Lea mengerang saat merasakan kepalanya terasa berdentum-dentum dengan hebatnya. Perlahan ia membuka matanya saat merasakan cahaya matahari menusuk-nusuk kelopak matanya. Lea merasakan pandangannya yang memburam, dan mencoba untuk memfokuskan pandangannya sesegera mungkin, agar dirinya bisa mengobservasi lingkungan sekitarnya. Lea memang tidak bisa bersantai, lebih tepatnya Lea tidak boleh bersantai karena hidupnya masih berada dalam bahaya.
Anehnya meskipun telah berusaha memfokuskan pandangannya, Lea sama sekali tak bisa melihat dengan jelas. Pandangannya terasa memburam. Lea kembali mengusap matanya, tapi hasilnya tetap sama. Pandangan Lea seakan tertutup kabut tebal yang membuat semuanya tampak kabur.
Untungnya, Lea masih bisa membedakan warna dan mengetahui jika saat ini dirinya tak lagi berada di penjara gelap. Kini dirinya berada di sebuah ruangan luas yang tampak berkilauan. Tampaknya setiap dekorasinya dibuat dengan sangat mewah dan detail, sayang sekali saat ini Lea tak bisa melihat dengan jelas. Bahkan Lea juga sadar jika kini dirinay berabaring di atas kasur lembut yang terasa begitu nyaman. saat Lea hidup normal saja, Lea tidak pernah tidur menggunakan tempat seperti ini. Entah tepat atau tidak, Lea tetap merasa bersyukur.
Kenapa? Karena meskipun kini nasibnya tidak jelas, Lea rupanya bisa berkesempatan untuk mencicipi tidur di tempat mewah seperti ini. sebutlah Lea gila berpikiran seperti ini. tapi Lea pikir dia tidak salah. Ia ingat jika orang bijak pernah berkata, pasti ada sebuah hal yang baik yang terselip dalam kejadian buruk yang menimpamu. Sudahlah, sebenarnya apa yang Lea pikirkan saat ini? Kenapa selain panadangannya yang tidak fokus, kini Lea juga tidak bisa fokus berpikir dengan benar?
Lea menunduk dan mendapati gaun merah darah yang sebelumnya memeluk tubuhnya dengan erat, kini terganti dengan gaun putih polos yang terasa begitu lembut di kulitnya. Dalam hati Lea kembali dibuat kagum. Tentu saja Lea mengagumi gaun tersebut, Lea bisa memastikan jika gaun ini adalah pakaian terbaik yang pernah ia kenakan. Tentu saja, Lea juga memastikan jika gaun ini adalah gaun mahal. Gaun termahal yang ia kenakan. Jika saja, saat ini Lea tidak dalam kondisi seperti ini, Lea akan sangat berterima kasih karena telah diberikan kesempatan-kesempatan seperti ini.
Tapi tunggu dulu, Lea merasakan sesuatu yang aneh saat ini. Ia mulai meraba tubuhnya sendiri, dan wajahnya yang mungil seketika memerah saat menyadari jika kini tak ada pakaian dalam yang tersemat di tubuhnya. Lea bahkan bisa menyentuh langsung p******a kecilnya yang tersembul dibalik gaun. Ini sungguh memalukan. Bagaimana Lea baru sadar saat ini? lea memang bodoh.
“Apa yang sedang kau lakukan? Apa kau sudah tak sabar mendapatkan sentuhan dariku?”
Lea tersentak saat mendengar suara pria yang tiba-tiba hadir di ruangan yang semula hening. Dengan wajah memerah Lea kembali mengusap matanya dan berusaha memperjelas pandangannya. Lea juga berusaha untuk segera duduk dari posisi berbaringnya. Jelas ia bisa menyadari jika seorang pria tinggi tengah berdiri dengan tegap di dekat kaki ranjang. Menyebalkan, sebenarnya apa yang terjadi matanya hingga dirinya tidak bisa melihat dengan jelas? Apa Lea melupakan sesuatu yang terjadi saat sebelum jatuh tak sadarkan diri? Ah, Lea memang ingat jika sebelum dirinya pingsan, Lea mendapatkan sebuah suntikan. Tapi yang Lea pikir, suntikan itu hanya untuk membuatnya tidak sadarkan diri, dan bukannya membuat pandangannya seperti ini.
Lagipula, Lea yakin jika tidak mungkin ada obat yang bisa membuat seseorang tidak bisa melihat dengan jelas seperti. Jika pun iya ada obat yang seperti itu, kenapa Lea harus mendapatkannya? Apa alasan orang ini memberikan dan membuat Lea tidak bisa melihat dengan jelas?
Lea mendengar suara mendengkus yang jelas dari pria yang berdiri di dekat kaki ranjang. “Percuma saja. Kau tidak akan bisa melihat secara normal. Aku yang membuatmu menjadi seperti ini. dan hanya aku yang bisa membuatmu kembali normal, karena obat penawarnya berada di tanganku.”
Lea terdiam saat dirinya kembali menyadari satu hal. “Ka-kamu, kamu yang memberiku makan di tempat itu, bukan?”
“Sepertinya otakmu masih berfungsi dengan cukup baik.”
Lea mengerucutkan bibirnya saat mendengar penuturan pria asing itu. Lea memang baru sadar jika sejak tadi ia dan pria itu tengah berbicara menggunakan bahas Indonesia. “Kenapa kamu bisa bicara bahasa Indonesia? Apa kamu orang Indonesia juga?” tanya Lea lagi.
Tampaknya Lea telah melupakan kondisinya yang tak memungkinkan untuk bersikap santai, serta memiliki waktu untuk bercakap-cakap seperti ini. Hal itu rupanya sedikit mengganggu si pria asing tersebut. Tentu saja ia merasa terganggu, seharusnya Lea tidak beraksi seperti ini. Akan terasa jauh lebih baik jika Lea bergetar ketakut atau menangis memohon untuk dilepaskan saat ini juga.
“Jawabannya adalah … aku orang Italia yang sangat pintar. Jadi aku bisa melakukan apa pun yang aku mau. Dan sepertinya kau terlalu banyak bertanya. Kau tak memiliki hak untuk itu. Ingat posisimu saat ini!”
Dengan gerakan secepat kilat, kini pria itu telah berada di hadapan Lea di atas ranjang. Ia mencengkram rahang Lea lalu mendekatkan wajahnya pada Lea, yang kini berusaha melepaskan diri dari cengkraman tersebut. Cengkraman tersebut terasa makin kuat seiring waktu.
Lea dipaksa untuk menatap mata pria itu. Dalam kekaburan, Lea bisa melihat manik hijau lembut yang terasa begitu menenangkan. Lea seakan tengah melihat hutan rimba yang menyembunyikan sejuta bahaya dalam kerimbunan hijau dedaunan. Keindahan tersebut seakan-akan cocok dengan aroma pepohonan yang menusuk lembut penciuman Lea.
Untuk sesaat, Lea terpesona akan keindahan itu. Lea bahkan sudah melupakan jika dulu dirinya pernah menobatkan netra biru indah milik Dante sebagai netra yang paling indah dan ingin dimiliki olehnya. Saat ini, posisi tersebut dengan mudhanya tergeser oleh netra indah milik pria ini. Sungguh, ini kali pertama Lea melihat netra hijau seperti ini. terlebih, ini bukan netra hijau biasa. Ini netra hijau yang begitu indah, sangat indah.
Kini Lea tak bisa membayangkan, betapa rupawan pria ini. Saat matanya tak berfungsi secara maksimal saja, Lea jatuh ke dalam pesonanya. Apalagi ketika matanya berfungsi dengan baik, mungkin saja Lea akan tenggelam dalam pesonanya dan tak akan pernah bisa kembali sadar. Ya, tenggelam dalam kubangan kegelapan yang dibuat pria ini.
Lea sadar, jika perkiraannya tentang tuan besar yang telah membelinya ternyata salah besar. Bukan pria setengah baya, tapi pria yang masih sangat bugar, Lea tidak bisa memperkirakan tepatnya usia pria ini, karena masalah pada pandangannya ini. Tapi dari postur dan suaranya, Lea tahu jika pria ini masih muda. Sangat jauh dari bayangan yang selama ini berkeliaran di benaknya.
“Diam! Jangan bertingkah, Lea!” Suara tersebut terdengar begitu berat, dan berhasil membuat Lea bungkam seketika. Tentu saja Lea merasa takut.
Lea bahkan tak bisa menahan getaran tubuhnya, saat mendengar namanya disebutkan dengan suara rendah yang membawa sejuta peringatan. “Ka-kamu tau namaku?” Lea terfokus pada namanya yang disebut oleh pria ini, dan mengabaikan fakta jika pria ini ternyata menggunakan bahasa Indonesia yang dimengerti oleh Lea.
“Kau sama sekali tak memiliki hak untuk bertanya. Uangku telah membelimu secara mutlak. Kini hidupmu adalah milikku. Bersikaplah baik, karena itu akan menentukan nasibmu! Apa kau mengerti?” Suara rendah pria itu kembali terdengar. Kini bahkan suara rendah tersebut diiringin oleh nada merendahkan yang terdengar menjengkelkan di telinganya.
Lea menarik semua pujiannya pada pria asing tersebut. Toh penampilan yang menawan sama sekali tak akan bisa menolong buruknya sikap seseorang. Sepertinya Tuhan terlalu baik hati pada pria ini karena memberikan wajah serupawan ini pada seorang pria sepertinya. Sayang sekali, wajah tampan seperti itu harus disia-siakan karena dimiliki oleh pria jahat. Lea meringis saat wajahnya ditarik semakin mendekat pada pria tersebut, saat ini Lea bisa merasakan sapuan hangat napasnya. Aroma kayu-kayuan juga terasa semakin pekat dan memenuhi indra penciumannya.
“Tidak menjawab, hm?” Lea kembali mendengar suara rendah pria itu.
“Aku tidak mengerti. Dan aku tidak mau mengerti. Ini hidupku, kamu sama sekali tidak berhak untuk membelinya. Kamu hanya membuang uangmu secara sia-sia,” ucap Lea berani. Ya, Lea harus menunjukkan jika dirinya tidak merasakan takut sama sekali saat ini. Meskipun pria ini menakutkan, rasanya Lea memang harus melakukan ini. jika bukan saat ini, Lea takut tidak akan mendapatkan kesempatan lain. Lea akan menunjukkan jika dirinya bukanlah orang yang mudah untuk ditindas dan diancam.
Sayangnya, nyali Lea ciut begitu saja karena tawa milik pria yang telah membelinya itu. Suara tawa yang menyeramkan terdengar mengetuk pendengaran Lea. Tawa itu benar-benar terdengar begitu menyeramkan, bahkan kini Lea tak bisa menahan tubuhnya untuk bergetar. Bulu kuduk Lea bahkan berdiri dengan kompaknya. Merasa jika ada aura yang menyeramkan yang berada sangat dengan dirinya.
Sepertinya Lea sudah mengambil langkah yang sangat salah saat ini. Keberanian Lea yang tidak seberapa tadi, membawa Lea pada bencana. Ah seharusnya tadi Lea pura-pura saja jika dirinya menurut dan mendengarkan apa saja yang pria ini katakan. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Percuma saja Lea menyesali apa yang telah terjadi. Kini sudah bisa dipastikan jika pria ini marah besar padanya. Jika sudah marah seperti ini, apa yang akan ia lakukan? Apa yang akan terjadi pada Lea selanjutnya? Apa mungkin Lea akan mendapatkan sebuah pukulan? Atau mungkin nasib Lea akan semakin memburuk?
Lea meringis saat cengkraman pada rahangnya terasa begitu menyakitkan. “Jangan membuatku marah, Lea. Apa kau tau, nasibmu ini terbilang jauh lebih baik daripada gadis-gadis yang kemarin bersama denganmu,” desis pria tersebut dengan penuh peringatan.
“Memangnya apa yang terjadi pada mereka? Aku rasa mereka mendapatkan sesuatu yang lebih baik daripada yang aku dapatkan sekarang. Mungkin mereka tidak mendapatkan perlakuan tidak manusiawi seperti yang aku dapatkan saat ini,” ucap Lea dengan nada berani. Dalam hati, kini Lea menjerit. Kenapa bibirnya tidak bisa diajak bekerja sama? Seharusnya bibir Lea diam saja! jika seperti ini, Lea sama saja seperti tengah cari mati.
Lea kembali mendengar suara tawa yang terasa lebih menyeramkan daripada sebelumnya. Bahkan kini, Lea seakan mendengar gema yang mengikuti suara tawa tersebut. “Kau pikir seperti itu? Sayangnya, pikiranmu salah. Gadis-gadis yang tidak beruntung karena tidak terpilih olehku, pada akhirnya harus dikirim ke kasino-kasino serta rumah hiburan malamku. Mereka kujadikan sebagai pelayan atau menjadi wanita malam di sana. Sedangkan kamu?
“Kau jelas bernasib jauh lebih baik. Selain tidak dikirim ke temapat-tempat seperti itu. kau kini bisa mendapatkan semua kemewahan yang aku yakini belum pernah kamu cicipi. Pakaian, tempat tinggal, hingga makanan yang belum pernah kau lihat akana dengan mudah menjadi milikmu. Kau tinggal di istanaku dan hidup bergelimang harta. Sedangkan wnaita lain harus bekerja keras untuk mencari uang dan bertahan untuk tidak dibuang atau dibunuh. Jadi, menurutmu, mana yang lebih baik? Nasib mereka atau nasibmu?”
Tentu saja Lea merasa jika nasib dirinya lebih baik. Ya walaupun Lea tidak tahu apa yang akan terjadi padanya di masa depan, Lea merasa jika untuk sekarang nasibnya memang jauh lebih baik. Lea tidak dipaksa untuk melayani atau menjadi wanita panggilan seperti gadis-gadis yang lain. Setidaknya ada satu hal baik yang Lea dapatkan. Lea masih bisa hidup selayaknya manusia. Tapi Lea tidak yakin sampai kapankah ini akan berlanjut?
“Aku rasa kamu sudah mengerti apa yang terjadi. Jadi, sekarang jangan pernah membuatku marah. Karena jika sampai itu terjadi, kau mungkin akan bernasib sama dengan gadis-gadis itu. Apa kau mengerti?” suara itu terdengar lebih menakutkan lagi. seakan-akan ingin menegaskan jika dirinya sama sekali tidak pernah main-main dengan apa yang ia katakan.
“I-iya, aku mengerti,” jawab Lea gagap. Tekanan yang dberikan oleh pria ini benar-benar sangat sulit untuk ditepis. Ia benar-benar otoriter dan kasar. Jauh dari sosok lembut yang ia rindukan. Jika saja Dante ada di sini, Lea pasti tidak akan pernah mendapatkan perlakuan sepert ini. Dante, Lea benar-benar merindukan Dante.
“Bagus, gadis pintar,” puji pria itu lalu mencuri kecupan pada bibir Lea. Jelas Lea terpaku, ia terlalu terkejut untuk bereaksi. Apa yang barusan Lea terima? Apa Lea baru saja dicium? Dicium?! Sialan! umpat Lea dalam hati.
Tentu saja Lea merasa kesal bercampur marah saat ini. Bibirnya yang ia jaga dan rawat seperti anak sendiri, sudah tak lagi suci. Kepolosannya direbut oleh pria asing berengsek, yang sialnya memiliki mata indah yang memesona. Jika saja bisa, saat ini juga Lea ingin memukul pria ini hingga ia sekarat dan merasakan di mana dirinya berdiri di ambang kematian. Lea lalu mengutuk pria itu, semoga saja ia tidak pernah bahagia selama hidupnya. Tentu saja kutukan tersebut hanya bergema dalam hati dan benak Lea. Lea tidak mungkin cari mati lagi.
Melihat wajah Lea yang menampilkan ekspresi tak senang, pria tersebut segera berkata, “Kau tidak diizinkan untuk menolak sentuhan, atau bahkan menolak diriku. Karena saat ini, baik hati maupun tubuhmu adalah milikku.” Lalu tanpa malu-malu, ia mencubit bagian tubuh sensitif Lea yang menonjol dibalik gaunnya.
Seketika Lea menjerit histeris saking kagetnya. Itu area pribadi yang sangat sensitif bagi Lea. Gadis mungil itu segera memberontak dengan liar, saat payudaranya yang lain juga mendapatkan perlakuan yang sama. Lea mulai menangis dengan suara yang sangat menyedihkan, “Dasar berengsek! Pria berengsek”
Pria itu menghentikan aksinya, lalu meraih Lea ke dalam pangkuannya dan memeluk tubuh Lea dengan erat. “Aku memang pria berengsek. Tapi mendengarmu memanggilku seperti itu, aku merasa kurang nyaman. Bagaimana jika panggil aku dengan namaku? Sekarang panggil namaku.”
Lea mengerutkan dahinya. Apa pria ini memiliki masalah dengan kejiwaannya? Tadi dia bersikap seakan siap meluapkan emosinya yang meledak-ledak, tapi kini dirinya bersikap semua yang ia lakukan sama sekali tidak terjadi. Lea tersadar saat rahangnya kembali dicengkram dengan kuat. Itu terasa sakit sampai Lea tidak bisa menahan tangisnya, “Sa-sakit, Tuan.”
“Bukan Tuan, tapi Leon. Panggil aku, Leon.”
Lea yang terisak menghentikan tangisannya, dan menelengkan kepalanya. “Singa?”
Leon yang masih memangku Lea tak bisa menahan diri untuk menyeringai tajam. “Ya, arti dari namaku dalam bahasa Italia adalah singa. Aku adalah raja dari segala raja. Penguasa dari segala penguasa. Dan aku adalah singa yang senang menerkam seekor kelinci putih kecil.”
“Kelinci putih?” tanya Lea dengan bingung. Sebenarnya apa yang tengah pria ini bicarakan? Mungkin dia benar-benanr memiliki gangguan pada kejiwaanya. Sayang sekali, masih muda, tanpa dan kaya, tapi ternyata gila.
“Ya, kelinci putih. Dalam hal ini, kau adalah kelinci kecilnya,” ucap Leon sebelum mneyeringai dan melancarkan serangannya. Menerkam bak singa pemburu.
Jeritan Lea kembali terdengar saat tiba-tiba Leon menggigit bahunya. Lalu salah satu tangan Leon meremas lembut salah satu p******a Lea yang masih terlapisi gaun tidur, dan membuat tubuh Lea melengkung serta bergetar hebat. k*****t! Berengsek! Apa yang pria ini lakukan?!
“Kenapa milikmu sangat kecil? Bahkan jika keduanya disatukan, mereka tak bisa memenuhi salah satu genggaman tanganku,” komentar Leon sembari meremas p******a bagian kiri Lea.
Lea baru saja akan menjawab dan melemparkan hinaannya, sebelum kembali mendengar penuturan Leon. “Tapi tak apa. Aku akan memastikan keduanya tumbuh dengan baik.”
Leon kembali meremas p******a kanan Lea dengan lebih kuat. Sedangkan bibirnya dan giginya terus bekerja membuat tanda-tanda kemerahan di sepanjang leher dan bahu putih mulus Lea. Semua serangan itu, membuat kepala Lea terasa pusing karena sensasi asing yang terasa aneh. Ini kali pertama Lea merasakan sensasi seaneh ini.
Leon yang menyadari reaksi tubuh Lea tak bisa menahan diri untuk menyeringai. Ia kembali memberikan sentuhan yang sesual di sepanjuang bahu Lea. hal itu rupanya membuat tubuh Lea bergetar. Wajah Lea memucat. Kepalanya terasa benar-benar pusing sekarang. Semuanya terasa terlalu tiba-tiba. Lea tidak terbiasa dengan interaksi intim seperti ini. Dan Lea sama sekali tidak mau kegiatan ini berlanjut.
Sayangnya, Lea tidak memiliki kekuatan untuk melawan Leon. Lea hanya bisa menahan diri untuk tidak terlarut dalam permainan yang mungkin saja akan membawa Lea jatuh pada neraka. Sedangkan Leon sama sekali tidak mengendurkan serangannya. Ia terus memberikan sentuhan sensual dan berusaha membangunkan sesuatu pada diri Lea.
Leon memang tahu jika tubuh dan hati Lea masih sangat polos. Dan kini Leon yang bertugas untuk merusak kepolosan Lea tersebut. Ya, Leon akan memastikan jika Lea akan menjadi seorang wanita dewasa selama tinggal bersamanya. Dan Leon akan memastikan jika selama proses pendewasaan tersebut, Lea akan mengenal seperti apa itu dunia yang sebenarnya.
Sedangkan kini, Lea yang Lea harus beradaptasi dengan semua hal yang baru ini. Lea juga harus bersiap dengan apa yang akan terjadi di masa depan. Apalagi kini Leon sang raja singa sudah merancang sebuah rencana yang tentunya akan menyulitkan Lea. Tentu saja rencana tersebut yang akan menjerat Lea, dan membawanya jatuh pada neraka yang disebut Leon sebagai surga dunia.