BAB 3

1279 Kata
“Dengar, ya, Tuan Sok Kaya. Aku tidak pernah meminta apa pun dari Sean. Asal kautahu, aku mendapat beasiswa sehingga dia tidak perlu membayar uang kuliahku. Meskipun dia membayar uang sewa rumahku, itu adalah pinjaman yang akan kukembalikan. Apa urusannya denganmu?” sergah Thania. William makin menajamkan tatapannya kepada Thania. Napasnya makin menderu dan darahnya memanas melihat Thania yang berlagak sombong dengan harga dirinya. “Tentu ada. Kau mengganggu hidup salah satu anggota keluarga Anderson. Itu artinya kau mengganggu hidupku juga!” sergah William. “Kau sudah mengganggu kehidupan adikku dengan mendekati dan merayu Sean. Kau p*****r murahan yang sanggup melakukan apa saja demi mendapat keinginanmu. Termasuk memberikan tubuhmu pada Sean!” Ucapan William sungguh menginjak-injak harga diri Thania. Selama ini Thania sangat menjaga harga dirinya meskipun ia hanya seorang pelayan restoran dan anak penjual bunga. Thania tidak tahan dengan semua tuduhan William. Amarahnya memuncak hingga ia menampar wajah William dengan keras. William terbelalak. Ia tak pernah menduga perempuan yang terlihat lemah bisa dengan begitu keras menamparnya. Belum pernah ada seorang pun perempuan yang berani berbicara kasar apalagi sampai menamparnya seperti ini. Tamparan Thania membuat darahnya mendidih. Emosinya meluap tak tertahan. Dia mendorong tubuh Thania ke dinding kamar tanpa perasaan. “Aargh!” Thania menjerit menahan sakit. William mencengkeram kedua bahu Thania dengan sangat kuat. Thania kembali menjerit dan memekik. Thania meronta, tetapi hanya rasa sakit yang makin ia dapatkan. Pria itu seperti elang yang mencengkeram mangsanya, sangat kuat. “Buktikan padaku kalau kau tidak seperti yang aku pikirkan!” William membalikkan posisi Thania hingga bagian depan tubuh perempuan itu merapat ke dinding kamar. Kemudian, William merapatkan tubuhnya ke perempuan itu. Sementara, tangannya sibuk mencoba membuka kaus Thania. Dalam sekejap, Thania sudah kehilangan kausnya dan hanya bra hitam yang menutupi bagian atas tubuhnya. “Sial! Lepaskan aku! Dasar gila!” teriak Thania sambil terus meronta. Aksi William makin liar. Dia mencoba menurunkan rok Thania. Libidonya makin terpacu melihat tubuh setengah telanjang Thania “Berengsek! Lepaskan aku!” Thania mempertahankan pakaian dalamnya yang hendak dibuka paksa oleh William. “Seharusnya, kaunikmati saja, perempuan murahan! Tidak usah sok suci di depanku,” ucap  William penuh intimidasi. Thania terisak. “Lepaskan aku! Aku mohon!” William tak menggubris sedikit pun permohonan Thania. Ia membalikkan kembali tubuh Thania hingga berhadapan dengannya. Tanpa tedeng aling-aling, pria itu melumat bibir Thania dengan kasar dan liar. Ia bahkan tak memberi kesempatan kepada Thania untuk menghirup oksigen lebih banyak. Ia terus mengisap, menggigit, dan menjelajahi seluruh bagian bibir Thania. Ia tak memedulikan penolakan dan jeritan Thania saat ia membelai pinggang hingga ke punggung perempuan itu. Berkali-kali Thania memohon, tetapi pria itu seperti ditulikan. Gairah primitif sudah mengalahkan logikanya. Ia melempar tubuh Thania ke ranjang. Dengan gerakan yang sangat cepat, William menindih tubuh perempuan itu dan kembali mencumbunya dengan kasar dan membabi buta. Rontaan dan teriakan Thania sia-sia. Tidak ada siapa pun yang bisa menolongnya. Tangan nakal William yang terlatih membuka pengait bra Thania hanya dalam hitungan detik, lalu melemparnya sembarangan. Kulit mereka menempel dan melekat tanpa pembatas. William bisa merasakan dadanya bersentuhan dengan p******a perempuan itu. Tangis Thania meledak. Ia tak mampu lagi menahan semua serangan hasrat William yang menggebu-gebu. “William, tolong hentikan! Aku mohon.” Thania kembali mengerang ketika William mulai bermain dengan payudaranya. Tenaganya sudah hampir habis untuk terus melakukan perlawanan. Perempuan itu berharap semua ini hanya mimpi buruk dan ia akan segera terbangun. Thania akhirnya menyerah. Ia membiarkan William melucuti kain terakhir yang menutupi bagian bawah tubuhnya. William pun bergegas melucuti pakaiannya. Damn! Kenapa hasratku begitu besar pada perempuan murahan ini? Setiap inci dari tubuhnya membuatku b*******h. Double damn! Aku tidak bisa menghentikan ini. Bibirnya, lehernya, dadanya menggairahkan, bahkan jemarinya pun membuatku panas dan ingin menikmatinya. Rintihannya terus memacu hasratku untuk segera membenamkan diriku padanya.  William mencoba menyatukan dirinya dengan Thania. Namun, celah sempit yang belum terjamah itu membuat William bekerja tiga kali lebih keras. “Hentikan!” Thania merintih. Air mata Thania tak berhenti menetes. Ia merasa hampir mati menahan rasa sakit yang mendera bagian bawah tubuhnya. Pikirannya melayang pada Sean dan orangtuanya. Ia tak pernah menduga akan dilecehkan seorang Anderson yang hanya ia tahu dari berita di akun gosip media sosial dan televisi. William menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjang Thania yang masih tergolek lemas. Ia mengenakan kembali pakaiannya. “Kenapa kau tidak mengatakan padaku kalau kau masih perawan?” tanya William sambil mengancingkan celananya. Thania membisu. Ia masih menangis. Harga dirinya diinjak-injak pria gila yang tiba-tiba menculik dan memerkosanya. “Cepat bangun dan pakai baju ini!” William melempar kemeja putih yang baru saja diambilnya dari lemari yang terletak di sudut kamar. Dengan menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya, Thania bangkit perlahan. Ia meraih kemeja yang diberikan William, lalu mengenakannya. Semua umpatan dan caci maki yang ingin ia lontarkan pada William masih tertahan di tenggorokannya. “Ini, ambil!” William melemparkan segepok uang seratus ribuan ke pangkuan Thania yang masih duduk di tepi ranjang. Thania terperangah melihat uang di pangkuannya. Pria itu sudah menggoreskan luka yang teramat dalam kemudian ia menyiramnya dengan cuka. Sungguh, pria sinting itu pandai sekali menciptakan rasa sakit yang sempurna untuk Thania. Ia berjalan tertatih mendekat ke William yang berdiri beberapa meter darinya. Pria aristokrat itu menatap Thania dengan tatapan yang sama sebelum ia merenggut kehormatan Thania. Tak secuil pun rasa penyesalan terlihat di kilat matanya. Thania memegang erat uang yang dilemparkan William tadi kepadanya. Matanya yang berair menatap William dengan tatapan berapi-api. Kemudian, ia melemparkan uang-uang itu tepat ke wajah William hingga berhamburan. “Kaupikir, kau bisa membeli semua yang kauinginkan? Kau sakit sama seperti adikmu!” hardik Thania. “Aku bahkan tak mengenalmu. Kenapa kaulakukan ini padaku? Apa salahku?” William mengeraskan rahangnya. Tatapannya menajam, mengunci tatapan Thania. Ia menarik kerah kemeja yang dikenakan Thania dan mencengkeram kuat rahang perempuan itu. “Kau mau tahu apa salahmu? Kau sudah mengganggu ketenangan hidup anggota keluarga Anderson. Dasar perempuan miskin yang tak tahu diri! Beraninya kau mendekati kekasih adikku! Bahkan, kau berani merayunya dengan segala cara agar dia mau denganmu.” “Apa? Aku tidak merebut apa pun dari adikmu. Asal kautahu, Tuan Sombong, Sean tidak pernah menyukai adikmu. Dan jika Sean mencintaiku, apa itu salahku?” tandas Thania dengan suara tertahan. “Dasar perempuan murahan!” William makin mengurangi jaraknya dengan Thania hingga napasnya terembus di bibir Thania. “Kau mencoba menjadi Cinderella? Ingat, kau tidak akan bisa! Tidak akan pernah bisa!” William melepas cengkeramannya dari rahang Thania. Ia mendorong kuat bahu Thania hingga perempuan itu melangkah mundur dan hampir terjatuh. Sebelah tangan Thania menopang ke dinding kamar agar ia tetap bisa berdiri. Napasnya terengah-engah sembari melayangkan tatapan marahnya kepada William. “Pikiranmu picik sekali, William. Aku tidak pernah menduga orang berpendidikan sepertimu dari keluarga terpandang bisa berpikiran dangkal seperti itu. Aku yakin ayah dan ibumu tidak mendidikmu untuk menjadi b******n. Oh, maaf aku baru ingat gosip itu. Aku lupa kau tidak punya ibu. Ibu yang sebenarnya!” Tamparan keras mendarat di pipi Thania hingga wajah perempuan cantik itu terlempar ke samping. Pipi mulusnya memerah. Ia pun tersentak saat William mencengkeram rahangnya dan menyudutkannya ke dinding kamar. Dalam sekejap, William berhasil membuat Thania kehabisan napas saat cengkeramannya turun ke leher jenjang perempuan itu. “Will ... argh!” Thania mengerang kesakitan. “Dengar, jangan pernah membawa-bawa wanita tua itu. Kau tidak tahu apa pun. Kau tidak berhak membicarakannya! Ingat, jauhi Sean atau aku akan melakukan lebih dari yang sudah aku lakukan padamu. Mengerti?” bentak William, tersulut emosi. William meremas rambutnya kesal. Ia tidak menyangka Thania akan menyinggung soal ibunya. Oh, tidak. Wanita itu bukan ibunya. Thania benar, ia tidak memiliki ibu. Ia menggeretakkan giginya marah. Thania sukses mencabik-cabik perasaannya hingga ia ingin menghancurkan Thania sekali lagi dengan amarahnya. ===== Alice Gio
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN