Jordan menatap Rowena dari ujung kepala hingga ke bawah. Semakin merasa tertarik. Begitupun dengan Rowena yang sama sekali tidak gentar ditatap seperti itu oleh pria tampan di depannya.
Rowena tiba-tiba saja ditarik dengan kuat hingga tubuhnya jatuh ke pangkuan pria panas di depannya. Ia agak tersentak untuk sesaat. Akan tetapi dengan sigap bisa menyesuaikan diri dan mengalungkan kedua tangannya pada leher Jordan.
Bibirnya yang dipadukan lipstik merah tampak membuatnya terlihat seksi dan nakal disaat yang bersamaan. Tatapan matanya yang tajam dan memikat menambah daya tariknya.
"Rupanya kamu adalah pria yang tidak sabaran, Tuan!" Rowena menarik dasi Jordan dengan main-main. Dengan sengaja melonggarkan ikatan dasinya hingga memperlihatkan tulang selangka milik pria itu yang membuat Rowena merasa semakin ingin berbuat lebih.
Entah karena efek wine yang baru saja diminumnya atau bukan, tatapan mata Rowena saat ini tampak agak sayu. Dia mendekatkan kepala mereka hingga dahi keduanya saling menempel. Deru napas hangat milik Jordan menerpa wajah Rowena. Terdapat aroma tembakau samar, berpadu dengan aroma kopi yang menenangkan. Aroma memikat khas pria dewasa yang matang seolah siap untuk disantap kapan saja.
"Aku menyukai aroma tubuhmu, Tuan!" Bibir merah merona Rowena sengaja mendekat dan mengenai daun telinga milik Jordan. Dia berusaha menekan keinginannya untuk mendominasi pria yang tengah memangkunya saat ini. Akan tetapi tetap saja dia kalah dengan keinginan primitif dalam dirinya.
Jordan yang sedari tadi hanya bertindak secara pasif, kini mulai melingkarkan tangannya untuk melingkari pinggang ramping Rowena dengan erat. Membuat tubuh keduanya semakin dekat dan tampak intim.
"Bagaimana kalau besok kita mendapatkan surat pernikahan di Kementerian Urusan Agama?"
"Tidak masalah, tapi apa kamu tidak menginginkan pernikahan yang megah?" Jordan mengikuti arus. Ingin melihat lebih jauh bagaimana gadis di pangkuannya akan bertindak sejauh ini.
"Tentu saja ingin, wanita bodoh mana yang tidak menginginkan pernikahan mewah?"
"Lalu, jika besok kita menikah, aku tidak bisa menyiapkan pernikahan mewah yang kau inginkan." Sebelah tangan Jordan memegang rambut milik Rowena yang tergerai indah, mencium helaiannya dengan cara yang menggoda.
Rowena tidak bisa lagi menahan provokasi itu. Dia dengan tiba-tiba menundukkan kepalanya dan menggigit leher Jordan. Membuat pria itu mengerang tertahan dan mempererat pelukannya pada Rowena.
Rasa sakit pada bagian lehernya tidak begitu dirasakan oleh Jordan. Namun perubahan suhu tubuh dan gelenyar aneh yang dia rasakan membuat Jordan harus menelan ludah dengan susah payah. Jakunnya bergerak naik turun dengan seksi. Deru napasnya memberat tanpa bisa dia tekan, hingga sesuatu yang mengeras di bawah sana tidak bisa lagi dia kendalikan.
Rowena yang berniat melepaskan bibirnya setelah menggigit leher Jordan kini teralihkan oleh jakun Jordan yang naik turun. Tatapan matanya yang agak berkabut karena mabuk semakin tak karuan. Sebelah tangan Rowena bergerak dengan hati-hati untuk memegang jakun yang tampak sangat menggoda matanya. Merasa tidak cukup hanya dengan memegangnya. Rowena kembali mendekatkan bibirnya ingin menjangkau jakun yang masih bergerak ke atas dan ke bawah.
"Cukup, jangan bermain api atau kamu akan menyesal." Jordan dengan segera menghentikan Rowena. Dia takut tidak bisa lagi mengendalikan dirinya.
"Apa kamu tidak mau menyentuhku? Apa kamu tidak menyukaiku? Apa aku kurang seksi untukmu?" Rowena menatap lekat mata milik Jordan yang hitam dan tampak indah dengan alis tebal serta bulu mata yang panjang.
Pertanyaan beruntun dari Rowena membuat Jordan merasa kepalanya mulai berdenyut. Dia dapat mencium aroma samar alkohol dari bibir merah merona milik gadis di pangkuannya. Dia tentu ingin melakukannya, hanya saja dia tidak suka melakukan sesuatu atas dasar mabuk seperti ini. Dia suka melakukannya dalam kondisi keduanya benar-benar sadar dan paham apa yang akan mereka lakukan beserta konsekuensinya.
"Kamu mabuk!"
"Aku sadar, dari mana aku terlihat mabuk? Ah ... benar juga, aku mabuk oleh tatapanmu. Kamu sangat tampan, jauh lebih tampan dari pada para pria muda yang tidak kompeten di luar sana."
"Benarkah?"
"Tentu saja, lihatlah d**a bidang dan kokoh ini. Aku sangat ingin meremasnya. Bagaimana d**a ini bisa terasa keras dan kokoh? Mungkin saat aku menikah denganmu nanti, aku akan bisa tidur dengan nyenyak setiap harinya jika bisa tidur di atasmu seperti ini."
Jordan menyipitkan kedua matanya. Wanita di depannya tampak semakin melantur. Kata-katanya terasa semakin vulgar dan membuat Jordan merasa linglung selama beberapa saat.
"Dimana rumahmu?"
"Bagaimana kalau kamu membawaku ke rumahmu? Bukankah kita akan segera menikah besok? Itu ide bagus, aku akan ikut kemana kamu pulang agar kita bisa saling membiasakan diri untuk tinggal bersama." Rowena tampak semakin memikat, rambutnya agak berantakan. Namun hal itu malah semakin menambah daya pikatnya. Tatapan matanya yang tampak sayu membuat Rowena begitu rapuh dan liar pada saat yang bersamaan.
Aroma bunga segar menguar dari tubuh gadis di pangkuannya. Jordan menyukainya. Aroma Rowena berbeda dengan aroma parfum wanita lain yang biasanya terlalu kuat atau lebay hingga membuatnya merasa mual dan muak. Berbeda dengan Rowena yang meskipun penampilannya tampak nakal dan seksi, namun aroma tubuhnya sangat nyaman untuk dihirup. Tanpa sadar Jordan mendekatkan wajahnya pada leher Rowena. Mengendus leher Rowena dan menyesap aroma seger yang membuatnya merasa tenang. Bahkan aroma lembut pada rambutnya juga membuat Jordan merasa nyaman dan tidak ingin melepaskannya.
Rowena yang setengah mabuk dan badannya terasa semakin panas. Dia tidak tahan lagi. Tangannya dengan nakal mulai membuka kancing kemeja milik Jordan, hingga memperlihatkan sebagian d**a bidangnya. Namun gerakan tangan Rowena langsung dihentikan oleh Jordan.
"Jangan nakal, jadilah penurut. Atau aku tidak akan menikahimu!" Tatapan mata Jordan tampak tajam dan dalam, namun hal itu tidak membuat Rowena merasa takut. Justru adrenalin dalam dirinya semakin berpacu, ingin menaklukkan duda satu anak ini.
"Mengapa tidak? Jika tidak denganmu, mungkin aku akan mencari calon suami lain." Rowena berbisik lirih di telinga Jordan dengan begitu berani, bahkan lidahnya terjulur menjilat daun telinga milik pria itu tanpa ragu.
Rahang Jordan tiba-tiba mengeras, dengan segera dia menurunkan Rowena dari pangkuannya. Lalu menyeret gadis itu agar ikut dengannya.
Rowena yang diseret dengan agak kasar oleh Jordan, mengikuti di belakang tubuh pria itu yang tampak penuh dengan feromon. Membuat sudut bibir Rowena terangkat naik. Dia tidak sepenuhnya mabuk, namun memang dia merasa tertarik untuk menggodanya lebih jauh. Dia tidak akan menggunakan taktik gadis bunga teratai putih yang tampak polos dan rapuh di depan pria itu. Justru dia akan menunjukkan sisi nakal dan liarnya secara terang-terangan tanpa rasa takut.
Setelah sampai di depan sebuah mobil sport Lamborghini, Jordan membuat Rowena masuk ke dalam mobilnya. Rowena dengan patuh masuk, senyum nakal masih tersungging di bibirnya. Dia tidak takut akan dianggap sebagai "ani-ani" oleh Jordan, karena dia yakin kalau pria itu pasti tahu siapa dirinya saat ini.
Keduanya kini telah berada di dalam mobil yang melaju dengan kencang, membelah jalanan lenggang di tengah malam. Rowena terus menatap sosok Jordan dari samping. Wajah tampan dan kulit eksotis itu, bagaimana bisa dia dibandingkan dengan bocah ingusan Zidan yang masih kerempeng. Disandingkan dengan ayahnya yang gagah perkasa?
'Kenapa aku bisa buta sampai menyukai pria muda yang tampak halus dan kerempeng itu?' semakin Rowena memikirkannya, semakin dia merasa kesal. Kepalanya agak berdenyut karena toleransinya dalam meminum alkohol terbilang tidak begitu bagus. Namun masih tidak begitu buruk.
"Panas!"
Rowena tanpa ragu melepaskan jaket crop top warna hitam yang melekat pada tubuhnya. Menyisakan dress ketat di atas paha dengan leher berbentuk V, yang membuat belahan buah persiknya tampak menonjol dengan sempurna.
Di sampingnya, Jordan bisa melihatnya dengan jelas. Namun dia memilih untuk tidak melakukan apapun dan fokus pada jalanan. Meski sesuatu di antara kakinya mulai gelisah sejak awal.
Sesampainya di mansion yang luas, Jordan menggendong sosok Rowena yang tampak tertidur dalam gendongannya. Bibir gadis itu agak terbuka sedikit, membuat penampilannya terlihat lebih menggoda. Bibirnya seakan menunggu untuk disantap oleh pria itu.
Jordan meletakkan tubuh Rowena di atas kasur, menatap wajah cantiknya yang tengah tertidur pulas. Dia ingin meninggalkannya begitu saja. Namun melihat make-up yang menutupi wajah gadis itu, Jordan malah tergerak untuk mengambil kapas dan cairan pembersih wajah untuk membantu Rowena menghapus make-up di wajahnya. Dia melakukannya dengan perlahan. Hingga wajah halus dan cantik Rowena yang tanpa lipstik, juga bedak terlihat jelas.
"Jauh lebih cantik tanpa make-up." Sudut bibir Jordan terangkat naik.
Lalu dia mengambil ponsel dari saku celananya. Menghubungi orang kepercayaannya.
"Cari informasi lengkap mengenai Rowena Ziandra. Kirim padaku besok sebelum waktu sarapan!"
Jordan mematikan sambungan teleponnya. Asisten Jordan harus menangis karena pria itu malah memberinya tugas dadakan di tengah malam seperti ini. Namun Jordan tidak peduli, dia harus mendapatkan informasi gadis di depannya dengan terperinci. Karena dia tahu bahwa gadis ini awalnya adalah pacar anaknya. Dia juga tahu bagaimana kelakuan Zidan di belakang gadis ini. Jadi dia tidak merasa heran dengan tindakan Rowena tadi, hanya saja dia malah merasa tertarik.
Jordan ingin beranjak pergi, namun Rowena malah menarik tangannya dengan kuat. Membuat Jordan jatuh menindih tubuh Rowena. Aroma memabukkan gadis itu kembali memasuki indra penciuman Jordan.
"Masih sadar? Kenapa kamu memilihku?"
"Karena aku ingin membalaskan dendamku!" Rowena tidak berusaha menyembunyikan niatnya. Dia melingkarkan kedua tangannya pada leher Jordan, membuat jarak mereka menjadi semakin intim.
"Dendam apa?" Jordan bertindak seolah dia tidak mengetahui apapun.
Jarak wajah keduanya hanya satu kepalan tangan. Dengan sedikit kekuatan, Jordan bisa dengan mudah mencium gadis di bawahnya dengan mendominasi. Namun dia masih menahan diri.
"Aku benci diselingkuhi oleh anakmu. Jadi, mengapa aku tidak mendapatkanmu untuk membalaskan dendamku? Bukankah akan seru untuk menjadikan mantan pacarku sebagai anakku nantinya?"
"Apa yang membuatmu berpikir kalau aku akan menyetujui rencana gilamu? Menjadikanku sebagai alat balas dendammu?"