Masih Edisi Kondangan

1691 Kata
Gue sudah siap, siap berangkat kondangan bersama bang Sul. Setelah kemarin ujung-ujungnya beli baju batik di butik yang cukup menguras kantong bang Sul pastinya. Gue memutar badan di depan cermin. Dress batik panjang dengan motif wayang (kata Bang Sul ) terlihat pas di badan gue.  Leh uga dandanan gue malam ini, batik berwarna coklat gue padukan dengan jilbab berwarna gold dengan riasan wajah ala kadarnya, alias gue cuma pakai bedak sama lipstik plus eyelinear sama mascara seiprit. Gue mendesah pelan melihat makhluk yang ngajakin gue kondangan sekarang malah lagi asyik nonton sinetron 'Ajab' dan dengan santainya dia berceloteh bersama emak dan papa gue ikut mengomentari sinetron tersebut. Gak nyangkakan lo pada ni manusia yang kadang sok cool tontonannya malah sinetron begituan? Iye noh si Bang Sul, gue aja kagak nyangka kalau dia sukanya nonton sinetron perebut suami orang kalau gak ajab-ajaban yang gue bingung itu sinetron yang di azab tokoh antagonisnya atau para pelayatnya, hadeh bikin geleng-geleng kepala aja. "Bang, kuy berangkat." Gue mencolek bahu bang Sul. Sekilas dia menoleh ke arah gue, sekilas beneran deh cuma sekedipan mata doang dan dia langsung kembali melihat ke arah layar televisi, ya salam. "Jadi kondangan kagak oy?" Kali ini gue bukan cuma mencoleknya tapi memukul bahunya cukup keras sampai berbunyi cukup nyaring. Bang Sul meringis dan gue langsung dapat pelototan maut dari emak gue. Gue nyengir sambil mengangkat jari tengah dan telunjuk gue, 'piss mother'. Emak gue cuma menggeleng-gelengkan kepalanya gak nyangka kali ya beliau kalau anaknya yang lemah lembut ini bisa barbar. "Bentar ya Dek, tunggu iklan," katanya kemudian kembali fokus ke arah televisi. Gue mendengus, mendudukan diri di kursi ikut menonton sinetron yang gak gue mengerti kok bisa ada yang suka sama sinetron cem begituan? "Jadi kondangan kagak?" Tanya gue begitu layar televisi menayangkan iklan sampo anti ketombe. Bang Sul memasang wajah memelas, hapal betul gue kalau mukanya udah sok teraniaya gitu pasti ada maunya. "Entar ya Dek. Tanggung, tunggu film nya selesai ya." Bang Sul tersenyum menampakkan gigi putihnya, matanya mengedip-ngedip seperti kelilipan batu bata. Kan kan, yang ada nunggu tu sinetron abis acara di tempat kondangannya juga abis. Gue ikut tersenyum, menyunggingkan senyum semanis mungkin kemudian mengangguk dan bisa gue lihat wajah bang Sul terlihat lega. "Okeh, kalau gitu aku ganti baju lagi." "Lah kenapa?" tanya bang Sul tangannya mencoba meraih lengan gue yang sudah mau beranjak ke kamar. "Katanya mau nonton itu sinetron sampe selesaikan? Sekalian aja gak jadi kondangan?" Gue menatap sangar ke arah bang Sul, manusia yang gue tatap malah tambah memasang wajah melas nelangsa. Gak mempan woy. "Yah gak gitu juga Dek. Ngapain kita beli baju couple-an kalau gak jadi kondangan." Gue menghela napas yang terasa berat, gue ini emang orangnya gak sabaran dan syukurnya gue ngerasa gue selalu on time  dan kalau udah ketemu kejadian kayak gini bawaannya emosi pengen ngegeplak kepala Bang Sul biar otaknya agak beneran dikit, tapi naasnya ada orang tua gue yang udah natap kami dengan tatapan 'ni anak berdua ngapain?' Lah iya gimana enggak wong Bang Sul gayanya udah kayak anak tiri mau ditinggal emaknya di pinggir jalan. "Jadi Kita berangkat sekarang atau gak jadi pergi?" tanya gue memberi pilihan. Wajah bang Sul terlihat gusar beberapa kali melihat ke arah gue dan televisi bergantian. "Jadi?" tanya gue lagi karena beberapa saat tak kunjung ada jawaban. "Oke, yuk," katanya sembari berdiri. Dan akhirnya gue menang melawan sinetron gaje. Alhamdulillah. Bang Sul mulai menyalamin orang tua gue meminta izin membawa gue keluar malam hari untuk pertama kalinya selama kami menyandang status pacaran. Setelah itu bang Sul berjalan mengekori gue, belum kami sampai di depan pintu keluar bang Sul kembali lagi ke ruang tivi. "Ta, judul film tadi apa?" tanyanya ke adik gue, ya Salam. **** Gue menatap cengo ke arah bang Sul mengingat betapa panjang nan mengerikanya judul yang gue gak tahu itu masuk kategori film atau sinetron yang jelas judulnya udah ngalahin panjangnya kenangan gue bersama mantan. "Bang," panggil gue membuat bang Sul menoleh sesaat sebelum akhirnya pandangannya kembali ke depan. "Apa?" "Ini mobil siapose? Tumben pake mobil?" tanya gue. Setahu gue bang Sul kagak punya mobil dah, masa iya mau kondangan aja dia beli mobil dulu? Bang Sul menoleh ke arah gue begitu lampu rambu lalu lintas menunjukkan warna merah. Matanya menyipit menyaratkan ketidaksukaan. "Apa?" tanya gue. Aneh aja rasanya diplototin orang. "Kamu semenjak ketemu makhluk tak terdefinisi itu jadi ketularan cara bicaranya. Abang gak suka." Bibir gue mengerucut menahan senyum, gak tahu suka usil aja kalau ngelihat dia masang muka bete begitu. "Gak boleh gitu bang. Biar begitu bentuknya, manusia juga loh. Tolong berikanlah contoh yang baik pada pacarmu yang unyu ini," kata gue sembari mengedip-ngedipkan mata, ekspresi mukanya dia itu loh lucu banget kalau udah mulai ngomongin mas mbak Dinda si pengamen j****y. Bang Sul yang mulai menjalankan mobilnya kembali menoleh sekilas ke arah gue dengan wajah memberengut tak bisa protes lagi. "Jadi, ini mobil siapa?" tanya gue lagi. "Mobilnya mbak Santi, sepupu Abang. Gak mungkinkan Abang ngajakin Kamu ke kondangan malam-malam pakai motor, mana pakai dress panjang lagi," katanya menjelaskan, duhile peka juga rupanya. Setelah hampir dua puluh menit perjalanan akhirnya kami sampai juga di parkiran sebuah hotel yang tampak padat kendaraan, kami bahkan kesusahan mendapatkan tempat parkir. Kami berjalan bersisian menuju lokasi pesta, aneh juga rasanya bergandengan tangan dengan bang Sul. Walau udah beberapa bulan kami menyandang status pacaran tapi sangat jarang kami bergandengan tangan begini. Mulut gue nyaris menganga saat melihat antrian yang mengular di depan sana. "Bang, ini serius kita ngantri begini cuma buat salaman?" tanya gue nyaris tak percaya melihat betapa banyaknya manusia di dalam ruangan ini. Bang Sul mengangguk, "Kan ngantrinya bisa sekalian makan," katanya sembari tangannya sibuk menyuap siomay ke dalam mulutnya. Iya juga sih di samping kami mengantri memang berjejer meja panjang yang di atasnya berjejer pula banyak jenis makanan, peka kali ya yang punya pesta sampai punya ide naro meja makannya dideretan antri salaman. "Bang," seru gue yang hanya dibalas gumaman oleh bang Sul. "Yang nikahan siapa sih?" Sejujurnya udah dari kemaren-kemaren gue nanya tapi bang Sul cuma jawab 'temen'. "Temen," jawabnya singkat. Etdah ni orang kalau urusan makan memakan fokusnya duhile. "Orang berada ya? Secara nikahannya meriah banget." Bang Sul mengangguk bisa gue lihat jakunnya turun naik saat menelan makannya. "Iya, dulu dia manager di Bank tempat Abang kerja, tapi udah resign." Gue mengaggukkan kepala, pantes aja coy. Akhirnya setelah hampir setengah jam berdiri mengantri sampai juga kami di depan kedua mempelai. "Wih datang juga Lo," ucap sang mempelai wanita dan langsung dianggukin dengan senyuman oleh Bang Sul. "Iya dong, masa gak datang sih. Kan diundang." Gue masih diam memperhatikan interaksi mereka berdua yang terlihat begitu akrab, sumpah tadinya gue ngira temen si Bang Sul itu mempelai prianya rupanya gue salah sodara-sodara, mana salaman aja pake cupika cupiki segala lagi, gue aja belum pernah kayak begitu sama Bang Sul. "Siapa nih?" tanya sang mempelai wanita temannya bang Sul lagi yang gue tahu namanya Tania. "Calon," jawab bang Sul sumringah. Alhamdulillah gue dikenalin sebagai calon bukan sebagai 'teman' seperti kebanyakan orang yang ngakunya pacaran tapi kalau ditanya siapa jawabnya cuma temen, kan sakit. "Hmmm, pantesan Gue ditolak saingan Gue imut kayak gini, tipe Lo banget," jelasnya. eh eh di tolak apa ni maksudnya? Bang Sul tertawa, "Masih juga diingat udah punya suami juga sekarang." "Yah gimana lagi orang sakitnya masih kerasa. Oiya foto dulu yok,sini-sini merapat." Tania menarik Bang Sul ke sisi sebelahnya sedangkan gue langsung diberi kode untuk berdiri di samping sang suaminya yang sejak tadi hanya tersenyum tak bersuara. Entah kenapa sejak kejadian di atas pelaminan tadi mood gue jadi anjlok seanjlok-anjloknya sebel oy gimana enggak, kelihatan banget tuh si Tania ngabain gue dan terus nahan bang Sul di atas pelaminan padahal ya itu antrian buat salaman udah kayak gerbong kereta api yang mengular panjang. "Kenapa Dek? kok diem aja?" Gue yang  sejak tadi melihat keluar jendela menoleh ke arah Bang Sul yang memandang gue dengan wajah khawatir. "Gak sakit kan?" Tangan Bang Sul menempel di kening gue membuat gue memanyunkan bibir, eh sejak kapan lagi ni mobil berhenti di pinggir jalan. "Kok berhenti sih?" tanya gue mana berhentinya di dekat kuburan pula. "Kamu tuh dari tadi Abang ajak ngobrol tapi diem aja. Sakit?" tanyanya lagi. Gue menggeleng. "Ngantuk," jawab gue, padahal sejak tadi cuma mood gue aja yang mendadak jelek. Kening Bang Sul mengerut seolah tak percaya dengan ucapan gue. "Abang sama Tania itu cuma teman. Dulu sih memang pernah dekat tapi gak sampai pacaran," jelasnya tiba-tiba tanpa gue minta. "Aku gak nanya," ucap gue. Ni orang cenayang apa ya? kok dia tahu sih kalau gue kepo soal itu. "Tapi muka Kamu tuh seolah-olah berkata 'dia itu siapa? ada hubungan apa?'. Kelihatan banget cemburunya," ucap Bang Sul kemudian terkekeh sendiri. Gue memegang wajah gue, eh gila masa iya segitu kelihatannya sih? Memanyunkan bibir gue kembali membuang wajah keluar jendela. "Ini kapan pulangnya sih? mana gelap dekat kuburan lagi," sugut gue. Ngeri aja woy tetibaan ada penumpang gelap di kursi belakang. Bang Sul mulai menjalankan kembali mobil yang kami tumpangi. Berbeda dengan tadi yang senyap sekarang Bang Sul menyalakan musik. "Ah ah ah ah oye ye." Gue menoleh ke arah bang Sul yang mulai bernyanyi mengikuti lagu Tergila - gila yang dinyanyikan oleh Tulus. hari ini kau mesra besok lusa kau dingin kau buatku penasaran Leh uga suara Bang Sul. bisa hilang seminggu lalu terus di sisiku kau buatku penasaran tahukah hati ini luluh lihat wajahmu yang sendu itu yang paling kau andalkan Bang Sul melirik ke arah gue sembari menyanyi mengikuti lagu sembari tersenyum. kau menang menangkan hatiku kau buatku tergila-gila kau pintar buat aku rindu kau buatku tergila-gila, sayangku ini bukan yang pertama tapi ini paling menarik ini bukan yang pertama tapi ini paling menarik aku tahu kau ingin bertemu tapi berlagak tak mau kau ahlinya permainan tahukah hati ini luluh lihat wajahmu yang sendu itu yang paling kau andalkan ooh kau menang menangkan hatiku, kau buatku tergila-gila kau pintar buat aku rindu, kau buatku tergila-gila, sayangku ini bukan yang pertama tapi ini paling menarik ini bukan yang pertama tapi ini paling menarik Eh ini si Bang Sul gak lagi nyindir gue kan ya? kok gue berasa tersindir gini ya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN