Aliana sudah bersama Andrean selama 8 jam dan selama itu jugalah Hasbie terus mencari Aliana setelah ia mengetahui bahwa Aliana diculik oleh seseorang, sedangkan Hasbie tidak bisa melaporkan hal tersebut pada polisi karena bisa mengancam keselamatan diri Aliana.
“Andrean, boleh aku meminjam handphonemu?” pinta Aliana pada Andrean, meminjam handphone Andrean untuk menghubungi Hasbie karena Aliana tahu Hasbie sedang menyuruh orang suruhannya untuk mencari keberadaannya. “Papa pasti sedang panik sekali saat ini,” pikir Aliana. “Andrean boleh aku pinjam handphonemu sebentar?” tanya Aliana kembali untuk kedua kalinya karena pertama tadi Andrean tidak menghiraukannya. Sedangkan ia sudah bosan berada di apartemen Andrean dan ingin kembali pulang tetapi Andrean tidak ingin mengantarnya pulang. Ia ingin pulang sendiri ia tidak mengetahui daerah tersebut dan takut malah bertambah bahaya yang membuat dirinya terjebak dalam kondisi berbahaya.
Andrean akhirnya mengangkat kepalanya dan melihat ke arah Aliana yang kebosannan, Aliana sudah gelisah dari tadi dan sudah beberapa kali mengangganti posisi duduknya, ia ingin merebahkan diri tetapi itu adalah kediaman seorang laki-laki membuat Aliana berpikir dua kali untuk melakukan hal yang ia inginkan.
“Untuk apa?” tanya Andrean pada Aliana yang memelas ingin meminjam handphonenya.
“Untuk sebuah panggilan, tolong pinjamkan aku handphonemu,” pinta Aliana kembali dengan memelas ia memandang Andrean dari tempat duduknya di sopa ruang tengah apartemen Andrean yang tidaklah luas jika dibandingkan dengan apartemen milik Brian yang pernah Aliana lihat sebelumnya.
“Bisa, tapi jangan lama pulsaku mahal, dan aku tidak ingin memboros karena panggilanmu,” seru Andrean memberikan peringatan pada Aliana untuk tidak memakan waktu lama saat melakukan panggilan.
“Heh! Kau ini siapa yang membuatku seperti ini?! Seperti gelandangan yang dipungut oleh orang asing dan dibiarkan begitu saja, seharusnya kau memulangkanku karena aku sangat kebosanan di tempatmu ini, mana aku tidak bawa apa,” gerutu Aliana, kemudian ia mendengus dan menatap tajam Andrean yang sedang sibuk dengan komputernya. “Hey! JANGAN BUAT AKU JUGA HIDUP SAMA MEMBOSANKANNYA SEPERTIMU! AKU INGIN PULANG! PULANGKAN AKU!” teriak Aliana dengan ganas karena ia sudah sangat kebosanan, dan tidak ada satupun hal yang ia dapat lakukan di tempat itu.
“Jangan berteriak! Apartemenku bisa di datangi oleh tetangga gara-gara teriakanmu itu. Bukankah kau membawa kartu atm, nah gunakan itu untuk pulang dan keperluaanmu. Dengan itu juga kau bisa berbebelanja sepuasnya,” balas Andrean tanpa mengalihkan perhatiannya dari computer di depannya.
“Heh! Kau kira isi kartu atm ini ada banyak! Aku tau papaku, jika ia memberikan kartunya itu artinya isi kartu tersebut tidaklah banyak dan hanya berkisar lima ratus ribu, aku bisa apa dengan uang segitu,” jelas Aliana yang tampak kecewa.
“Hey, kau itu bukan orang miskin jadi kenapa kau khawatir, uangmukan banyak dan tinggal minta saja,” sanggah Andrean dengan santai.
“Dan kau? Kau melupakan jati dirimu yang juga seorang yang kaya raya tetapi pelit sekali padahal hanya pulsa yang aku pinta bukan seluruh hartamu,” ujar Aliana dengan kesal pada Andrean yang kini sudah menatapnya dengan tatapan tak kalah kesalnya.
“Aku berbeda, kau sudah memang kaya, sedangkan aku…, aku hanya tinggal sendirian dan menghidupi diriku sendirian,” bantah Andrean dengan nada suara terkesan santai sambil memposisikan dirinya untuk bersandar pada sandaran kursi tempat duduknya.
Aliana menatap Andrean yang sedang menatap kearah lain.
“Tapi bukankah ini aneh, apa kau sama sekali tidak mendapat uang dari pamanmu? Emmm semacam biaya hidup begitu, harta peninggalan orang tuamukan banyak.” Aliana menatap berharap Andrean menanggapinya.
Andrean menoleh dan mendapati Aliana tengah menatap, Andreanpun mengerutkan keningnya dengan satu alis terangkat.
“Aku? Dapat uang dari tua bangka itu? Hahahaha! Kau sedang mengejekku?! Dia tidak akan memberikan uang orang tuaku padaku, dia serakah. Oh bukan serakah tapi gila, dia adalah definisi gila dariku.” Andrean menjeda ucapannya. Kemudian bergerak dari bersandar kemudian mencondongkan dirinya hingga tubuhnya ditopang oleh sikutnya pada kedua pelipatan tutut kaki jenjangnya. “Dia adalah iblis gila yang sayangnya adalah keluargaku juga,” ucap Andrean dengan tatapan tajam membalas tatapan Aliana.
Aliana terkesiap, dia terkejut tapi tidak dapat berkutik. Tatapan Andrean mengisyaratkan dendam, sungguh dingin membuat beku dan menghancurkan.
“Bi-bisa kau mun-dur? Duduklah yang benar jangan menatapku seperti itu.” Aliana tidak sadar dia tergagap karena masih terpaku pada tatapan tajam Andrean.
Andrean hampir saja meledakkan tawanya melihat raut khawatir Aliana. Rasa khawatir pada dirinya sendiri. Tapi Andrean sadar, jika dia dengan mudah menunjukkan banyak ekspresi pada Aliana, bisa saja Aliana mengganggapnya enteng dan tidak serius. Satu hal yang Andrean masih pelajari dari Aliana sendiri, yaitu karakternya. Andrean masih harus memperlajari karakter Aliana yang bisa saja dia adalah seorang player handal yang sulit dideteksi.
“Lalu apa yang akan kita lakukan?” tanya Aliana, Andrean menatap Aliana lekat. Sungguh Andrean menyadari dari tadi bahwa Aliana dapat dengan mudah mengubah-ngubah ekspresi dan nada bicaranya, maka dari itu Andrean tidak bisa menebak bagaimana Aliana sebenarnya.
“Sudahku beritahu bukan bahwa yang sangat dia inginkan itu adalah kau, dia ingin mengambil pulau pribadi milik keluargamu. Kuncinya hanya ada padamu, apa kau tidak tahu sama sekali tentang kau itu kaya raya?” tanya Andrean dia agak jengkel karena saat dijelaskan Aliana seperti tidak menangkap apapun atau istilahnya dia baru mengetahuinya.
Aliana menggelengkan kepalanya menandakan dia tidak tahu menahu tentang kekayaan keluarganya yang sebenarnya.
“Aku tahu, tapi yang kaya bukan aku tapi orang tuaku,” jawab Aliana santai.
Tangan Andrean terangkat ingin memukul kepala Aliana, tapi dia urungkan melihat kilatan mata Aliana yang seperti mengatakan jangan macam-macam padanya, sehingga Andrean hanya mengangkat tangannya untuk menggaruk tengkuk belakangnya.
“Ck! Ternyata merepotkan dari dugaanku,” gumam Andrean.
“Merepotkan apanya?” tanya Aliana. “Lagipula dia ingin pulau itu kenapa aku yang harus direpotkan bukankah dia hebat, sangat hebat sampai orang takut padanya,” ucap Aliana.
“Selama ini kau aman karena orang tua angkatmu itu hebat dalam mengelabui orang Juan, keamanan akan keluarga kalian sudah semakin bagus dari sebelumnya. Aku kenal Hasbie, dia sangat hebat dalam menjalankan bisnis keluargamu tanpa terlihat. Aku jadi ingin berguru padanya,” jelas Andrean diakhiri dengan gumam dia ingin belajar pada Hasbie.
“Jika otakmu sepintar Papaku,” cibir Aliana.
“Jangan kau lupakan orang tuaku juga memiliki otak cerdas,” bantah Andrea.
“Itu orang tuamu. Lalu kau? Belum tentukan?” balas Aliana.
“Sudahlah, lupakan. Begini kau sudah mengetahui apa keinginan dari Juan saat ini, bahkan bisa jadi dia menginginkan lebih dari yang kita ketahui, kuharap Paman Hasbie tidak kecolongan dengan ada pengkhianat di dalam perusahaan Yaksa atau pengintai disekitar keluarga kalian. Untuk saat ini yang penting untuk kau lakukan adalah menghindar dulu dan lari sejauh mungkin.” Andrean menjelaskan pada Aliana dengan serius, dia memaparkan apa yang harus dilakukan oleh Aliana untuk saat ini.
“Lari? Aku harus lari dari dia?” tanya Aliana memastikan.
“Walau aku benci mengatakannya tapi untuk sementara tidak masalah, kau memang harus lari untuk sementara dengan cara yang rapi tanpa menimbulkan kecurigaan dari orang-orang sekitarmu atau menarik perhatian mereka, yang terpenting pergilah dengan natural, terlihat alami kau memang harus pergi bukan karena menghindari. Aku tau kau pasti paham dengan maksudku.” Andrean menjelaskan dengan sangat baik pada Aliana.
Aliana tersenyum dia sangat paham dengan apa yang Andrean jelaskan padanya.