Lihat! Kita memang Jodoh

1592 Kata
'Bisa gak gue ngilang sekarang juga,' batin Xavera sesaat setelah ia membaca deretan pesan yang dikirimkan oleh Kellan. Wanita cantik itu bisa saja mengambil tas lalu angkat kaki dari tempat kerjanya sesuka hati, tapi bagaimana jika mobil si4lan itu sampai? Tentu saja semua orang akan mencarinya dan akan banyak drama yang muncul ketika ia menghindar dari situasi itu. Wanita cantik itu tidak akan melarikan diri dan akan menghadapinya dengan sikap yang anggun. Xavera membenahi rambut dan juga penampilannya, ia mencoba duduk tenang meskipun jantungnya sedang senam erobik di dalam sana. Ia sengaja tidak membalas pesan Kellan, biar laki-laki itu tahu kalau dia tidak suka diperlakukan seperti ini. Wanita cantik dan seksi itu menenangkan degup jantungnya yang tidak karuan lalu kembali fokus ke dalam laporan yang sedang ia susun untuk rapat. Ia harus bisa memisahkan antara masalah pekerjaan dan juga urusan pribadinya. Makhluk seperti Kellan tidak hanya satu masuk dalam kehidupan Xavera, sebelumnya juga wanita itu sempat berhubungan dengan laki-laki posesif, tapi tidak ada sebebal dan semengerikan tindakan Kellan ini. Kellan adalah mantan kekasihnya yang benar-benar pantang menyerah dan gil4. Dua puluh menit berlalu dengan tenang, Xavera bahkan selesai mengerjakan laporannya dengan lancar. Ia kini sedang duduk santai berputar-putar di kursi kebanggaannya sambil mendengarkan lagu. Pintu ruangannya diketuk begitu terburu-buru dan kuat membuat dahi Xavera berkerut dalam. "Masuk!" perintah Xavera pada seseorang yang ada di balik pintu. Seorang wanita memakai kemeja hitam berbahan dasar satin dan rok mini bergegas masuk dan menatap Xavera dengan lekat, napasnya pun belum sepenuhnya teratur, terlihat naik turun seolah habis maraton. "Kamu kenapa, Mira?" tanya Xavera menelisik penuh kecurigaan. Xavera akan bersikap sangat formalitas jika berada di kantor. "Itu, Bu. Hmm ... anu, hmm ... itu," jawab Mira terbata-bata. "Mira, kalau bicara itu yang jelas. Saya tidak paham sama anu itu, anu di otak saya itu beda jangkauannya," kata Xavera memutar bola matanya sedikit kesal. "Mahal, itu-Bu, mobil mahal Ibu sudah datang," kata Mira akhirnya. Xavera segera berdiri sambil meneguk salivanya susah payah. Waktu yang ia nantikan telah tiba. Wanita itu segera berdiri dan melangkah lebar menuju ke luar ruangannya. Cukup ramai pegawainya berdiri di depan pintu masuk showroom tempatnya bekerja. Mereka begitu kompak menoleh Xavera saat wanita itu mendekat. "Ini Ibu Xavera," kata salah satu pria bernama Beni memberitahu keberadaan Xavera di sana. Salah satu pegawai marketing mobil ternama, saingan merek mobil yang dijual Xavera melangkah mendekati wanita itu dengan senyum cerah ceria. Xavera mempersilakan pria itu duduk dan mereka mulai berbincang santai. "Selamat siang, Ibu Xavera Grizella. Perkenalkan saya Hendrik, saya datang kemari ingin mengantarkan mobil pesanan Ibu, beserta ingin meminta tanda tangan untuk semua surat-suratnya," kata Hendri dengan sangat bersemangat. Xavera melirik mobil yang ada di atas mobil truk khusus pengangkut mobil, yang ia yakini itu adalah mobil yang dibelikan Kellan untuknya. "Selamat siang, Bapak Hendri. Sebelum saya menandatangani kelengkapan surat menyuratnya, saya ingin menginformasikan kepada Bapak. Saya memesan mobil berwarna biru, kenapa yang diantar ini mobil berwarna hitam? Saya tidak bisa menerimanya," kata Xavera begitu santai dan tetap berwibawa. Hendri melotot mendengar ucapan Xavera, ia memastikan kembali dengan melihat surat yang ia bawa dan pesanan yang tertera di sana. "Mohon maaf, Ibu Xavera, tapi pesanan dari Bapak Kellan yang masuk ke kami adalah berwarna hitam." Hendri mencoba menjelaskan pada Xavera. Wanita berambut panjang itu tersenyum miring dan menatap Hendri mengintimidasi. "Saya tidak pernah memesan warna hitam, tapi yang saya pesan berwarna biru. Silakan bawa pulang lagi mobil ini dan Anda bisa datang lagi kemari dengan membawa pesanan sesuai keinginan saya," kata Xavera penuh penekanan. Hendri terlihat menghela napas berat. "Bagaimana jika saya konfirmasi terlebih dahulu dengan Bapak Kellan, mohon tunggu sebentar yah, Bu." Hendri segera sibuk dengan ponselnya untuk menelepon Kellan. Xavera sendiri duduk manis sambil memainkan kukunya, menunggu dengan sabar reaksi Kellan pada Hendri. "Selamat siang, bisa tolong sambungkan saya pada Bapak Kellan Hilaire. Saya Hendri, staff marketing dari Dealer Ranger Rover ingin mengkonfirmasi pesanan beliau." " ... " "Selamat siang, Bapak Kellan Hilaire. Maaf mengganggu waktu sibuk Bapak. Saya Hendri dari Dealer Ranger Rover ingin memastikan unit mobil pesanan Bapak. Saya minta waktunya sebentar yah, Pak," "Saya saat ini sedang bersama Ibu Xavera, sesuai dengan alamat pengantaran permintaan Bapak. Hanya saja Ibu Xavera mengatakan jika mobil yang diantar tidak sesuai dengan pesanannya," " ... " "Iya, Bapak. Pesanan Bapak di kami berwarna hitam, sedangkan Ibu Xavera bilang berwarna biru," " ... " "Baiklah kalau begitu, Pak. Terima kasih banyak atas waktunya. Selamat siang." Hendri menutup sambungan teleponnya dan memasang senyum cerah ceria kembali pada Xavera. "Ibu, saya sudah konfirmasi dengan Bapak Kellan. Menurut Bapak Kellan, beliau yang keliru memesannya dan saya akan membawa kembali mobil ini dan akan menukarnya dengan warna sesuai keinginan Ibu," jelas Hendri dan hanya ditanggapi dengan anggukan oleh Xavera. "Kalau begitu saya pamit terlebih dahulu. Saya akan kembali lagi jika pesanan warna yang Ibu inginkan sudah tersedia. Terima kasih banyak untuk waktunya, Bu." Hendri berdiri dan mengulurkan telapak tangannya ke arah Xavera. Wanita cantik dan seksi itu membalas jabatan tangannya dan tersenyum penuh kemenangan pada Hendri. "Baiklah. Saya tunggu mobilnya yah," kata Xavera basa-basi. Sepeninggalan Hendri beserta truk pengangkut mobil mewah itu, Xavera menghela napas lega. Setidaknya ia bisa memiliki waktu untuk mencari alasan lain menolak mobil si4lan itu. Ketika ia berbalik, Jonathan beserta jajaran staff lain sudah berdiri berjejer menatapnya penuh tanda tanya. Mata Jonathan, CEO kantornya mengisyaratkan agar wanita itu menghadap pria berstatus duda keren itu ke dalam ruangannya. Xavera melangkah malas, ia pasti akan diinterograsi oleh pria itu mengenai kejadian barusan. *** Tezza duduk di depan layar komputer. Jari jemarinya begitu piawai bergerak di atas mouse dan juga keyboard. Di telinganya juga terpasang headphone. Sepasang mata tajamnya begitu fokus melihat pergerakan lawannya di dalam layar. "Kapan kau akan pulang ke sini?" tanya seseorang melalui headphone pada Tezza. "Tidak tahu. Saya tidak bisa memastikannya. Kau tentu tahu untuk apa saya datang kemari," jawab Tezza tanpa menghentikan gerakannya. "Aku berencana menyusulmu ke sana. Apa kau keberatan?" Tezza menghentikan gerakannya dan membanting mouse dari genggaman tangannya. Mouse itu jatuh terpental dan terpecah belah di lantai secara mengenaskan. Pria itu tampak begitu kesal mendengar ucapan gadis di seberang percakapan sana. "Untuk apa kau menyusul ke sini? Saya tidak ingin keluarga nekatmu berkata yang tidak penting lagi pada media dan kembali menyeret nama saya? Cukup sekali kalian melakukan itu, Shilla. Kita tidak memiliki hubungan apa pun. Saya menanggapimu karena menghargaimu sebagai teman, tidak lebih dari itu. Jangan pernah kemari dengan memakai alasan untuk menemui saya. Saya sama sekali tidak membutuhkan kehadiranmu bahkan tidak ingin terlibat apa pun lagi denganmu. Berhenti menghubungi saya!" ucap Tezza dengan nada tinggi dan terlihat sangat emosi. Tezza melepaskan headphone dari kepalanya dan meninggalkan komputernya begitu saja. “Si4l! Tidak memiliki hubungan apa pun, keluarganya malah membuat rumor tidak penting. Lebih baik memang tidak dekat dengan wanita yang hanya ingin mengambil keuntungan semata,” gumam Tezza. "Kenapa wanita selalu menyusahkan. Menyebalkan!" Tezza menggerutu sambil mengambil jaket kulit hitam kesayangannya dan memasang sepatu kets. Helm full face menutupi wajah tampannya dan ia mulai menstater motor dari basement apartemen tempat tinggalnya. Pria muda itu memilih untuk menghabiskan waktu sore menjelang malamnya di kafe. Ia sama sekali tidak memiliki teman yang sebaya dengannya di Indonesia, untuk itu ia pergi ke mana-mana sendirian dan tanpa tujuan yang jelas. Tezza masuk ke dalam salah satu parkiran mall besar dan mewah di daerah Ibu kota, beberapa wanita di sekitarnya menatap dengan tatapan lapar, seolah ia adalah lauk yang begitu lezat untuk disantap. Tezza mengacuhkan mereka semua dan masuk ke dalam mall dengan langkah tegas dan tidak peduli. Pria itu masuk ke salah satu toko yang menjual alat musik. Ia meneliti satu per satu benda di sana. Pandangannya jatuh pada sebuah gitar akustik berwarna hitam. Gitar berjenis Elektrik Akustik itu berhasil membuat Tezza berjalan mendekatinya. Ia tidak begitu pandai bermain gitar, tapi gitar bisa membuatnya rileks. Memetik senar-senarnya saat malam hari sambil duduk di balkon apartemen cukup membuatnya tenang dan damai. Tezza meminta salah satu pegawai di sana untuk mencobanya dan setelah sepuluh menit dirasa baik, pria muda itu segera berjalan ke arah kasir untuk membayarnya. Senyum tipis terbit di wajah tampan Tezza. Pria itu kembali melanjutkan perjalanannya ke salah satu brand pakaian mahal. Ia memilih kaos-kaos yang ada di sana. Di sekitarnya cukup banyak kaum hawa yang secara sengaja memotret atau bahkan memvideokannya. "Cakep banget, sumpeh!" "Anjim, apa dia artis?" "Gils, keren banget yawlah!" "Bisa kali kita minta nomor hapenya," Masih banyak lagi ocehan-ocehan yang tidak penting yang Tezza dengar. Pemuda itu sangat gerah sebenarnya dengan hal seperti itu. Ia benci mencolok dan berbasa-basi dengan kaum hawa yang genit. Satu gadis bersweater ungu berdiri di sampingnya sambil tersenyum tebar pesona pada Tezza. Akan tetapi, Tezza mengabaikan dan memutar bola mata malas. "Hi, Babe. Uuuhh-Maaf yah, jalanan gak pernah lancar mangkanya aku telat datang." Tezza mengerutkan dahi dalam, menatap lengannya dipeluk oleh seorang wanita. Gadis bersweater ungu itu mengentakkan kakinya terlihat kesal mendengar suara manja wanita yang tiba-tiba menggelantungi pria tampan incarannya. "Akhirnya, satu hama pergi juga. Ah-thank's God!" gumam wanita yang masih setia memeluk lengan Tezza. Wanita itu menoleh Tezza dan tersenyum lebar menampilkan senyuman empat jarinya. "Hello, Babe. Lihat! Kita emang jodoh, buktinya ketemu lagi," ucap Xavera dengan alis naik turun ke arah Tezza. Tezza hanya bisa menggelengkan kepala sambil menghela napas berat melihat kehadiran Xavera lagi di hadapannya. 'Berharap terhindar dari godaan s3tan, tapi ternyata masuk ke dalam jeratan ratu ibliss,' batin Tezza. Tezza bahkan sudah kehilangan selera untuk berbelanja dan melupakan niatnya untuk menikmati sore dengan penuh ketenangan. Hidupnya tidak akan pernah tenang jika berada di sekitar ‘tante ratu ibliss’ yang tiba-tiba muncul.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN