dendam pada Sophie?” sahut Jayden tampak kurang suka. Juan hanya mengatupkan bibirnya lalu tersenyum.
“Mungkin bukan balas dendam ....“
“Aku paham yang dimaksudkan oleh Juan. Cass butuh sesuatu yang menjadi tujuan barunya. Dia harus mencari Sophie dan meminta penjelasan atas apa yang terjadi. Jika dia sudah menemukan Sophie maka dia bisa memutuskan untuk bercerai atau tidak,” ujar James memotong.
“Apa kamu memiliki alamat dan posisi tempat Sophie saat ini?” tanya James lagi dan Jose pun mengangguk.
Semuanya sepakat untuk memberitahukan soal Sophie setelah Cassidy siuman pasca operasi. James dan salah satu sahabat Cassidy datang untuk bicara perihal tersebut. Mereka ikut memberikan dokumen yang diberikan oleh Jose pada Cassidy. Cassidy yang sudah lebih baik.
“Apa yang harus aku lakukan? Aku mencintai wanita yang mungkin tidak pernah mencintaiku. Aku harus bagaimana,” ucap Cass dengan tatapan sendu kala membaca dokumen tersebut.
“Kamu bisa mencarinya untuk meminta penjelasan darinya. Kamu berhak melakukan itu, Cass. Jika sudah mendengar semuanya, kamu bisa memutuskan. Apa kamu akan mempertahankan pernikahanmu atau tidak,” ujar sahabat Cass yaitu Andrew Miller.
“Kami akan mendukungmu, Nak.” James mengusap pundak Cassidy mencoba memberikannya kekuatan. Cassidy yang kecewa menarik napas panjang dan mata berkaca-kaca dan rahang mengeras.
Setelah mendapatkan perawatan, Cassidy pulang ke rumah neneknya untuk mendapatkan perawatan. Ia disambut oleh sang nenek yang telah menunggunya.
“Cucuku!” ucap Tantria begitu terharu untuk memeluk Cassidy yang juga datang memeluknya. Tangis Tantria akhirnya pecah di d**a Cass. Cucunya pulang ke rumahnya setelah beberapa bulan kehilangan dirinya sendiri.
“Maafkan aku, Nana. Maafkan aku.” Cass mengecup ujung kepala Tantria yang memeluk pinggangnya erat.
Cassidy memiliki tekad baru untuk mencari Sophie. Lokasi tempat tinggal Sophie telah ditemukan dan Cassidy akan mempersiapkan dirinya menyusul ke tempat itu. Dari rumah neneknya, Cassidy menyetir menggunakan mobil Camper Van ditemani oleh seekor anjing.
Mereka pun tiba di Ferndale setelah berkendara berpuluh jam dari New York. Alamat Sophie hanya menyertakan nama kota tanpa alamat lengkap. Namun, tekad Cass sangat kuat untuk mendapatkan Sophie. Cassidy berhenti di sebuah pom bensin. Sambil mengisi bensin, ia mampir ke mini market tak jauh dari sana.
“Apa kamu pernah melihat dia?” tanya Cassidy pada kasir yang melayaninya. Cassidy memperlihatkan foto Sophie pada pria tersebut. Pria itu mengernyit lalu memandang curiga pada Cassidy.
“Tidak.” Kening Cassidy mengernyit. Ia tahu jika kasir itu berbohong.
“Apa dia tinggal di daerah ini? katakan di mana dia tinggal, jika tidak, aku tidak akan melepaskanmu.” Kasir itu langsung menodongkan senjata shot gun-nya pada Cass. Cass spontan menaikkan kedua tangannya dan mundur.
“Pergi!” Kasir itu mengusir Cassidy dari tokonya. Cassidy masih belum beranjak. Kasir itu keluar dari mejanya masih terus menodongkan senjata.
“Aku bilang pergi─” bunyi denting bel terdengar tanda ada pengunjung yang masuk. Cassidy berbalik ke pintu masuk saat Sophie mendorong pintu dan melangkah.
Sophie terperanjat dan menjatuhkan keranjang madunya. Tangannya terangkat ke atas dengan mata terbelalak tak percaya. Begitu pula dengan Cassidy yang terperanjat melihat Sophie memang masih hidup. Lebih kaget lagi saat ia melihat Sophie ternyata sedang hamil besar.
“Sophie ....” Cassidy menyebut terpaku.
“Cass ....”