9 | Hanya Khawatir

1219 Kata
♥●♥●♥ Setelah masuk kamar dan melemparkan tubuh lemasnya di sofa kamar, Kinara terhenyak karena Puspa yang tiba-tiba masuk dan menubruk tubuhnya. "Moko barusan telpon aku Nar," bisik gadis itu sedikit terisak. Ingatannya ditarik pada percakapan terakhirnya dengan Moko disambungan telpon beberapa jam lalu. Moko menceritakan semua kejadian mengerikan yang menimpa sahabatnya itu pada Puspa. Agar Puspa ikut membantunya untuk menguatkan mental Kinara. "kamu gapapa kan? Aku bersyukur banget Tuhan masih mencegah hal yang lebih buruk terjadi ke kamu Nar." ucap Puspa saat melepaskan pelukannya. Terlihat Puspa yang masih berkaca-kaca. "Hmmm... masih shock Pus, tapi ka-kamu benar, Tuhan masih sayang sama aku." jawab Kinara ikut terisak pelan. "Tapi kamu gak luka-luka kan? Mana yang sakit? Ini gimana?" tanya Puspa panik. Tangannya terulur mengusap pipi Kinara yang lebam kebiruan. "Perih dikit. Tapi udah dikasih salep kok tadi." Kinara menggenggam tangan Puspa yang juga menahan tangannya. "Kamu gak kerja jam segini Pus?" lanjut Kinara lagi. "Jam istirahat kan ini Nar, aku ngebut pulang kesini biar cepet ketemu kamu." Puspa yang menjadi sahabat baik akibat sejak memutuskan merantau ke kota sejak 4 tahun silam memang bekerja sebagai seorang kasir di salah satu tempat karaoke di pusat kota. Tak memiliki keahlian di bidang tertentu membuat salah satu kenalannya mempekerjakan puspa di tempat karaoke keluarga yang ia rintis sejak 2 tahun lalu. "Hmm.. Makasih udah khawatir Pus." "Udah makan hmm?" tanya Puspa, karena melihat Kinara yang seolah tak bertenaga. Kinara menggeleng, namun juga mengendikkan dagu kearah kotak nasi diatas meja. "Tadi dibeliin itu sama pak Aji." ucapnya singkat. "Pak Ajisaka yang punya 'Wardhana' itu?" "Hmm,," Kinara mengangguk, ia menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa. "Dia yang tolong aku Pus, dia yang nemuin aku dalam keadaan menjijikkan, setengah telanjang, terus bawa aku ke klinik, ngelaporin pelaku ke polsek, dan nganter aku balik kesini. Moko juga." lanjut gadis itu dengan nada pelan. "Tapi dia gak macem-macem kan?" terlihat sekali raut cemas diwajah Puspa. Kinara hanya menggeleng sebagai jawaban. Ajisaka memang tidak kurang ajar kan? Dan seingatnya juga dari dulu dia tidak pernah kurang ajar. Cuma, kadang kalimat yang keluar dari mulutnya saja membuat Kinara ingin membenturkan kepala pria itu ke tembok hingga sadar. "Nggak, dia gak macem-macem sama sekali kok." "Syukurlah kalau begitu. Yaudah buruan makan, biar gak sampe sakit, kamu kalau lemes gini malah bikin aku khawatir Nar." omel Puspa lantas membuka salah satu kotak nasi ingin menyuapi sahabatnya itu. "Aku bisa makan sendiri Pus." decak Kinara mengambil alih kotak nasi yang disodorkan padanya. "Yaudah buruan makan." perintah Puspa tanpa melepaskan tatapannya. "Kamu juga Pus, temenin aku makan ya." pinta Kinara. "Oke deh, buruan habisin sebelum aku balik kerja." saut Puspa ikut membuka penutup kotak nasi disebelahnya. Dan hal tersebut berlangsung selama dua minggu kedepannya. Ajisaka selalu mengirimkan 2 porsi makanan untuk Kinara dan Puspa. Tak hanya sekali, namun 3 kali sehari dan selalu dengan menu yang berbeda-beda. Bahkan tak jarang Ajisaka juga mengirimkan aneka camilan dan minuman segar, membuat tempat kost Kinara tak pernah kekurangan bahan makanan. Hal yang membuat Puspa sedikit bahagia karena ia bisa libur dari kegiatannya memasak, namun sebaliknya untuk Kinara. Ia mulai jengah dengan segala perhatiannya pria dengan tatapan teduh itu. "Udahlah Nar, mungkin si Aji Aji itu pengen sedekah ke kita. Tau sendiri kan mukaku melas banget kek gembel gini." seru Puspa beberapa hari yang lalu saat Kinara mulai jengah dengan kiriman-kiriman dari Ajisaka. "Mana ada gembel cantik kayak kamu Pus." cibir Kinara menepuk pundak Puspa. Puspa, memang cantik kok. Kulitnya eksotis kecoklatan, beda dengan dirinya yang putih bersih. Pun lesung pipi yang menjadi daya tarik tersendiri bagi gadis berusia 20 tahun itu. Kembali lagi ke tingkah Ajisaka yang tadi. Masa sih dia niat sedekah gitu, tapi kok ya kelihatan banget modusnya untuk menarik perhatian Kinara. [Kinkin] : stop kirimin saya makanan lagi pak Aji, saya bukan orang cacat. Saya bisa siapin makan sendiri. Kinara akhirnya memberanikan diri mengirimkan pesan pada Ajisaka. [Ajisaka] : ralat. Mas Aji. Kinara memutar bola matanya jengah ketika membaca pesan balasan dari Ajisaka yang baru saja masuk. Masih sempat banget balas dengan jawaban sangat gak penting seperti itu. [Kinkin] : stop kirimi saya makanan lagi, mas. Puas. Ketiknya terpaksa, entah sejak kapan gadis itu mulai jengah ketika harus memanggil seorang Ajisaka dengan sebutan 'Mas'. Iya okay lah Ajisaka memang tampangnya manis, gak terlalu tua, matang lah alias cukup dewasa. Tapi kan rentang usia pria itu dengan Kinara terlalu jauh. 15 tahun, jauh kan. Masa ia Kinara panggil 'Mas', jika panggilan 'Om' justru lebih cocok ia sematkan pada Ajisaka. [Ajisaka] : Baik, dengan catatan setiap hari kita makan siang bersama. Wajib. Waktu sarapan dan makan malam, Kinkin saya bebaskan mau makan apa dan dimana. Gilà. Ayah dan ibu Kinara saja tak pernah mengatur tentang aturan makan sang putri. Ini, orang asing yang baru saja masuk dalam kehidupan Kinara, tanpa basa-basi malah mengatur dengan seenaknya. Memang, Kinara harus berterima kasih karena pertolongan Ajisaka di malam terkutuk itu. Suara pintu kamar yang diketuk beberapa kali, membuat Kinara terpaksa membuka mata dari tidur siangnya. Dua minggu ini Moko memang sengaja membebastugaskan dirinya dari job menyanyi. Moko berdalih ingin melihat Kinara benar-benar pulih dari traumanya terlebih dahulu. "Aku gak pegang uang kalau gak nyanyi Ko." protes Kinara kemarin lusa ketika Moko mengunjunginya. "Tetap aku kasih Nar, kamu kayak ke siapa aja deh. Kita udah kenal lama. Kamu jadi tanggung jawabku pun aku sanggup kok." jawab Moko saat itu. Tokk... Tokk... Tokk.. Ketukan pintu yang tadi ternyata masih berlanjut. Kinara beranjak pelan dari tempat tidurnya, berjalan malas membuka pintu yang sengaja ia kunci setiap kali ditinggal sendiri oleh Puspa. "Jam segini masih tidur? Makan siang dulu." suara Ajisaka menyambutnya kala pintu baru separuh terbuka. "Bapak ngapain disini?" "Mas.." geram Ajisaka. "Iya, mas.." desis Kinara. Tangannya ia angkat sebelah untuk mengusap matanya yang masih malas terbuka. "Tadi pagi saya sudah turuti kemauan kamu untuk stop kirimin sarapan. Jadi siang ini giliran kamu yang turutin kemauan saya. Ayo makan siang bareng." perintahnya pelan. "Mas bukan siapa-siapa saya, ngapain harus nurut?" sindir Kinara. "Kamu sendiri yang gak mau saya jadikan siapa-siapa saya. Kenapa sekarang protes?" jawab Ajisaka tak mau kalah. "Ckk... mas bisa gak sekali aja gak jadi orang nyebelin didepan saya?" "Saya cuma khawatir sama kamu Kinkin." "Kenapa harus khawatir?" kejar Kinara. "Perlu saya ulangi lagi, kalau saya jatuh sayang kamu. Saya berniat melamar dan menikahi kamu tapi kamu tolak mentah-mentah." Kinara terdiam. Harus ya diulangi lagi masalah lamar-melamar yang hampir ia lupakan itu. "Tapi.. sa-saya.. itu.. hmm.." "Udah buruan ganti baju, saya tunggu didepan sini." Ajisaka mengibaskan tangannya memberi isyarat kepada Kinara agar lekas bersiap. Tapi Kinara masih diam menatap pria tinggi didepannya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Perlu bantuan saya untuk ganti baju?" Ajisaka bersuara lagi. "Ckk.. tunggu didepan pagar aja." Kinara sengaja membanting pintu kamarnya keras. Lantas segera masuk ke kamar mandi untuk bersiap. Ajisaka, meskipun sedikit terkejut dengan suara debam pintu yang berada tepat didepan wajahnya. Pria dengan tatapan teduh itu menyunggingkan senyum tipis, tanda senang sekaligus lega karena Kinara mau makan siang dengannya. . . Bersambung. (ʘᴗʘ) ➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜➜ Kalo nemu typo-typo atau koreksi lainnya, panggil aku yaa..( ˘ ³˘)♥ Jangan lupa masukin library kalian, dan mampir juga ceritaku yang lain..cupp..cupp.. love you all, Mbak Li (◕ᴗ◕✿)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN