Murid Baru

1134 Kata
Suasana kelas X IPA 5 sangat ramai. Kelas itu yang terdiri dari empat geng besar yang sibuk dengan aktivitas masing-masing. Kecuali Bambang, si master fisika yang telaten mengerjakan soal-soal olimpiade di bangku depan meja guru seorang diri. Makhluk itu tak termasuk golongan manapun. Perkumpulan cewek penggosip asyik mengobrol di bangku sebelah utara kelas. Mereka membicarakan segala macam rumor, termasuk siapa yang menghamili kucing dari kampung sebelah. Para penggemar K-Pop dan K-Drama membicarakan artis-artis Korea favorit mereka di bangku sebelah barat kelas. Di timur kelas, ada perkumpulan cowok dengan hobi atletik, heboh memprediksi siapa yang akan menjadi juara liga BBVA musim ini, Real Madrid atau Barcelona. Di pojok belakang kelas tak kalah seru, ada perkumpulan cowok yang khusyuk bertransaksi. Anggota perkumpulan itu terdiri dari Igo si rambut merah, Tora cowok berotot macam atlet binaraga dengan mata sipit yang menyamar jadi anak SMA, Yusuf si culun dengan kacamata setebal botol s**u, Erlangga si gundul berjiwa pemimpin sang ketua kelas, serta Fauzan pemuda berambut keriting brekele. Mereka sedang melakukan bisnis rahasia yang hanya dilakukan oleh sesama pria. "Ini Asia Carera," jelas Fauzan. Tora dan Igo mengangguk-angguk, sementara Yusuf sibuk mengutak-atik laptop. Dia tampak tidak tertarik dengan pembicaraan teman-temannya, padahal biasanya cowok itu yang paling antusias. "Kamu ngapain sih?" tanya Igo pada sahabatnya itu. "Ada bisnis, nanti kalau cair uangnya kutraktir," jawab Yusuf tanpa berpaling dari laptop. Igo mengangkat bahu kemudan diam-diam melirik ke bangku Wulan dan Shita. Dua gadis itu tak ikut kelompok mana pun dan tetap duduk di tempat duduk mereka. Wulan sibuk dengan buku sketsa, sedangkan Shita sibuk dengan novel Agatha Christie di tangannya. Bel tanda pelajaran berbunyi membuat semua murid kembali ke tempat duduknya. Termasuk Tora dan Yusuf. Mereka meninggalkan Igo yang duduk sendirian di bangku paling pojok belakang kelas. Karena jumlah anggota kelas yang ganjil dan membolos pada hari pertama kelas, Igo duduk di sana sendirian. Bertepatan dengan bel, masuklah Pak Prabu Dewanthoro, guru kertaseni yang agak nyentrik dan konyol. Igo ingat saat awal tahun ajaran baru kemarin, guru yang masih single itu mengizinkan anak didiknya dengan nama panggilan apa pun, asal jangan Pak Tho sebab dia takut calon istrinya akan marah bila dipanggil Bu Tho "Selamat pagi semuanya!" kata guru berusia sekitar empat puluh tahun yang masih terlihat keren itu sambil menyengih. Pria itu kemudian meletakkan tasnya di atas meja dan tersenyum pada seluru kelas. "Hari ini ada murid baru yang bergabung dengan kelas kalian, silahkan masuk, Nak!" seru Pak Prabu sambil membukakan pintu. Yusuf mengerutkan kening mendengar penuturan Pak Prabu itu. "Kok ada anak pindahan di pertengahan KBM gini? Aneh banget!" komentarnya bingung. "Ya juga ya, mungkin dia korban bully yang kabur dari sekolahnya yang lama," tebak Tora. Yusuf tampak mengernyit saat mendengar kata 'bully' dari mulut Tora tapi segera mengubah ekspresinya dan memilih bertopang dagu. Si murid baru melangkahkan kaki memasuki kelas X IPA 5. Seluruh kelas tertegun. Terutama cewek-cewek yang nggak bisa melihat barang bening. Di depan mereka berdirilah seorang cowok super ganteng yang pantas menjadi model, tinggi, berkulit putih mulus tanpa jerawat. Mirip artis-artis Korea. Shita memandang cowok itu dan tertegun. Cowok itu adalah cowok yang ditemuinya di DTC kemarin, kan? Apa dia tidak salah lihat? Trio Arina, Citra dan Elli berteriak dengan suara melengking, lalu menutup mulut dengan kompak. Mereka menoleh pada Shita dan menunjuk-nunjuk ke depan. Shita hanya menyengih ala iklan pasta gigi kemudian membuang muka. Wulan yang bingung bertanya dengan bahasa isyarat kepadanya. "Ah, nggak papa kok." Shita berpura-pura bersikap biasa saja. Wulan memandang ke depan kelas, entah karena kebetulan atau apa si murid baru itu tengah menatapnya denga lurus. Wulan mengalihkan pandangan ke tempat lain karena gugup ditatap cowok seganteng itu. Sementara Igo yang duduk di bangku pojok paling belakang mengernyitkan dahinya. "Kayaknya pernah lihat," kata Igo sambil memegangi dagunya. "Nah, cowok ganteng, silahkan perkenalkan dirimu di depan teman-teman barumu." Pak Prabu memberi instruksi. "Nama saya Haru Dhanuswara, salam kenal semuanya," kata Haru dengan nada datar. Dia bahkan tidak benar-benar menatap teman-teman sekelasnya itu. Kembali ke sekolah sebenarnya bukan hal yang diinginkannya. Bergaul dengan orang-orang bodoh di depannya ini pasti hanya membuang-buang waktunya yang berharga. Namun, ada alasan kuat mengapa Haru harus masuk ke sekolah ini. Ada sesuatu yang ingin diselidikinya. "Oke, Haru, sekarang kamu bisa duduk di...." Pak Prabu memutar pandangannya keseluruh kelas dan menemukan hanya ada satu tempat kosong di sebelah Igo. "Di sana ya, di pojok sana!" Igo mendesis. Kenapa harus sebangku sama murid baru yang aneh ini, sih? s**l banget! Haru menghampiri bangku Igo. Saat melewati bangku Wulan dan Shita, Haru sengaja menatap Wulan lekat-lekat. Wulan merasa aneh sekali. Kok kayaknya anak baru ini dari tadi melotot padanya terus, sih? Sementara Shita yang sebenarnya nggak ditatap sama Haru salah paham karena mengira anak baru itu menatapnya. Ngapain sih nih anak pindah-pindah ke sini segala! Bikin salting aja! Haru meletakkan tasnya di bangku di samping Igo lalu duduk di sana. Sama sekali tidak ada keinginan untuk menyapa Igo yang sudah duduk di bangku itu lebih lama darinya. Igo memicingkan matanya memandang cowok itu. Rasanya Igo pernah melihat cowok ini sebelumnya, tapi di mana ya? Igo berusaha memutar ingatannya dan terkejut. Dia ingat sekarang! Ini kan cowok yang tidak sengaja di tabraknya di g**g kemarin lusa, cowok b******k membuatnya jadi tertangkap gerombolan rentenir yang mengejarnya! "Ah, aku ingat sekarang! Kamu cowok b******k yang waktu itu, kan?!" kata Igo setelah berhasil mendapatkan ingatannya kembali. Haru melirik Igo sambil menopang dagunya. Tatapan matanya sinis dan menusuk. "Oh, kamu cowok miskin yang dikejar-kejar gangster kemarin?" Igo meremas tangannya dengan marah. Harga dirinya terasa jatuh saat anak baru itu memanggilnya "Cowok Miskin". Memang sih dia memang miskin, tapi nggak usah dipanggil begitu dong! Igo mencoba sabar dan menarik napas panjang. "Hei, cowok kaya! Kuberi tahu satu hal sebagai orang yang sudah duduk dibangku ini lebih lama darimu! Aku punya alergi kalau bersentuhan dengan orang sepertimu jadi...." Igo mengambil tip-x entah milik siapa yang ada di dekat jendela di sampingnya lalu membagi meja menjadi dua dengan tip-x itu. "Jangan lewati batas ini! Atau bayar lima ribu!" geram Igo dengan garang. "Hanya lima ribu?" cemooh Haru sombong. Dengan sengaja dia meletakkan bukunya melewati garis buatan Igo lalu merogoh sakunya dan mengeluarkan selembar uang seratus ribu dari sakunya dan menunjukannya pada Igo. "Ambil kembaliannya," kata Haru tenang. Igo menatap cowok itu dengan kesal tapi mengambil uang itu dengan kasar. Lumayan jugalah lagi bokek. Bodoh amat dengan harga diri, Igo bisa jadi orang kaya kalau duduk dengan cowok kaya sombong satu ini! Igo pun membuang mukanya ke luar jendela dengan kesal. *** Bu Tho penyebutannya mirip dengan Buto, makhluk dari mitologi Jawa. Kebanyakan wujud bangsa buto berupa raksasa tinggi besar dengan rambut keriting gimbal awut-awutan, berhidung bulat dan besar, dan bertaring melengkung (seperti wujud buto dalam pewayangan). Tingginya bisa mencapai 30 meter. Namun ada juga buto yang wujudnya seperti raksasa kerdil (seperti patung dwarapala), tinggi badannya hanya sekitar dua meter.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN