♥●♥●♥
Malam ini terasa lebih dingin dari biasanya, hujan dan angin kencang yang sedari tadi menyapu kota Rembang kini berubah tinggal gerimis kecil yang menyegarkan.
Gadis manis berperawakan tinggi kurus itu baru saja keluar dari tempat acara dimana ia bekerja menjajakan suara emasnya.
Kinara Respati atau yang biasa dipanggil Kinar, gadis yang baru berusia 19 tahun itu memang sudah malang melintang di dunia panggung sejak empat tahun terakhir.
Himpitan ekonomi dan keinginan gigihnya mengenyam pendidikan membuatnya rela bekerja apa saja sejak usia remaja. Dan kini ia sudah banyak dikenal sebagai penyanyi berbakat dari kampungnya, mulai dari kafe ke kafe, panggung-panggung pernikahan, hingga undangan acara-acara yang lain seperti halnya malam ini. Sedari sore tadi sudah terhitung sepuluh judul lagu sudah ia tuntaskan dengan salah seorang rekannya yang lain.
"Kenapa masih disini dek? Belum dijemput?" suara bariton pria asing itu mengagetkan Kinar yang sedang duduk termenung menatap genangan air didepannya menunggu kedatangan Moko.
"Eh... pak.. hmm iya, ini lagi nunggu dijemput mas Moko tadi mobilnya gak cukup karna ada teman band yang dadakan minta bareng."
Entah dorongan dari mana seorang Kinara langsung menjawab 'agak' panjang seperti itu pada pria yang baru saja dilihatnya. Hal yang sangat jarang ia lakukan sebelumnya.
"Tunggu didalam saja, dari pada kena air hujan seperti itu, nanti sakit." lanjut pria dengan tatapan teduh itu.
Kinara sontak menatap ujung high heels nya, dan benar saja...kaki mulusnya sudah basah kuyup terkena cipratan air hujan bercampur lumpur. Ingin rasanya Kinar merutuki cuaca hari ini yang tiba-tiba saja hujan lebat. Yang membuat sepatu barunya harus berkenalan dengan apa itu air hujan.
"Enggak, makasih pak, saya tunggu disini aja daripada mas Moko nanti bingung nyari-nyari"
"Yakin?"
"Yakin pak" Kinar menunduk menghindari tatapan pria itu, yang diketahuinya sebagai pemilik dari toko kain batik terkemuka yang hari ini mengundang dirinya dan teman-teman untuk menyumbangkan suara emasnya di acara pembukaan salah satu cabang tokonya di Rembang.
Hari ini sebenarnya tak ada jadwal manggung untuk Kinar, alias kosong, andai saja Risa, rekan seperjuangan sesama vocalis tak mendadak sakit, hingga dengan terpaksa Kinar menyanggupi untuk menggantinya.
Pembukaan toko kain batik sekaligus butik mewah bernama 'Wardhana' itu, tadi berlangsung cukup meriah, pengunjungnya luar biasa ramai. Entah karena perdana dibuka di Rembang atau memang promosinya yang gila-gilaan. Namun suasana meriah itu kini berubah sepi, karena acara sudah berakhir satu jam yang lalu. Tinggal beberapa staff saja yang masih merapikan beberapa properti, petugas catering juga mulai membersihkan area makan, dan.... Kinar yang sendirian menunggu mobil jemputan kini memilih duduk bersandar dikursi kayu depan area parkir.
Sudah hampir satu jam gadis bersurai hitam legam itu menunggu Moko, keyboardis sekaligus manager ala-ala yang mengatur jadwal manggungnya. Sayang ketika akan pulang, salah satu mobil pengisi acara yang lain mengalami pecah ban hingga, mau tak mau Kinara, Hendra, dan Rista harus mengalah ikut kloter kedua karena penumpang mobil lainnya harus jadi satu.
Sekitar sepuluh menit yang lalu Hendra dan Risa memutuskan pulang terlebih dahulu dengan menumpang pada salah satu warga yang rumahnya tak jauh dari tempat tinggal mereka. Kinar? Tentu saja masih bertahan dengan lamunannya menunggu jemputan yang tak kunjung tiba.
Gemericik air hujan yang masih setia itu tiba-tiba saja mengantarkan ingatan Kinar pada kedua orang tuanya dikampung, ibunya terutama. Ketika ia berpamitan meninggalkan keluarganya di kampung halaman tiga tahun silam.
"Ibu sebenarnya berat melepas kamu nduk,tapi kalau ini memang udah keputusan akhir buat kamu, ibu ikhlas. Pesan ibu, sering-seringlah pulang melihat kami dan adik-adikmu. Jangan terlalu sering membuat nak Moko repot." wanita paruh baya itu menggenggam erat tangan putrinya. Mata tuanya masih menatap, memohon agar putri kesayangannya itu memikirkan kembali keputusannya.
"Kami hanya bisa mendoakanmu nduk."
"Itu sudah lebih dari cukup bu" sepasang netra Kinar mulai berkaca-kaca. Sebongkah rasa ragu tiba-tiba merayap dan mencengkeramnya dengan hebat. Mempertanyakan keputusannya saat itu, sudah bijak kah atau belum.
"Dek, tolong jaga ibu sama... hmm... bapak nggih." pesannya pada sang adik yang hanya terpaut usia dua tahun dibawahnya
"Nggih mbak, pasti. Udah jangan sedih lagi, senyum gitu. Calon bintang mosok (*masa) yo nangisan." remaja bernama Bilal itu mencoba menghibur sang kakak.
Basah sudah pipi seorang Kinara kala itu, tanpa aba-aba air matanya sudah mengalir tanpa bisa dikendalikan. Cukuplah ia yang mengalami sakit dalam perjuangan ini, jangan sampai hal yang sama menimpa orang-orang yang dicintainya, ibu dan adik-adiknya.
Kinara mendengar derap langkah seseorang yang mendekati tempat duduknya, membuat gelembung ingatan itu pecah seketika. Gadis itu sontak menoleh, ketika melihat telapak tangan besar yang mengulurkan segelas coklat panas didepannya.
"Ini diminum dulu, biar badan kamu hangat, masuk angin malah jadi masalah kan?" ternyata suara tersebut berasal pria tegap yang menyapanya beberapa menit lalu.
"Eh.. pak, iya ma- ma- makasih banyak." Kinar menerima cup berisi coklat hangat itu dengan tergagap.
"Moko barusan telpon saya, katanya ada kecelakaan beruntun di jalan raya Pancur, mobilnya terjebak macet lama, tidak bisa segera menyusul kamu disini."
"Ta.. ta.. tapi Moko tidak memberitahu saya hal itu pak."
"Coba cek ponsel kamu, Moko bilang sudah beberapa kali mencoba menghubungi kami tapi tidak aktif."
Tak butuh lama, Kinara membuka tas kecil dipangkuannya, mencari ponsel yang tadi ia selipkan di saku paling dalam.
"Ckk... HP saya mati." lirih Kinar dengan wajah pias.
"Naaah... benar kan, lain kali coba bawa powerbank kemana-mana biar kejadian seperti ini gak terulang." pria itu tersenyum tipis lalu mengeluarkan ponsel dari saku celananya.
Powerbank katanya?
Jangankan untuk membeli barang semacam powerbank, untuk makan sehari-hari saja ia harus berhemat mati-matian agar tetap bisa mengirim sebagian hasil jerih payahnya pada sang ibu untuk keperluan sekolah kedua adiknya.
"Saya pesankan taksi Greb ya."kata pria itu tanpa menoleh, matanya tampak fokus terpaku pada layar pipih didepannya.
"Gak usah... gak usah pak... saya bisa pesan sendiri." saut Kinara cepat
"Pesan pake ponsel kamu yang mati itu?" terlihat senyum miring menghias wajah teduh pria itu.
"Aaah... iya juga, maaf." Kinar merutuki tingkahnya.
"Oke sudah... drivernya sudah on the way kesini, Mazda warna putih, plat nomor M123." ujar pria itu lantas memasukkan lagi gawai pipinya ke dalam saku celana.
"Iya makasih banyak pak." Kinara hanya menunduk tak tau harus berucap apa lagi menerima bantuan dari pemilik langsung 'Wardhana'. Kinara melirik sekilas pria yang menegakkan punggungnya pada sandaran kursi besi yang mereka duduki.
"Papa.... ayo pulang, ngantuk."
Seorang gadis kecil menggemaskan yang berkuncir dua berlari menuju pria disampingnya. Pria yang dipanggilnya papa itu dengan sigap berdiri dan merentangkan kedua tangannya untuk menggendong gadis kecil itu dalam satu kali gerak. Membuat gadis berkuncir dua itu terkejut, namun seketika tergelak kegirangan.
"Udah selesai makannya?"
"udah Pa, sekarang ngantuk." rengeknya manja sambil mengalungkan tangan kecilnya pada leher sang ayah.
"Saya tinggal dulu yaa, siapa nama kamu tadi dek?" pria itu menoleh pada Kinar yang masih menunduk dibelakangnya.
"Eh ..saya... Kinara pak, Kin- Kin-, Kinar."
"Kinar atau Kinkin?" ulangnya
"Anu.. Kinara pak, tapi biasa dipanggil Kinar."
"Oke Kinkin, abis ini mobilnya dateng ya, udah saya bayar pake deposit, jadi kamu gak usah bayar dia lagi."
"Ma-makasih banyak pak." Kinar yang ikut berdiri sedikit membungkukkan badannya.
"Aaah... iya, tadi saya pesan pake akun saya, namanya Ajisaka. Biar kamu gak salah masuk mobil."
"Iya pak...makasih banyak." gadis itu spontan membungkuk lagi.
"Satu lagi, kalau sudah sampai tujuan suruh Moko segera kasih kabar ke saya." pesannya lagi
"Iya..siap pak."
Tak butuh waktu lama, mobil Mazda putih menghampiri Kinar yang sudah siap menunggu ditepian jalan, tak menghiraukan gerimis yang menerpa wajah cantiknya.
"Mbak yang pesan mobil dengan nama pak Ajisaka Wardhana?" driver mobil itu menurunkan jendela sebelah kanan untuk memastikan orderan yang ia terima.
"Iya betul pak, antar saya ke alamat yang di aplikasi ya."
"Iya mbak.. monggo (*silahkan) masuk." dengan sopan, pria itu mempersilahkan Kinar masuk di kursi belakang.
Aah... yaa.. yaaa... ternyata namanya Ajisaka Wardhana. Pasti nama toko kain yang tersohor itu mengambil dari nama belakangnya. Tanpa sadar Kinar mengangguk-angguk kan kepalanya, menyimpan rapi nama itu dalam benaknya.
.
.
.
Bersambung yaa.... ( ˘ ³˘)♥