Smith menyukai tantangan, terutama bila hal itu melibatkan pengumpulan berita busuk melalui percakapan telepon dengan tikus-tikus tanpa nama. Aku memberikan detail tentang Anne dan Yarber Marlie, dan kurang dari satu jam ia sudah menyelinap ke kantorku dengan seringai bangga.
Ia membaca dari catatan. "Anne Marlie dimasukkan ke Rumah Sakit Santo Petrus tiga hari yang lalu, di tengah malam, kalau boleh kutambahkan, dengan berbagai macam luka. Sebelum itu, polisi ditelepon datang ke apartemennya oleh seorang tetangga yang melaporkan telah terjadi percekcokan rumah tangga cukup hebat. Polisi menemukannya berbaring di sofa ruang duduk dalarn keadaan teraniaya hebat. Yarber Marlie jelas dalam keadaan mabuk, sangat gusar, dan pada mulanya hendak memperlakukan polisi seperti ia baru saja memperlakukan kepada istrinya. Ia sedang memegang tongkat pemukul softball dari aluminium, senjata pilihannya. Ia cepat-cepat diringkus, ditahan, didakwa melakukan penganiayaan, dan di bawa pergi. Istrinya dibawa dengan ambulans ke rumah sakit. Ia memberikan pernyataan ringkas kepada polisi, mengatakan suaminya pulang dalam keadaan mabuk sesudah suatu pertandingan softball, lalu meletus pertengkaran konyol, mereka berkelahi, dan sang suami menang. la mengatakan suaminya dua kali memukul pergelangan kakinya dengan pemukul, dan dua kali meninju wajahnya."
Malam itu aku tak bisa tidur memikirkan Anne Marlie serta mata dan kakinya yang cokelat, dan membayangkan ia dianiaya begitu biadab membuatku mual. Smith mengawasi reaksiku, jadi aku berusaha menunjukkan wajah tenang. "Pergelangannya dibalut," kataku, dan dengan bangga Smith membalik halaman. la punya laporan lain dari sumber berbeda. Data ini terkubur dalam berkas Pertolongan di Dinas Pemadam Kebakaran Southaven. "Agak tidak jelas tentang pergelangan tangannya. Saat terjadi penganiayaan, suaminya menekan pergelangannya ke lantai dan mencoba memaksakan hubungan seks. Jelas laki-laki itu tidak sedang b*******h seperti perkiraannya semula, mungkin gara-gara terlalu banyak bir. Perempuan itu telanjang bulat ketika polisi menemukannya, hanya tertutup sehelai selimut. la tidak bisa lari, sebab pergelangan kakinya retak."
"Apa yang terjadi pada suaminya?"
"Menginap semalam di penjara. Ditebus dengan uang jaminan oleh keluarganya. Harus menghadap pengadilan seminggu lagi, tapi tidak akan terjadi apa apa."
"Kenapa tidak?"
"Kemungkinan besar istrinya akan mencabut dakwaan, mereka akan berciuman dan rukun kembali, lalu dia akan menahan napas sampai suaminya melakukan hal itu lagi."
"Bagaimana kau tahu...”
"Sebab ini sudah pernah terjadi. Delapan bulan yang lalu, polisi mendapat telepon yang sama, pertengkaran yang sama, segalanya sama, kecuali dia lebih beruntung. Cuma beberapa luka memar. Jelas pemukul bola itü tidak dipakai. Polisi memisahkan mereka, memberikan sedikit konseling di sana. Mereka cuma anak-anak, benar, baru saja menikah. Mereka kemudian berciuman dan rukun lagi. Kemudian, tiga bulan yang lalu, pemukul bola diperkenalkan dalam pertempuran, dan dia melewatkan satu minggu di Santo Petrus dengan beberapa rusuk patah. Urusan dialihkan ke Bagian Penganiayaan dalam Rumah Tangga Kepolisian Southaven, dan mereka mendesak keras agar si suami dihukum berat. Tapi dia mencintai bocah itu dan menolak memberikan kesaksian yang memberatkan. Semuanya dicabut. Itu sering terjadi.”
Perlu beberapa saat untuk mencerna ini. Aku sudah curiga kalau ada masalah di rumah, tapi tidak seseram ini. Bagaimana mungkin seorang laki-laki mengambil tongkat aluminium dan memakainya untuk memukul istri sendiri? Bagaimana mungkin Yarber Marlie meninju wajah yang begitu cantik?
”ltu sering terjadi,” Smith mengulangi, dengan tepat membaca pikiranku.
"Ada yang lain?” aku bertanya.
"Tidak. Cuma jangan terlalu dekat.”
"Terima kasih," kataku, pening dan lemah. "Terima kasih.”
la berdiri. "Sama-sama.”
***
Tidak mengejutkan apabila Bolie sudah lebih banyak belajar menghadapi ujian daripada aku. Dan, seperti biasa, ia mengkhawatirkan aku. la menjadwalkan acara belajar bersama secara maraton ini, di salah satu ruang rapat biro hukum Matthew.
Seperti instruksi Bolie, aku tiba tengah hari tepat. Kantor-kantor itu modern dan sibuk, dan yang paling ganjil pada dari tempat ini adalah kenyataan bahwa semua orang berkulit hitam. Satu bulan terakhir ini aku sudah melihat banyak kantor hukum, dan aku hanya bisa mengingat satu sekretaris kulit hitam dan tak seorang pun pengacara kulit hitam. Di sini tak satu pun wajah putih terlihat.
Bolie membawaku dalam tur singkat melihat tempat tersebut. Meskipun saat itu sedang istirahat makan siang, tempat itu tetap sibuk. Word processor, mesin foto copy, faximile, telepon, suara-suara—lorong-lorongnya hiruk-pikuk luar biasa. Para sekretaris bergegas makan siang di meja kerja yang diselimuti tumpukan-tumpukan tinggi pekerjaan yang tertunda. Para pengacara dan paralegal di sana cukup menyenangkan, tapi mereka harus bergegas. Dan ada kode berpakaian yang keras bagi setiap orang—setelan jas hitam, kemeja putih untuk pria, rok polos untuk wanita—tidak ada warna-warna cerah, tidak ada celana panjang.
Di mataku terbayang perbandingan tempat ini dengan Jones Craig, dan aku memutusnya.
Bolie menerangkan bahwa Jose Matthew sangat berdisiplin. la berpakaian sangat rapi, sungguh sungguh profesional dalam segala aspek, dan menyusun jadwal kerja yang kejam. la tidak menuntut kurang dari partner dan stafnya.
Ruang rapat itu terletak di sudut yang tenang. Aku mendapat tanggung jawab membawa makan siang, dan aku membuka bungkus sandwich yang kuambil di Yugo's. Sandwich gratis. Kami mengobrol paling banyak lima menit tentang keluarga dan teman-teman kuliah. la mengajukan beberapa pertanyaan tentang pekerjaanku, tapi ia tahu perlu menjaga jarak. Aku sudah menceritakan segala hal kepadanya. Hampir segalanya. Aku lebih suka ia tidak tahu tentang pos terbaruku di Rumah Sakit Santo Petrus dan kegiatanku di sana.
Bolie sudah jadi pengacara sungguhan! la melirik jam tangan sesudah waktu yang dijatahkan untuk obrolan kecil, kemudian meluncur ke acara siang yang sudah ia rencanakan dengan sangat bagus untuk kami berdua. Kami akan bekerja selama enam jam nonstop, hanya disela istirahat minum kopi dan ke kamar kecil, dan pukul enam tepat kami akan keluar dari sini, sebab ada orang lain yang sudah memesan ruangan itu.
Mulai pükul dua belas siang sampai dua siang kami mengulang hukum pajak pendapatan federal. Kebanyakan Bolie-lah yang berbicara, sebab ia selalu lebih memahami urusan pajak. Kami belajar dari materi ulasan ujian, dan soal perpajakan saat ini sama padatnya dengan kuliah musim gugur tahun kemarin.
Pukul dua siang ia mengizinkan aku pergi ke kamar kecil dan mengambil kopi, dan mulai saat itu sampai pukul setengah tiga, aku mengambil alih pembicaraan, mengulas peraturan federal tentang barang bukti. Bahan yang sangat menarik. Gairah Bolie yang meluap-luap temyata menular, dan kami menekuni beberapa bahan yang menjemukan.
Gagal dalam ujian ikatan pengacara merupakan mimpi buruk bagi associate muda mana pun, tapi aku merasa kalau itu benar-benar akan jadi malapetaka bagi Bolie. Terus terang, bagiku hal itu bukanlah kiamat. Kegagalan akan meremukkan ego, tapi aku akan pulih. Aku akan belajar lebih keras dan mencoba lagi enam bulan kemudian. Henry tidak akan peduli selama aku bisa menjerat beberapa klien tiap bulan. Satu kasus kebakaran yang menguntungkan cukuplah, dan Henry tidak akan peduli aku ikut ujian lagi.
Namun Bolie bisa mengalami kesulitan. Aku curiga Mr. Jose Matthew akan membuat hidupnya sengsara kalau ia sampai gagal pada ujian pertama. Kalau ia gagal dua kali, mungkin tamatlah riwayatnya.
Pukul 14.30 tepat, Jose Matthew masuk ke ruang rapat dan Bolie memperkenalkanku. la umur lima puluhan awal, sangat bugar dan ramping. Rambutnya sedikit beruban di sekitar telinga. Suaranya lembut, tapi matanya tajam. Kurasa Jose Matthew bisa melihat sesuatu yang tak kasatmata. la adalah legenda dałam kalangan hukum di Selatan, dan sungguh suatu kehormatan bisa bertemu dengannya.
Bolie sudah mengatur suatu kuliah. Selama hampir satu jam kami mendengarkan dengan penuh perhatian ketika Matthew menguraikan dasar-dasar gugatan perkara hak-hak sipil dan diskriminasi pekerjaan. Kami mencatat, mengajukan beberapa pertanyaan, tapi kebanyakan kami hanya mendengarkan.
Kemudian ia pergi untuk menghadiri rapat, dan kami melewatkan setengah jam berikutnya berdua saja, mempelajari undang-undang antitrust dan monopoli. Pukul 16.00, kuliah lain.
Pembicara berikutnya adalah Denis Lennon, partner lulusan Harvard dengan keistimewaan dałam Konstitusi. la mulai dengan lamban, dan baru mulai b*******h sesudah Bolie menyela dan membumbui kuliahnya dengan pertanyaan. Kudapati diriku melamun, membayangkan diriku bersembunyi dałam semak-semak di waktu malam, melompat keluar seperti orang gila dengan pemukul bisbol dan menghajar Yarber Marlie sepuas-puasnya. Agar tetap bangun, aku berjalan mengitari meja, meneguk kopi, dan berusaha memusatkan perhatian.
Di penghujung jam itu, Lennon jadi resah dan bersemangat, dan kami menghujaninya dengan pertanyaan. Ia berhenti di tengah kalimat, melihat jam tangan dengan kaget, dan berkata ia harus pergi. Seorang hakim sedang menunggu entah di mana. Kami mengucapkan terima kasih atas waktu yang ia berikan, dan ia bergegas pergi.
"Kita punya satu jam lagi," kata Bolie. Saat itu pukul lima sore. "Apa yang akan kita lakukan?"
"Ayo minum bir."
"Maaf. Apakah kita akan belajar undang-undang properti atau etika?”
Aku perlu belajar etika, tapi aku letih dan tidak berminat untuk diingatkan betapa menyedihkan dosa dosaku. "Mari kita belajar properti."
Bolie beranjak melintasi ruangan dan mengambil buku-bukunya.