Pria Normal

1152 Kata
Sebastian mengalihkan pandangan ketika Sienna keluar dari ruang ganti. Setelah beberapa menit yang cukup menakjubkan saat pria itu mengintip aktifitas asisten sekaligus istrinya yang tengah berganti pakaian. "Bagaimana dengan jadwal besok?" Sebastian memulai percakapan untuk menghilangkan kecanggungan. "Jadwal besok?" Sienna yang tengah mengambil tas dan tote bag sebagai wadah pakaiannya pun menoleh. "Ya, besok." "Kau lupa ya? Besok kita libur. Sabtu Minggu, ingat?" Perempuan itu sedikit tertawa. "Oh iya." "Saking semangatnya bekerja kau sampai lupa ya?" Lalu dia berjalan mendekat. "Hmm … begitulah." "Bagus sekali Pak Dokter. Etos kerjamu patut dicontoh." Sienna mengangkat dua ibu jarinya untuk memuji Sebastian, yang membuatnya tertawa. Dan entah mengapa wajahnya terasa memanas saat perempuan itu mengatakan hal seperti itu kepadanya. "Siap untuk pulang?" Pria itu meraih kunci mobil dan tas nya. "Ya, tapi bisakah sekali ini saja kita mampir dulu ke suatu tempat?" Mereka kemudian berjalan keluar dari ruangan yang sudah dirapikan sebelumnya. "Ke mana?" "Ke taman kota ya? Please! Aku sudah lama tidak pergi selain bekerja. Terkadang itu membuatku bosan. Ya ya ya?" Sienna membujuknya. "Baiklah, karena beberapa hari ini kau sudah bekerja dengan serius maka aku akan menghadiahkan mampir ke taman kota sebentar." Akhirnya Sebastian menyetujuinya. "Yeayyy! Terima kasih, Pak. Aku janji akan bekerja lebih baik lagi setelah ini. Dan mungkin kau akan menghadiahkanku hal yang lebih?" Secara refleks Sienna merangkul lengan pria itu, namun kemudian dia lepaskan begitu menyadari ketidak nyamanannya. *** "Kau tahu, dulu aku sering sekali mampir kesini bersama ayah setiap pulang kuliah di akhir pekan." Sienna menikmati satu cone besar es krim yang dibelinya dari pedagang di sekitar taman. Semakin sore, area itu semakin disesaki pengunjung yang sama-sama menikmati suasana yang memang selalu ramai. Apalagi saat akhir pekan seperti ini. "Benarkah? Kau sangat dekat dengan ayahmu ya?" Sebastian terusan menatapnya saat berbicara. Dan semakin lama, gadis itu menjadi semakin terlihat cantik saja. Dan lihat caranya makan yang membuatnya terlihat sangat lucu itu? Menjadikan Sebastian merasakan sesuatu yang lain memenuhi hatinya. "Ya, dekat sekali. Dan hanya ayah yang aku punya, makanya aku merasa sangat kehilangan saat beliau meninggal." Sienna menjawab. "Hmm … aku ikut menyesal. Apalagi karena dia sedang bekerja dengan ayahku ya?" Sebastian ingat ketika menerima kabar dari ayahnya yang hampir saja terlibat kecelakaan beruntun di luar kota. Namun yang sampai kemudian malah berita tentang sopirnya yang sudah bertahun-tahun mengabdi yang ternyata tewas ditempat akibat terhimpit mobil dan truk yang menabraknya. Yang tidak lain dan tidak bukan adalah merupakan ayah dari Sienna. "Ya, benar. Tapi sudahlah, itu sudah lama kan? Aku suka sedih kalau mengingatnya." Sienna kembali melahap es krimnya. "Lalu kenapa kau bicarakan soal itu?" "Aku hanya sedang ingat ayah tahu? Bukan soal kecelakaannya. Kau kan yang mengatakan soal kecelakaan itu?" Perempuan itu memberikan pernyataan, yang akhirnya membuat Sebastian tertawa. Namun hal tersebut menarik perhatian Sienna, dan membuatnya tertegun menatapnya untuk beberapa saat. "Eee … ehm." Dan pria itu berhenti kemudian berdeham saat menyadari kelakuannya. Lalu dia terdiam. "Kau tahu, kau terlihat menyenangkan jika banyak bicara seperti ini." Sienna sedikit berbisik. "Hmm …." Sedangkan Sebastian hanya bergumam. "Kau terlihat lebih ramah dan …." "Normal?" Pria itu memotong ucapannya. "Eee … bukan begitu maksudku, tapi …." "Kau suka pria yang normal, Sienna?" Lalu dia bertanya. "Entahlah. Seperti apa pria normal itu aku tidak tahu. Apa seperti ayahku yang sering mengajakku jalan-jalan jika ada waktu ataukah sepertimu yang lebih senang diam di rumah dari pada berinteraksi dengan orang selain pasien-pasienmu?" "Kau tahu jika aku tidaklah senormal itu, jadi …." "Atau mungkin seperti pria-pria dalam n****+ dan drama Korea?" Sienna tertawa. "Ah, bacaan dan tontonan konyolmu yang sering membuatku muak itu?" Sebastian sampai memutar bola matanya jika dia mengingat hal tersebut. Di mana dia kerap kali melihat Sienna yang menonton drama percintaan dari negeri ginseng itu, atau menemukanya asyik dengan buku-buku kisah fiksi maupun membaca lewat platform online di ponsel setiap hari libur tiba. Dan tak ada yang bisa mengganggunya selain rasa lapar. "Hey, itu menjadi satu-satunya hiburanku tahu? Setelah seminggu lamanya berkutat dengan alat-alat kesehatan, obat-obatan dan dirimu." Sienna menjawab. "Apa? Aku? Apa hubungannya denganku?" Sebastian menunjuk wajahnya sendiri. "Tentu saja ada hubungannya. Seharian aku bekerja, bicara, dan berinteraksi denganmu. Kau pikir itu tidak membuatku pusing?" "Masa iya, itukan hanya …." "Belum lagi kita tingga serumah, dan setelah tidak lagi berinteraksi di malam hari pun kau tetap ada dalam pikiranku, jadi …." Mereka sama-sama terdiam setelah saling berebut bicara. "Ya, satu-satunya hal yang tak ada kau di dalamnya." Sienna melanjutkan kalimatnya, kemudian dia menyuapkan sisa potongan kecil cone dari es krim, lalu mengunyahnya dengan cepat. "Bisakah untuk tidak terus berputar-putar di kepalaku sebentar saja? Kau tahu itu sangat menyiksaku?" Perempuan itu tersenyum lebar memamerkan gigi putihnya yang berjejer rapi. "Hahahaha, kau percaya itu? Aku sedang merayu suamiku sendiri!" Lalu dia tertawa. "Tapi orang bilang itu sah-sah saja karena suamiku yang aku rayu dan buka suami orang lain." Dia kemudian meneguk air mineral yang disodorkan Sebastian kepadanya. Seperti biasa, pria itu akan memberinya air putih terutama setelah memakan makanan manis. "Baiklah, Pak. Ayo kita pulang?" Sienna bangkit dari duduknya. "Pulang? Kau yakin?" Dan Sebastian masih betah menatapnya yang selalu penuh semangat meski sudah seharian bekerja menghadapi pasien dengan berbagai macam karakternya. "Ya. Bukankah aku memang hanya memintamu mampir ke taman kota saja? Lalu apa lagi?" Perempuan itu menjawab. "Kau tidak mau pergi ke tempat lainnya dan menikmati waktu sebentar lagi?" Tiba-tiba saja sebuah ide muncul di kepalanya. "Ke mana? Seolah kau bisa pergi saja?" Sienna dengan tatapan mengejek. "Kalau aku bisa kau mau?" Namun pria itu menantang tidak seperti biasa. "Coba saja kalau berani? Kau kan sulit untuk berada di keramaian?" Sebastian melirik sekeliling mereka. "Taman ini cukup ramai dan aku bisa berada di sini lebih dari lima menit." "Yang lebih ramai dari ini?" Sienna memicingkan mata. "Misalnya?" "Mall. Bioskop, festival, food court …." "Hey hey hey! Satu-satu lah, aku tidak bisa pergi ke tempat seperti itu secara bersamaan, kan? Dan aku rasa kau juga." Sienna tertawa lagi, dan kali ini lebih keras. "Katamu kau suka pria normal? Maka ajarkanlah aku untuk jadi normal." Dan ucapan itu sontak saja membuat Sienna berhenti tertawa. "Apa kau mengerti, Sienna?" Sebastian pun bangkit. "Ayo kita kencan seperti dalam drama yang kau tonton?" katanya, dan raut wajahnya tampak serius. "Apa?" Membuat Sienna bereaksi setelahnya. "Bukankah suami istri seharusnya begitu?" ujar pria itu, dan sepertinya dia sungguh-sungguh. "Kau tidak serius?" "Aku rasa harus ada sesuatu yang dimulai di antara kita, bukan? Jadi …." Sebastian menarik dan menghembuskan napasnya pelan-pelan. Kemudian dia mendekatkan lengannya kepada perempuan itu. "Beginikah adegan di dalam drama favoritmu?" katanya. "Tapi maaf untuk yang pertama ini kita tidak bisa berpegangan tangan dulu." Dia mengisyaratkan kepada Sienna untuk memegang lengannya, dan istrinya itu mengerti. "Apa sudah sesuai? Aku kelihatan normal?" tanya nya ketika Sienna sudah memegangi lengannya. "Baiklah sedikit." Perempuan itu menjawab sambil tertawa. "Baiklah, kita mulai dari sini." Keduanya melihat ke sekeliling. "Uh'um." Sienna mengangguk sambil tersenyum, lalu mereka berjalan beriringan menuju mobil di parkiran. Dan ini pertama kalinya Sebastian bersikap tidak seperti biasanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN