PART. 3

864 Kata
Reno menatap lekat wajah Rena, ia terlihat kesal dengan sikap Rena yang selalu terlihat ketakutan padanya. "Kau ini kenapa? Apa kau pikir aku makan orang!?" "Maaf.... " Renata menggigit bibir bawahnya. Ditundukan kepalanya, ia mendengar Reno menghembuskan napas. Reno duduk di samping Rena, Rena melirik dengan ekor matanya. Kemudian pandangannya menyapu paha dan tungkai kaki Reno yang besar dan ditumbuhi bulu. "Kau tahukan, apa tujuan dari pernikahan ini?" "Iya," kepala Rena mengangguk pelan. "Kau juga pasti tahu, apa yang harus kita lakukan agar tujuan dari pernikahan ini tercapai?" "I-iya.... " suara Renata terdengar bergetar. "Jadi kau tunggu apa lagi?" "Apa?" Renata menolehkan kepala, bingung dengan maksud pertanyaan Reno. "Huuuhhh, dasar bocah ingusan!" Reno menghembuskan napas, karena Renata justru balik bertanya padanya "Maaf, aku tidak mengerti, maksud dari ucapan Om," Renata mulai berani bicara lebih panjang. "Berdiri!" Renata langsung berdiri. "Tatap aku Rena!" Renata memutar tubuhnya, ditatap wajah Reno dengan perasaan takut. "Kau harus tahu, setelah bayi itu lahir, aku akan langsung mengurus surat perpisahan kita. Karena dengan lahirnya bayi itu nanti, artinya tujuan dari pernikahan ini sudah tercapai. Kamu paham?" "I-iya," Rena mengangguk sambil menggigit bibir bawahnya. Tubuh Reno yang jauh lebih besar saja sudah terasa sangat mengintimidasinya, belum lagi nada bicara yang terdengar paling berkuasa. Ditambah dengan tatapan tajam matanya. Rena benar-benar takut dibuatnya. "Lepas pakaianmu!" "Apa!?" Renata menatap Reno dengan mata melotot. Pertanyaan itu terlontar spontan dari bibirnya. Reno membalas tatapan Renata, dan Renata menyadari kalau ia sudah salah bertanya. "Ma ... maaf, Om.... " Kepala Renata tertunduk, jemarinya menyentuh tali spaghetti di bahunya, dengan sangat perlahan, ia jatuhkan tali itu dari bahunya secara bergantian. Baju tidur tipis, dan ringan itu jatuh di kakinya, yang tersisa di tubuhnya tinggal g-string yang hanya menutupi daerah segitiga di bawah perutnya. Reno terdengar menghembuskan napasnya, melihat tubuh Renata. "Kau tahu, melihat tubuhmu, aku sama sekali tidak bernapsu. Berapa usiamu, Rena?" "Delapan belas," lirih sekali suara Renata menjawab pertanyaan Reno. "Sepertinya kau punya masalah dalam hal pertumbuhan, apa waktu kecil kau termasuk anak yang kurang gizi?" Reno menatap d**a Renata. Buah d**a Renata kecil, tidak ada menariknya menurut Reno. Renata menggigit bibirnya, ia tahu tubuhnya memang kecil. "Buka celanamu!" "Apa?" Renata menatap mata Reno, tapi sesaat kemudian ia sadar, untuk apa ia dinikahi. "Ma ... maaf.... " Renata membungkuk, ia melepas g-string yang dipakainya, dengan tangan gemetar. Ia kembali tegak berdiri di hadapan Reno dengan wajah merah padam. Kedua telapak tangannya menutupi miliknya. Reno menatap wajah Renata. "Buka!" perintahnya, perlahan Renata menyingkirkan telapak tangan dari miliknya. Reno kembali menghembuskan napasnya. "Aku tidak mengerti, kenapa orang tuaku memilihmu untuk melahirkan cucu mereka. Kau ini masih bocah ingusan. Bulu kemaluanmu saja baru tumbuh," gumam Reno menambah warna merah di wajah Renata. "Mendekat!" Renata maju untuk lebih dekat dengan Reno. Kedua tangan Reno meraih pinggang Renata, diputar tubuh gadis kecil yang sudah menjadi istrinya. Reno menatap p****t Renata. Lalu ia memutar lagi tubuh Renata agar menghadap ke arahnya. "Bersih, putih, tapi tetap saja tidak menarik," gumam Reno. Renata diam saja, ia terlalu sibuk mengatur debar jantungnya, mengatasi geletar di dalam dadanya. Meski ia mengaku siap, pada orang tuanya, tetap saja perasaan cemas, dan takut menghantuinya. Renata merasa bagai kurcaci di hadapan Reno. Apa lagi tatapan Reno yang seakan mengecilkan dirinya. "Kau tahu, mantan istriku juga tidak terlalu tinggi, tapi tidak sekecil dirimu. Hhhh, aku jadi merasa menikahi bocah SD kalau begini. Keponakanku yang SD bahkan lebih besar tubuhnya dari kamu, Rena!" Renata diam saja, kepalanya menunduk, ia menutupi kembali miliknya dengan kedua telapak tangannya. Ia mendengar Reno menghempaskan napas dengan kuat. "Berbaringlah!" perintah Reno. Renata naik ke atas ranjang. Degupan jantungnya semakin cepat, wajahnya yang tadi merah berubah pucat. Telapak tangannya berkeringat, keringat dingin yang juga mulai membasahi wajahnya. "Tekuk kakimu, dan buka pahamu!" Dengan ragu, Renata melakukan apa yang diperintahkan Reno. Ia mencoba menguatkan hatinya, meyakinkan diri, kalau ia mampu menghadapi malam pertamanya. Reno menurunkan celananya, Renata yang mengikuti gerakan Reno, sontak menutup mata, dan merapatkan pahanya. Dikatupkan bibirnya rapat, agar ia tak berteriak, setelah melihat senjata Reno. "Buka pahamu, Rena!" perintah Reno dengan tidak sabar. Renata justru semakin merapatkan pahanya. "Kau ingin cepat bebas dari pernikahan ini, akupun begitu juga. Karena itu kau harus segera hamil, jadi cepatlah buka pahamu!" Renata membuka mata, ditatap wajah Reno yang terlihat kesal padanya. Perlahan Renata membuka kedua pahanya. Reno menatap benda yang tadinya tersembunyi di antara kedua paha Renata. Milik Reno menggeliat, merespon apa yang tersapu oleh matanya. Reno membungkuk di atas tubuh Renata, wajahnya sangat dekat di atas wajah Renata. Mata Renata mengerjap gelisah, saat merasakan sesuatu menggesek permukaan miliknya. Apa lagi bibir Reno semakin dekat dengan bibirnya. "Ahhh.... " tanpa sadar, desahan terlontar dari mulut Renata. Kepalanya terdongak, saat ujung milik Reno seperti mempermainkan hal sensitif yang tersembunyi di bawah perutnya. "Enghh.... " tubuh Renata menggelinjang, saat tangan Reno meremas d**a kecilnya, dan bibir Reno mengisap kulit lehernya yang putih. "Arghhhhh ... hmpppp!!" Renata sempat menjerit sesaat, karena Reno melesakan miliknya, saat ia rasa milik Renata mulai basah. Namun jeritan Renata tenggelam dalam pagutan bibir Reno. Dua bulir air mata jatuh di sudut mata Renata. Kegadisannya terenggut oleh suaminya. Suami, yang tidak ia cintai, dan tidak mencintainya. Namun, Renata berusaha mengikhlaskan semuanya. Demi orang tuanya, demi masa depan kedua adiknya. BERSAMBUNG
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN