Sesampainya di rumah, Ribi buru-buru mengambil tas kopernya dan memasukkan pakaian, laptop dan lainnya. Ia menatap brankas yang terletak di samping tempat tidur dimana Arga berbaring. Ribi memesan ojek online terlebih dahulu, lalu berusaha memecahkan kode brankas tersebut.
Suara mobil terdengar di halaman rumah kontrakan. Ribi menyadari Arga yang akan segera masuk, buru-buru mengambil tas nya.
"Mau kemana kamu? " tanya Arga.
"Bukan urusan kamu! " jawab Ribi datar.
Arga menahan tangan Ribi, "Bi, tolonglah. Aku bisa jelasin. "
Ribi tersenyum sinis dan menatap Arga, "Apa? Kamu mau jelasin apa? Aku ga peduli apapun penjelasan yang keluar dari mulut kamu. Lepain tangan menjijikkan kamu dari tangan aku!"
PLAKK!
Ribi menatap Arga yang wajahnya sudah memerah menahan amarah. Ribi pun membawa tas nya keluar rumah.
"Kamu keluar selangkah lagi, aku ceraikan kamu!"
Ribi pun tetap melanjutkan langkahnya. "Nishayu Arimbi Pasha, saya talak kamu jika kamu benar-benar pergi dari rumah ini. "
Ribi membalikkan badannya menghadap Arga. Senyum Arga merekah.
"Terima kasih Ga, selama kita berteman, kamu bantu aku mengusir segala traumatis yang ada dalam mimpi buruk ku selama ini. Walaupun aku tak tahu, itu tulus atau tidak. Setelah menikah kurang lebih sebulan, akhirnya aku tau perasaan mu sebenarnya. Aku tidak akan menuntut mobilku kembali, silahka gunakan bersama Caca. Aku tidak akan pernah kembali. "
"Bi! Apa kamu mencintai aku? "
"Tidak! Sejak awal aku tidak pernah cinta sama kamu. Kamu hanya lah teman. Tadinya aku mau membuka hatiku, belajar mencintai kamu. Aku mulai belajar masak dengan susah payah. Tapi, kamu yang menutup semua kesempatan itu. Aku bersyukur aku tau lebih cepat."
Arga terdiam. Tangannya mengepal.
"Aku tidak akan menghalangi mu bersama Caca. Aku pergi Ga." Ribi pun melangkah dan menghampiri ojol yang sudah menunggu nya di depan rumah. Arga pun tidak mengejar. Ia melempar segala perabot rumah nya ke sembarang tempat dan berteriak seperti orang gila. Ribi mendengar nya, namun ia tak peduli. Ia melangkah pergi dari kehidupan nya bersama Arga.
Ribi sudah sampai di tempat tujuannya. Hotel Singgasana. Ia melempar tubuhnya ke atas kasur. Ia menghela nafas kasar.
"Damn. Gue jadi janda."
***
Dalam coffeeshop hotel, ia memperbaiki CV kerja nya dan surat lamaran.
Beep. Beep. Notifikasi chat w******p dari Shinta masuk.
[Bi, lo dmn? Bokap lo sama Arga telvon? Mereka semua nanyain lo. ]
[Your Heart.]
[Eh serius. Gw gak bisa telvon lo, karena lg meeting. Ada berita apaan sih? Bagi dong. ]
[Wanii piroo sist? Lo tenang aja. Gw baik-baik aja. Sementara ya blg aja lo gtw gue dimana. Tar gue cerita. Tp ga skrg. Gw lg sibuk prepare masa depan gw..]
[Ok deh. Take Care yak.]
Ribi menyeruput kopinya. Diliriknya jam coffeeshop menunjukkan pukul lima sore dan ia melanjutkan menyelesaikan CV nya.
"Ah! Done! " sahutnya girang. Ia merenggangkan kedua tangannya dan menggerakkan badannya ke kiri dan kanan.
"Semua sudah beres. Email juga sudah. Tinggal menunggu pengumuman. Bismillah. " Ribi tersenyum senang. Ia merapikan laptopnya dan memasukkannya ke dalam tas. Begitu ia membalikkan badannya, ia bertabrakan dengan seorang pria yang sudah lumayan berumur. Seketika pria tersebut pingsan.
"Pak ketua!" pekik seseorang, yang kemudian segerombolan pria berjas hitam-hitam mengerubuni pria yang pingsan tersebut.
Ribi yang masih terkaget-kaget, hanya bisa memandangi adegan demi adegan di depan matanya.
"Nona, anda harus bertanggungjawab. Karena anda menabrak pak ketua kami, mari ikut kami ke rumah sakit."
"Sa-saya minta maaf. Saya ga sengaja. " sahut Ribi yang tidak digubris segerombolan pria berjas hitam. Mereka pun menggotong 'Pak Ketua' dan memasuki mobil, begitupun Ribi.
Sesampainya di Rumah Sakit, ia menggigiti kukunya tidak tenang hingga akhirnya dokter yang memeriksa keluar ruang.
"Permisi, anda keluarga nya?"
Ribi menggeleng, "Bukan, saya yang bertanggungjawab atas pasien. Bagaimana dok?"
"Tidak apa-apa. Beliau hanya kecapekan dan faktor umur juga yang sudah bisa dibilang sepuh. Sebentar lagi saya akan memindahkan Bapak Erlangga ke ruangannya. Mohon ditunggu. "
"Errh, terima kasih dok."
"Sama-sama." dokter pun berlalu dari hadapan Ribi. Ribi yang menunggui pria tua di kamar inap nya sudah mengalami kebosanan. Jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, namun belum menunjukkan tanda-tanda akan sadar.
Ceklek. Pintu terbuka dan seorang pria tampan memasuki ruangan. Ribi tercengang, namun dengan cepat ia mengembalikan kesadarannya. Pria itu menyadari keberadaan Ribi dan menatap Ribi dalam diam.
"Kamu.. "
Ribi berajak dari duduknya, "Maaf tadi saya gak sengaja menabrak bapak ini. Dan saya diminta anak buahnya untuk ikut kesini. "
"Eh mbak, makanya jalan itu hati-hati. Ini kakek saya sudah tua. Mbak liat deh, ditabrak mbak aja langsung di rawat gini." sewot si pria.
Ribi tersentak, ia tak menyangka pria yang membuat nya terpesona selama lima detik membuatnya terdiam mendengar celotehannya. "Oke mas. Saya minta maaf, saya salah. Tapi anda sebagai cucunya gimana ya? Membiarkan kakeknya yag sudah sepuh keluar rumah. Lalu anda? Sudah tau kakek anda dirawat dari sore, tapi baru dateng jam sebelas? Berbakti sekali ya cucunya. " kata Ribi sambil melipat tangannya di d**a.
Si pria tersenyum sinis, "Urusan anda apa ya? Saya punya kesibukan sendiri. "
"Oh ya? Oke. Si super sibuk. Anda CEO? Belagak! Palingan juga lagi bersenang-senang dengan wanita pakai mobil sewaan! Ga peduli kakeknya di rawat, dia malah bersenang-senang. "
"Oh hoo kamu ya-"
"Aris.. " seru pria yang sedang terbaring lemah. Pria yang bernama Aris mendekat ke arah kakeknya. "Kakeek.. Kakek gimana sih kok bisa di rawat?? Harusnya di rumah aja. "
Ribi pun mendekat, "Maaf pak, saya tidak sengaja menabrak bapak. Saya kurang hati-hati. "
"Makanya pake mata! Bukan pake dengkul! "
"Aris! " omel si kakek. "Tidak apa-apa nak. Dokter juga pasti sudah bilang kalau saya tidak apa-apa. Faktor U (*umur) aja kan?! " katanya sambil terkekeh. Ribi tersenyum dan mengangguk.
"Nama kamu siapa nak? "
"Arimbi pak. Biasa di panggil Ribi. "
"Oh ya nak Ribi. Terima kasih sudah menemani saya sampai cucu saya yang tengil ini datang." Aris membelalakkan matanya tanda tidak senang dikatai tengil.
"Sama-sama pak. Kalau gitu saya pamit dulu pak. Gak enak sudah malam. "
"Ariis, kamu antar ya. Rumah kamu dimana nak? "
"Gak usah pak gak apa-apa. Saya sementara ini tinggal di Singgasana Hotel. Saya naik ojol aja pak gak apa-apa. Aman insya Allah. "
"Ariiss."
"Saya antar aja. Ayok. Jangan lama-lama. Kakek saya bawel. " Aris berkata sambil melangkah keluar kamar. Kakek Aris hanya bisa tersenyum menggelengkan kepala. "Maafkan cucu saya ya nak. "
"Gak apa-apa pak. Saya pamit dulu, permisi. Bapak semoga cepat pulih seperti sedia kala. "
"Aamiin."
Ribi sudah duduk di samping Aris dalam mobil Land Cruiser nya. "Kamu jangan salah paham ya. Saya antar kamu karena disuruh. Bukan maunya saya. "
Ribi tertawa, "Tenang aja. Jangan sok ge-er gitu lah. Saya tau kok. Udah ya, saya gak pengen berdebat. Energi saya sudah terkuras. Saya mau hemat-hemat sebelum lowbatt. "
Aris melirik Ribi. Ribi menyenderkan badannya dan meligat pemandangan sebelah kirinya. Keduanya pun terdiam tak berkata apapun hingga tiba di lobby hotel. Ribi pun turun dan mobil Aris langsung melaju tanpa sepatah katapun.
"Ini cowok adab sama mukanya ga berbanding lurus. Heran gue. " kata Ribi bermonolog.
Ia pun melangkah memasuki hotel Singgasana dan bergegas masuk ke dalam kamarnya untuk istirahat.
Aris memukul setir mobilnya, "Damn! Kenapa harus ketemu dia sih? Takdir kah? Atau kebetulan? "
Aris memasuki kamar rawat kakeknya dan mendapati dua pengawalnya akan keluar ruang rawat. Kakeknya menyapa cucunya, "Sudah diantar? "
"Kakek sengaja atau gimana?"
"Maksud kamu? "
"Kakek tau dia Arimbi. Nishayu Arimbi Pasha. Kakek sengaja menabrakkan diri gitu? "
Kakek Aris menahan tawanya yang detik berikut nya ia tertawa lepas. "Ketahuan ya?"
Aris menatap tajam kakeknya. Kakeknya tersenyum, " Kita lihat, kemunculan dia adalah takdir atau bukan? Kamu menghindari dia bertahun-tahun tapi dia sekarang ada di hadapan kamu. "
"Aku gak mau ada masalah ya kek. Dia istri orang. "
"Yaa, We'll see. Takdir akan membawa dia kemana. Menjauh apa mendekat. "
"Tau ah. Masa bodo'. Aku menghindari dia demi keselamatan dia juga, tapi kakek dengan sengaja buat drama ini???!! "