5. Di ujung jalan

1428 Kata
"Astaga! Jam berapa ini?" aku terbangun dan langsung berteriak kaget. Pasalnya matahari di luar sudah menampakkan sinarnya, itu berarti menandakan kalau hari sudah agak siang. Aku melirik ponsel yang ada di sisi kepalaku, melihat jam lalu seketika tersenyum. Membayangkan semalam saat video call dengan Reynand, saking asyiknya aku sampai ketiduran, rasanya malu saat aku membaca pesan dari Reynand. Aku menghela nafas lega ternyata jam masih menunjukkan setengah tujuh. Udah berangkat? Maaf ya aku telat jemput. Aku ketiduran Nih. Satu pesan masuk dari Reynand, dan aku segera membalasnya. Belum nih, aku juga baru bangun. Tunggu ya, aku jemput! Aku tidak membalas pesan dari Reynand melainkan langsung masuk ke kamar mandi lalu membersihkan diri dan segera bersiap-siap untuk untuk pergi bekerja. Walaupun sebenarnya aku bisa berangkat nanti agak siang. Tetapi aku terlalu bersemangat jadi aku selalu berangkat pagi. ** Saat aku baru sampai di lobby apartemen, saat itu juga aku melihat Reynand sudah stand by di parkiran di depan sebuah mobil Alphard yang aku ketahui pasti miliknya. Sekaya apa sih Reynand? pikiranku terus bertanya seperti itu. Aishh kenapa juga aku malah bahas kekayaan Reynand, dasar jadi cewek matre banget sih aku. Aku tersenyum lalu menyapanya, dia juga balas tersenyum ramah. "Maaf ya kalau lama." ujarku padanya. Dia membukakan pintu penumpang yang berada di sebelah kemudi untukku. "Gak lama kok, aku juga baru sampai." jawabnya tersenyum lembut yang membuat aku langsung speechless dan hatiku berdebar tak karuan. Pagi ini Reynand terlihat segar padahal waktu istirahat semalam hanya sebentar, mungkin dia habis keramas. "Udah sarapan?" tanyanya. Aku menggeleng pelan tetapi masih bisa dilihat oleh dia karena dia nampak menganggukkan kepalanya. "Yaudah sarapan dulu yuk, mau sarapan apa?" tanyanya kembali yang lagi-lagi membuat aku terdiam. Emm kenapa aku jadi sedekat ini sama Reynand sih. "Bubur gimana?" Jawab ku. Dia menyalakan mobil lalu melajukannya dengan kecepatan sedang. "Kamu tahu tempat bubur yang enak?" Tanya nya. Aku mengangguk, "Di dekat rumah sakit. Biasanya aku suka disitu." "Yaudah disana aja deh, biar deket juga." Aku mengangguk, lalu setelah itu kita hanya berbicara ini itu sampai tak terasa sudah sampai di depan penjual tukang bubur langgananku bersama teman-temanku. "Jadi makanan favorit kamu bubur?" Aku mengangguk membenarkan pertanyaannya. Alasannya simple, aku tidak terlalu suka dengan nasi. "Kenapa?" "Karena gampang dikunyah, dari kecil aku gak terlalu suka makan sama nasi. Paling dalam sehari hanya beberapa suap aja." jawabku, membuat dia mengangguk. "Ada juga ya, yang seperti itu." "Ada lah, buktinya aku." "Kalau makanan favoritmu, apa?" Reynand nampak berpikir sejenak saat aku menatapnya. "Nasi goreng." jawab dia. "Itu makanan favorit hampir sejuta umat." jawabku membuat dia terkekeh. ** Reynand mengantarkanku sampai ke depan parkiran rumah sakit. Lalu setelah itu, dia segera tancap gas untuk sampai ke kantornya, yang berada persis didepan rumah sakit tempatku bekerja. Aku tidak tahu, kenapa Reynand datang sepagi ini untuk pergi ke kantor. Mungkin dia juga terlalu bersemangat. Di lorong rumah sakit terlihat ada Siska dan Felli, mereka adalah sahabatku terbaikku selama disini, aku memutuskan untuk menyapanya. "Hai guys!" mereka menoleh ke arahku sambil tersenyum. "Lo semalam abis lembur, ngapain masuk. Kerja rodi banget." Siska merangkul bahuku. Di rumah sakit ini aku tidak banyak memiliki sahabat, hanya Siska, Felli, Fano, dan Arka saja. Aku akan bercerita sedikit tentang Arka dia adalah laki-laki yang selalu saja mengejarku juga selalu terus terang memberikan perhatian padaku. Aku baca pikirannya juga dia memang suka padaku. Bahkan sudah beberapa kali dia pernah menembakku namun aku selalu menolaknya. Aku tidak sreg dengan Arka, aku rasa dia tidak cocok untukku. Dan kebetulan yang merasa cocok untukku adalah orang baru aku kenal .. Eh kok? "Bete aja gue, masa diem di apartemen sendirian" jawabku. "Rey, katanya semalam lo habis masuk kantor polisi ya gara-gara gagal operasi?" tanya Felli. Seketika membuat aku kaget darimana mereka tahu aku masuk rumah sakit, pasti Nina yang nyebarin. "Kok kalian tahu? Nina ya yang nyebarin?" Tanya ku. "Sepertinya iya, lo jadi tranding topic tau. Sekarang lo harus ceritain semuanya," Aku mengangguk. "Ruangan gue yuk!" Mereka mengangguk lalu aku berjalan diantara mereka sambil menggandeng lengan mereka berdua. Meskipun umur ku dan umur mereka berbeda agak jauh, tapi aku dan mereka berdua dapat bersahabat dengan baik. Bahkan aku tidak pernah menyimpan rahasia kepada mereka berdua, begitupun dengan mereka berdua. sebelumnya aku tidak pernah mempunyai sahabat sebaik mereka. Jadi sebisa mungkin aku tidak akan mengecewakan nya. Aku tidak ingin kehilangan mereka. "SERIUS LO!" Siska menggebrak meja ruangan, membuat aku mendengkus. Kalau meja ini rusak bagaimana? Ah memang anak pemilik rumah sakit semacam Siska tak perlu memikirkan jika meja ini rusak, dengan mudah dia akan menyuruh orang untuk menggantinya. Aku mengangguk. "Saraf tuh orang, untung ada yang nolongin lo. Ganteng kagak?" Felli menimpali dengan pertanyaan, bodohnya aku malah senyum-senyum tak jelas. Reynand memang tampan! Fix, no debat! "Kalau lo senyum-senyum gini, pasti tampan nih. Namanya siapa?" timpal Siska. "Reynand." Mata mereka berdua membola, seakan-akan tak percaya dengan apa yang aku katakan. "Serius?!" aku mengangguk. "Rey, lo tahu gak sih? Reynand itu komandan muda disana, dia juga digilai banyak wanita. Bahkan ya sikap dingin, tegas dan terbantahkan dari dia membuat dia disegani. Dia juga dingin sama wanita dalam artian gak ada simpang siur dia tengah menjalin hubungan." Aku membulatkan mata dengan jawaban Felli, "Ah masa sih? Semalam dia baik banget." jawabku. Siska nampak memutar bola matanya. "Ya iyalah baik, orang yang bakalan dia bantu sekelas sama Lisha black pink." Aku mendengkus mendengar jawaban Felli, mereka berdua memang keterlaluan kalau memuji seseorang. Pantas saja, semalam rame saat Reynand dekat denganku. ** Aku keluar rumah sakit dengan terburu-buru. Bahkan sampai tidak memperdulikan teriakan Arka yang ingin mengantarkanku pulang. Mobil Reynand sudah terlihat di pelantaraan parkir. Dia membuka kaca sebelahnya lalu mempersilahkan aku untuk masuk di bagian depan samping dirinya, seperti tadi pagi. "Reyna kamu mau kemana, aku anterkan kamu pulang!" Aku segera masuk kedalam mobil saat suara Arka lagi-lagi terdengar. Lalu menutup mobil dengan terburu-buru sehingga menimbulkan suara yang agak nyaring. "Jalan!" pintaku sembari menutup mata lalu menyenderkan badanku. Aku dapat merasakan aura Putri didalam mobil, dia adalah arwah yang sedang aku bantu untuk menemukan jasadnya. Arwah Putri sedang duduk dibelakang. Aku menyenderkan badanku ke kursi sambil berusaha meraih sabuk pengaman tanpa membuka mata sedikitpun. Jujur hari ini aku sangat lelah, bekerja seharian membuat badanku terasa sakit dan pegal. Apalagi semalam aku tidur hanya sebentar. Namun demi membalas kebaikan Reynand, aku mengesampingkan kecapekanku. "Tadi siapa Rey?" tanya Reynand sambil mengemudikan mobil miliknya. "Cowok gila." Jawab ku dengan nada malas. Arka membuat mood ku semakin hancur hari ini. "Orang gila kok kayak dokter sih" Jawabnya. Aku tahu Reynand sedang mencari topik pembicaraan, namun aku lelah. Aku sangat lelah Reynand, hmmm. "Iya dokter gila berarti." Mendengar jawabanku dia langsung terkekeh pelan. "Jadi kita ini mau kemana?" tanya nya. Iya juga ya sebenarnya kita mau kemana sih. Aku masih memejamkan mata lalu fokus agar bisa mendengar suara Putri. Sebelumnya aku sudah bernegosiasi dengan Putri. Jika dia sedang berada di dekatku maka aku menyuruhnya agar mengganti wujudnya. Jujur, aku mual melihat Putri dengan keadaan penuh darah dan luka tusuk yang berada dimana-mana. Jadilah sekarang putri berubah wujud dengan wujud aslinya yang menurutku sangat cantik, meskipun pucat sih. Setelah perempatan, belok kanan. Hutan yang berada di ujung perbatasan. Aku terlonjak. "Lo gila hah! Kita bisa menghabiskan waktu tiga jam buat nyampe kesana. Dan sekarang sudah jam tiga sore!" aku semakin terkejut saat melihat kebelakang ternyata banyak orang di mobil ini. Ah s**l! ? Kenapa Reynand tak memberitahukan padaku, jika bukan hanya ada kita berdua yang ada disini. Nampak terlihat ada satu orang wanita yang tidak asing bagiku. Di sebelahnya ada arwah Putri dan di sebelahnya lagi ada Alvin. Di paling belakang mobil ada tiga orang laki-laki yang sudah kuketahui namanya siapa. Mereka memakai baju yang sama seperti Reynand dan menatapku dengan tatapan aneh. Aku memfokuskan pikiran agar dapat mendengar suara hati mereka. Dan dalam hatinya, mereka bertanya 'aku berbicara dengan siapa barusan'. Gila ini benar-benar gila. Bahkan dibelakang mobil ini ada satu mobil yang berisi beberapa orang. Semuanya memakai baju yang sama dengan Reynand. Sebenarnya kenapa sebanyak ini membawa anak buah? Seperti akan berperang saja. "Oh s**t, Reynand!" aku melirik ke arah Reynand. Dia langsung mengusap tengkuknya lalu mengedikan bahunya acuh, seolah-olah mengerti apa yang sedang aku kesalkan. Sial benar-benar s**l. Jika seperti ini maka mereka semua akan tahu jika aku adalah... Indigo, dan wanita aneh. "Jangan ngumpat hei! Gak baik." peringatnya dingin. Aku jadi teringat ucapan Siska dan Felli tadi pagi yang mengatakan semua sikap Reynand yang diketahui oleh keduanya. "Maaf." lirihku. Tak ada yang busa kulakukan selain kata maaf. Jujur saja, aku malu!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN