Tanah yang Berbeda

1097 Kata
Aliana dengan beberapa teman barunya mendatangi ruangan guru yang bertanggung jawab di asrama dengan tergesa. Tubuh Aliana sudah sedikit bergetar dan mengeluarkan keringat dingin karena ia juga tadi melihat orang yang mengintainya. Keringat dingin mengalir di wajah Aliana, ia berlari untuk sampai ke ruangan penanggung jawab asrama tersebut. Aliana sudah sampai di depan ruangan penanggung jawab asrama mereka. Aliana membuka pintu berwarna putih di depannya tersebut tergesa, Aliana melangkahkan kakinya dna menemukan seorang wanita yang sedang duduk di kursinya dengan berkas-berkas yang sedang ia baca. “Bu!” teriak Aliana saat melihat orang yang ia cari ada di balik meja kerjanya. Wanita itu mengangkat kepalanya melihat Aliana dan beberapa siswi asramanya tampak berantakan dan tersengal. Ia yakin bahwa siswinya tersebut berlari untuk sampai ke ruangannya. “Ah maaf Bu,” sapa siswi yang menemani Aliana, lalu ia menyenggol Aliana yang sudah lebih dulu berdiri di tempatnya dari tadi “Kau ini tidak ada sopan santunnya, sapa dulu Bu penjaga dengan baik-baik,” omel siswi teman Aliana bernama Lili tersebut. “Ah, iya, maaf,” sahut Aliana dengan salah tingkah ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali. “Maaf Bu, saya lancing memasuki ruangan Ibu dengan berteriak,” ujar Aliana meminta maaf pada ibu penjaga itu dan membungkukkan badannya sedikit dengan wajah bersalahnya tidak berani untuk menatap ibu penjaga yang melihat ke arah mereka. “Tidak apa, Ibu maafkan. Ada apa kalian ke sini dengan tergesa-gesa seperti itu?” jawab ibu penjaga tak lupa ia juga bertanya pada kedua siswinya tersebut. “Ow iya, Ibu bisa bantu untuk menghubungi Papa? Aliana ingin berbicara pada Papa Bu,” jelas Aliana yang sedikit gugup untuk menyampaikan maksud ketadangannya pada ibu penjaga. “Baiklah, tapi tidak boleh lama,” balas ibu penjaga, karena memang siswinya diperbolehkan untuk meminta bantuan pada penjaga asrama masing-masing untuk menghubungi orang tua yang bersangkutan jika diminta atau memang sedang ada yang harus disampaikan. “Baik Bu,” balas Aliana. Ibu penjaga pun mencari nomer orang tua dari Aliana untuk dihubungi di buku identitas siswa. Ibu penjaga menelpon orang tua Aliana sesuai permintaan Aliana tadi. Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk panggilan itu tersambung karena beberapa detik setelah panggilan di lakukan panggilan terhubungan dengan Hasbie, papa Aliana. “Halo, apa benar ini dengan orang tua Aliana?” tanya ibu penjaga setelah panggilan itu diterima oleh yang sedang dihubungi. Ibu penjaga tampak tersenyum dan melihat ke arah Aliana yang memandangnya dengan berbinar tidak sabar. Ibu penjaga memberikan telponnya pada Aliana dan Alianan menerimanya dengan sangat senang dan tidak sabar. “Halo Papa, Papa bisa datang ke asrama? Papa di sini ada nyamuk,” sebut Aliana sangat tidak sabar ia langsung mengatakan dengan kode agar ibu penjaga tidak curiga padanya. “Halo sayang, apa di sana tidak aman juga?” tanya Hasbie khawatir akan keselamatan putri bungsunya. “Iya, bisa Papa datang ke sini berikan aku obat nyamuk yang biasa dipakai di rumah, dan juga lotion yang bisa melindungi kulitku,” jelas Aliana pada Hasbie, ia mengiyakan ucapan Hasbie dan juga memberikan kode meminta perlindungan pada Hasbie. “Baik sayang, Papa akan datang ke sana, jaga dirimu selama Papa belum sampai ke sana. Selalulah bersama temanmu yang bisa kau percayai,” pesan Hasbie pada anaknya. “Baik Pa, aku akan menunggumu,” jawab Aliana dengan senang. “Ingat pesan Papa, baiklah Papa tutup telponnya,” kata Hasbie kembali. Terdengar bunyi ‘tut’ tanda panggilan telah berakhir yang diakhiri lebih dulu oleh Hasbie. Aliana kemudian memberikan kembali ponsel tersebut pada ibu penjaga. Ibu penjaga menerimanya. Dan berkata, “bukankah obat nyamuk ada tersedia di setiap kamar asrama?” Dengan tenang Aliana menjawab, “ada, hanya saja obat nyamuk yang ampuh dan melindungiku itu ada di rumah, nanti Papa akan datang.” Aliana tersenyum pada ibu penjaga. Ia meberitahukan Hasbie akan datang, ia jujur tetapi tidak menjelaskan untuk apa kedatangan Hasbie ke asrama sekolah itu nanti. “Baiklah, kalian sebaiknya kembali ke sekolah sebentar lagi kelas akan dimulai, jangan membolos dengan alasan obat nyamuk,” kata ibu penjaga memerintahkan Aliana dan Lili untuk kembali ke sekolah dan mengikuti pelajaran.  Aliana sebenarnya hanya ingin menunggu Hasbie datang dan menjemputnya mengelurkan dirinya dari sekolah itu, karena percuma, sekolah itu tidak lagi aman dan sudah diintai oleh beberapa orang yang setiap hari ada dan bertanya tentang dirinya dari pos penjaga gerbang. Aliana mengetahui semua itu, laporan dari Lili yang ditanya oleh security penjaga gerbang dan juga ia melihat orang tersebut sehari sebelumnya. Orang berpakaian serba hitam dan bertopi berdiri di luar pagar atau berdiri di seberang jalan tepat di luar pagar gerbang utama sekolah. Aliana dan Lili berjalan di korodor asrama dan akan kembali ke sekolah sambil menunggu Hasbie datang menjemput Aliana. “Alia, kau benar akan keluar dari sekolah ini?” tanya Lili sambil mereka berjalan beriringan. “Iya, aku akan keluar aku merasa di sini juga tidak aman lagi. Memang beberapa hari ini dia berada di luar gerbang, tetapi kita tidak tau besok-besok di sudah berani masuk ke area sekolah apalagi sampai ke asrama dalam kita,” balas Aliana, karena keputusannya sudah bulat, lagi pula Hasbie sudah berjanji jika tempat itu tidak lagi aman makan ia akan dijemput keluar dari sekolah tersebut. Walau kenyataannya Aliana sudah merasa nyaman berada di tempat itu, ia dapat mendalami ilmu seninya dalam menggambar di sekolah itu bersama teman barunya Lili. “Aku akan merindukanmu Alia, aku tidak akan mempunyai teman sekamar dan satu jurusan lagi. Kau tau aku sangat senang saat mengetahui ada murid baru dan masuk ke kamar asramaku. Menjadi temanku,” seru Lili sambil wajahnya tertekuk kecewa. “Tenang saja, nanti jika kau memiliki waktu liburan kita bisa membuat janji untuk bertemu atau liburan bersama,” ucap Aliana untuk membuat Lili tidak percaya padanya. “Lalu bagaimana dengan bakatmu itu? Apa aku akan mencari sekolah lain yang juga satu jurusan dengan ini?” tanya Lili, karena May ia tahu bagaimana bakat Aliana dalam menggambar, Aliana memiliki bakat yang handal. “Entahlah, aku tidak tau. Semenjak aku selalu diteror tatanan masa depanku berantakan, aku tidak tau pasti apa yang terjadi mengapa orang-orang itu menerorku. Yang aku takutkan untuk terus bertahan berada di sini adalah nyawa orang terdekatku, termasuk kau Lili, kau juga dalam bahaya,” jelas Aliana, ia tidak ingin kejadian yang menimpa rekan kerjanya di minimarket beberapa waktu lalu juga terjadi pada teman sekolah barunya. “Tapikan Al, sekolah ini aman. Penjagaan ketat lagi pula orang itu laki-laki jika tidak ada surat dari keluarga yang bertanda tangan atau tidak terdaftar namanya tamu yang boleh berkunjung. Dia mana bisa masuk ke area sekolah apalagi asrama dalam,” jelas Lili.     (a) ….
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN