4. Tertarik

1317 Kata
"Minta nomor w******p kamu dong biar aku gampang buat ngasih kabarnya besok," ujar Reynand disela mengemudikan mobilnya. Sedari tadi aku peka, kalau Reynand terus mencuri pandang ke arahku. Tetapi aku mencoba untuk menghiraukannya. Aku tersenyum kecil lalu menadahkan tanganku pada dia untuk meminta handphone-Nya. "Humm, kalau begitu mana handphone mu?" Reynand menyerahkan smartphone berlogo apple keluaran terbaru kepadaku dengan sebelah tangannya. Mobil jeep keluaran terbaru yang Reynand bawa membuatnya terlihat semakin keren. Aku yakin Reynand berasal dari keluarga berada, atau malah dirinya sendiri yang memang kaya. Mobilnya saja sebagus dan senyaman ini. Pasti dia sudah memodifikasinya dengan sangat baik dan dengan harga mahal pastinya. Aku berbicara seperti ini bukan semata-mata asal berbicara saja, karena aku juga mempunyai kakak laki-laki yang sangat menyukai mobil, ya dia adalah kakak pertamaku yang bernama Revan. Sedangkan kakak keduaku yang bernama Revin sangat menyukai motor. Aku mengetikan sederetan angka di handphoneNya, "Mau di namain apa sekalian?" tanyaku berbasa-basi, ya padahal sudah jelaslah pasti namanya 'Reyna' memangnya mau nama apa lagi? "Sepertinya kamu mengharapkan nama yang spesial ya?" aku tersenyum kikuk. Bukan maksud aku ingin dinamai dengan spesial, tetapi aku hanya ingin berbasa-basi saja. Ternyata basa-basiku beneran basi. "Kamu indigo juga ya, kok bisa nebak pikiranku." aku balik bertanya, iseng saja bertanya seperti ini. Bingung juga harus menjawab apa jika sudah ketahuan ke-gep. Dia tergelak, serius tawanya terdengar indah, bibirnya melengkung terlihat manis. Nyesel aku menjawab asal-asalan, malah aku sendiri yang kena getahnya. "Ya enggak lah, aku kan polisi pasti peka." jawabnya yang membuat aku mengangguk, meskipun tidak semua polisi peka juga sih, Reynand juga efek malam nih jadi ikutan ngelantur sepertinya. "Aku namain Reyna aja ya?" dia mengangguk setuju dan fokus kembali pada kemudinya. "Hmm sekarang kamu gak lagi melihat itu? Maksudku makhluk halus?" tanyanya yang membuat aku terdiam seketika. Benar juga ya sedari tadi aku tidak melihat keberadaan mereka terakhir kali saat dikantor polisi. "Enggak," jawabku cepat sambil menggelengkan kepala, "Kamu tahu gak Rey? Setiap aku nyentuh kamu hantu atau sejenisnya itu pasti langsung hilang. Dan berdekataan sama kamu juga makluk itu gak berani ngedeketin aku, satu lagi aku dari tadi gak bisa baca pikiran kamu, masa lalu dan masa depan kamu juga gak bisa aku baca. Apa kamu sengaja nutup semua ini? Atau gak ada hal yang kamu pikirin" "Aku dari tadi mikir mulu loh. Hmm aneh banget ya," dia nampak berpikir. "Kebetulan kali" sambungnya. Aku segera menggeleng. "Enggak Rey, kebetulan itu satu kali. Ini udah beberapa kali" jawabku sedikit ngegas. "Kalau begitu kamu harus berdekatan terus sama aku biar gak digangguin makhluk halus" dia terkekeh. Lama-lama aku bisa diabetes kalau kelamaan bersama Reynand nih. "Mulai iseng nih kamu" jawabku diiringi tawa yang gak ada anggun-anggunnya. Reynand banyak bicara dan aku juga begitu, kita seperti sudah kenal lama padahal kenyataannya baru kenal beberapa saat yang lalu. "Kamu beneran mau pulang ke rumah. Ini udah malem loh," aku menyakinkan nya kembali saat mobil sudah berhenti tepat diparkiran apartemen. "Beneran lah, kenapa hmm? Khawatir ya? Terus kalau gak pulang aku tidur dimana? Masa nginap ditempatmu." aku terkekeh dan seketika merutuki kebodohan dalam hati. Apa yang dikatakan oleh Reynand benar, tidak mungkin juga dia menginap di apartemenku. "Aku khawatir, karena sekarang udah larut. Bukannya lagi marah p********n?" tanyaku. Aku tahu dia yang paling tahu masalah yang sedang marak di kota ini. "Aku cowok dan bisa bela diri, bawa s*****a juga nih." aku menatap dengan intens ke arah Reynand. "Senjatanya dimana? Coba lihat nanti kamu boong lagi. Aku kan gak bisa baca pikiranmu" Reynand terkekeh pelan, tangannya mengacak-acak rambutku seperti gemas. Tetapi aku tak bisa berbicara atau berbuat apa-apa, perlakuan membuatku mati gaya. "Ada dijaket aku. Coba raba aja sebelah kanan," Jawabnya yang membuat aku terkejut. Hmm berarti jaket yang dia kasih ada s*****a nya. Aku mulai meraba nya lalu benar ada sebuah s*****a emm seperti pistol. Aku membuka resleting jaket itu dan mengeluarkan senjatanya, benar apa yang dikatakannya, yang di genggamanku ini adalah pistol. Aku membuka jaket dari tubuhku lalu menyerahkan pistol dan jaketnya secara bersamaan, dia menerimanya. "Makasih buat bantuannya. Aku janji besok bakalan bantuin kamu, hati-hati di jalan. Kalau udah sampai rumah usahain kabarin aku ya." aku membuka pintu dan segera keluar. Disela aku berjalan aku merutuki kebodohanku. Ah maksudnya apa aku bicara seperti itu. Usahain kabarin aku ya. Huftt memang aku siapanya sih. Aku malu sekali kali ini. Sebelumnya aku tidak pernah seperti ini pada laki-laki lain. Aku menaiki lift bersama dengan dua perempuan yang memakai baju kantoran yang jelas mereka adalah manusia. Aku mencoba tidak memperdulikan keberadaan makhluk halus. Masa bodo. Aku bahagia, ehh kok? ° Aku sedikit tak percaya saat Reyna mengatakan bahwa saat dia bersentuhan dengan ku maka mahkluk astral itu akan hilang. Memang ada ya seperti itu? Seumur hidupku, aku tidak pernah bertemu dengan makhluk halus. Jadi aku sedikit tak percaya. Namun besok aku akan membuktikan nya sendiri. Aku akan membuktikan bahwa Reyna benar-benar dapat melihat keberadaan mereka. Kasus ini memang benar-benar ribet, aku harus mencari jasad yang entah dimana keberadaannya, aku juga masih mencari pelaku siapa yang membunuhnya. Semoga saja besok Reyna memang bisa membantuku. Aku mengantar Reyna ke apartemen miliknya, sebenarnya rumahku juga tidak jauh dari sana, jadi sekalian pulang pikirku. Menurutku Reyna bukan wanita aneh seperti apa yang dia ucapkan. Reyna adalah tipe wanita yang gampang akrab dan asik juga. Jujur saja aku tidak pernah seakrab ini dengan wanita lain selain ibuku dan..mantanku. Ah lupakan aku tidak ingin mengingatnya kembali. Dia dan kenangannya sudahku kubur dalam-dalam. Hati-hati di jalan! Kalau udah nyampe usahain kabarin aku ya. Kata-kata itu selalu terngiang di kepalaku. Aku jadi tersenyum sepanjang jalan memikirkan kata-katanya yang entah kenapa terdengar manis. Aku tidak langsung pulang melainkan mampir dulu ke warung nasi goreng yang selalu menjadi langgananku. Aku belum makan sejak tadi siang. Sebenarnya aku sudah manawari Reyna makan namun dia menolak dengan alasan sedang diet. Dasar cewek ribet amat sih. Tapi aku suka, hehe. Jadilah aku sekarang makan sendiri. Setelah makan, aku segera pulang tak lupa aku mengabari Reyna lewat pesan. Udah tidur Rey? Aku baru pulang, mampir makan dulu barusan, soalnya dari siang gak sempat makan. Aku mengirimkan pesan itu pada Reyna. Tidak perlu menunggu lama dia langsung membalasnya. Hehe. Iya bagus deh kalau udah nyampe rumah. Maaf ya! Aku mengernyitkan dahi sambil menatap layar, kenapa harus minta maaf? Nanti kalau di ajak makan jangan nolak ya. Aku mengalihkan pembicaraan. Iya, dasar pak pol pemaksa. Sebenarnya aku gak diet. Aku cuman lagi males makan aja hehe. Badan ku udah kecil masa diet sih. Aku terkekeh pelan membaca balasan pesan darinya. Dasar kamu nih, katanya dokter tapi gak jaga kesehatan. Sana tidur, besok mau aku jemput gak?Berangkat jam berapa? Takut:(( Ada makhluk halus ngintip di jendela. Emm gak usah biar naik taksi aja, pulang dari rumah sakit juga kan kita barengan Aku Video call ya biar gak takut. Ini udah malem kalau aku tidur pasti bablas nyampe siang. gak ada yang ngebangunin soalnya Aku langsung melakukan Video call tanpa menunggu balasannya. Dengan cepat dia langsung mengangkat telponku. Terlihat dia sudah mengenakan piyama tidur berwarna merah muda, membuatnya semakin imut dan menggemaskan saja. Sedangkan aku tadi sudah berganti baju dengan kaos polos berwarna hitam. Dia tersenyum, senyuman yang selalu membuat darah ku berdesir hebat. Aku dan dia berbicara panjang lebar, wajah cantiknya begitu menghipnotis membuat betah lama-lama jika memandangnya. Ternyata aku tak sadar Reyna sampai ketiduran. Baguslah, akhirnya Reyna dapat tidur dengan nyenyak juga. Aku mematikan sambungan video lalu ikut tidur dan memasang alarm jam enam. Aku takut terlambat, soalnya besok akan mengantar Reyna ke rumah sakit. Ya meskipun awalnya dia menolak, namun aku tetap memaksanya. Sepertinya aku benar-benar telah tertarik pada Reyna. Dokter cantik yang menjadi idola dirumah sakit KARTIKA. Bahkan teman-temanku sampai tahu siapa dokter Reyna saking terkenalnya. Hanya aku yang tidak tahu, karena aku terlalu cuek urusan wanita.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN