Para mahasiswa serta mahasiswi Universitas Bakti Setia, berkumpul di aula besar karena hari ini rektor baru akan diperkenalkan secara resmi. Hampir semua mahasiswi tampak antusias menunggu saat-saat di mana rektor muda tersebut tiba. Tentu saja merasa begitu antusias karena kabar yang beredar mengatakan jika rektor baru terkenal sangat cerdas tapi masih muda dan tampan, ah satu hal yang tidka boleh dilupakan, tentu saja kaya. Bagaimana tidak kaya, rektor ini rupanya adalah putra sulung dari pemilik yayasan yang menaungi Universitas Bakti Setia.
Hanya ada beberapa mahasiswi serta mahasiswi yang suka rela menjadi panitia pengurus acara. Mereka sibuk dengan tugas-tugas yang telah dibagi sama rata. Di antara mereka yang sibuk tersebut, ada Yasmin, Vero dan Bina. Tiga sahabat yang sudah menjalin persahabatan yang dekat sejak pertama kali masuk universitas. Ketiganya sudah sangat dekat, bahkan perbedaan di antara mereka tidak bisa membuat mereka berpisah.
Sedikit perkenalan, Vero adalah mahasiswa jurusan teknik ruang, Bina adalah mahasiswi jurusan tata busana, sedangkan Yasmin adalah mahasiswi jurusan sastra Indonesia. Meskipun jurusan yang mereka ambil berbeda, mereka selalu bisa menemukan waktu untuk berkumpul. Entah sekedar untuk melepas penat, atau saling membantu mengenai tugas kuliah. Ketiganya selalu kompak dalam segala hal dan terkadang membuat banyak terkagum dengan persahabatan mereka yang lengket tersebut.
“Yasmin, ke sini dulu!” panggil Vero pada Yasmin yang akan naik ke atas panggung. Yasmin memutar arah dan turun dari panggung untuk mendekat pada sahabatnya itu.
Tiba di hadapan Vero, Yasmin tersenyum cantik. Dengan cekatan, Yasmin menggerakkan jemari dan tangannya untuk bertanya pada Vero. “Ada apa, Vero?”
Vero tersenyum. Ia memang sudah paham bahasa isyarat seperti ini. Ia berusaha mati-matian mempelajari bahasa isyarat agar mempermudah Yasmin yang memang memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi, ya Yasmin adalah seorang tunawicara yang memiliki pendengaran yang normal. Selama ini, karena tidak semua orang bisa menggunakan bahasa isyarat, Yasmin menggunakan notes yang selalu ia bawa ke mana-mana sebagai sarana komunikasi.
“Rambutmu,” ucap Vero lalu menyematkan sebuah jepit cantik pada helaian rambut hitam legam Yasmin yang terurai indah. Vero tersenyum karena bisa merasakan lembutnya helaian rambut Yasmin. Vero juga merasa senang karena jepitan rambut yang ia pilih susah payah dan beli, rupanya sangat cocok dengan Yasmin. Sedikit banyak, Vero merasa bangga karena dirinya bisa memilih barang yang bagus untuk Yasmin.
Yasmin tersenyum lalu kembali menggerakkan jarinya. “Terima kasih. Vero memang yang terbaik. Sudah dulu ya, tadi aku dipanggil profesor.”
Vero mengangguk dan melambaikan tangan pada Yasmin yang naik ke atas panggung untuk membantu menyiapkan perlengkapan. Vero sama sekali tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya karena Yasmin mau menerima hadiah yang ia berikan. Di tengah rasa senangnya itu, Bina tiba-tiba muncul di samping Vero dan berkata, “Ugh, aku sangat iri pada Yasmin. Jepit itu sangat cantik.” Bina terlihat benar-benar menyukai jepit rambut yang dipakai oleh Yasmin.
“Jika mau, kau bisa membelinya. Atau, kau bisa mencari orang yang mau memberikan jepit seperti itu secara suka rela,” ucap Vero seakan-akan tengah memberikan nasehat yang sangat bermanfaat pada Bina yang tak lain adalah sahabatnya sendiri.
“Menyebalkan. Tapi aku benar-benar menyukai jepit itu. Jepitnya terlihat sangat cantik,” puji Bina jujur.
“Tentu saja, aku yang memilihnya. Bahkan aku pusing tujuh keliling untuk memilih jepit yang terbaik di antara yang terbaik. Dan akhirnya, aku menemukan jepit cantik yang pastinya akan cocok dengan Yasmin. Ah, jepit cantik memang paling cocok untuk orang cantik juga,” timpal Vero sembari menatap gerak-gerik Yasmin. Sudah bukan rahasia lagi jika Vero memang menyimpan perasaan pada Yasmin. Semua orang sudah mengetahui hal itu, kecuali Yasmin.
Entah karena terlalu polos hingga tak sadar akan perasaan Vero, atau memang Yasmin sengaja tak menyadari hal itu agar persahabatannya tidak berubah. Intinya selama ini, Yasmin sama sekali tidak menanggapi Vero. Ia selalu bersikap seperti teman pada umumnya. Tapi orang-orang yang melihatnya, merasa jika Yasmin tengah memberikan harapan palsu pada Vero. Yasmin menerima dan menikmati perlakuan manis dan perlakuan spesial yang hanya Vero tujukan padanya seorang, tapi Yasmin tidak melakukan hal yang sebalinya. Yasmin jelas terlihat seperti seseorang yang tengah menggantungkan perasaan Vero.
Karena hal ini, banyak orang yang menyayangkan perasaan Vero. Selain karena Yasmin yang terlihat tidak memiliki perasaan yang sama sepertinya, mereka juga menyayangkan kenapa Vero harus jatuh cinta pada Yasmin, yang notabenenya adalah seorang gadis cacat? Ya walaupun Yasmin adalah gadis cerdas dengan wajah manis yang sulit untuk dilupakan, Yasmin tetaplah seorang gadis yang memiliki sebuah kekurangan yang sama sekali tidak bisa diperbaiki.
“Aku mual,” ucap Bima sembari meniru ekspresi seseorang yang akan muntah. Bina memang sudah sering melihat Vero bertindak frontal dan kelewat manis pada Yasmin, tapi Bina sama sekali belum merasa terbiasa dengan Vero yang bersikap seperti itu. Bina merasa jika sikap Vero terlihat menggelikan. Lebih tepatnya menjijikan. Rupanya reaksi Bina itu membuat Vero tertawa keras. Ia merangkul Bina dan mengajak temannya itu untuk kembali membantu persiapan.
Tak lama acara yang telah ditunggu-tunggu segera dimulai saat bintang utama acara tersebut hadir. Yasmin yang di dapuk untuk membawa baki selama serah terima jabatan tetap berada di sudut panggung. Saat tiba waktunya calon rektor muda memberikan sambutan, netra Yasmin dengan antusias mengikuti setiap gerakan pria itu. Semua mata kini tertuju pada pria muda yang naik dan bersiap untuk memberikan sambutan di podium.
Agam Risaldi, itulah namanya. Pria cerdas dengan wajah tegas dan perawakan tinggi kekar yang sudah dipastikan menjadi rektor muda pengganti rektor yang tahun ini pensiun. Semua orang merasa begitu penasaran dan takjub dengan Agam. Selain karena tampilannya yang rupawan, Agam bisa meraih kuseksesan pada usia semuda ini. tentu saja semua orang ingin tahu kiat-kiat apa saja yang dimiliki oleh Agam. Semua orang ingin mempraktekannya dan mendapatkan kesuksesan yang sama seperti Agam.
“… Terima kasih, dan semoga kita semua bisa bekerja sama dalam membangun almamater menjadi lebih baik,” tutup Agam atas sambutan singkatnya dalam acara serah jabatan kali ini. Ia tersenyum tipis pada para hadirin. Dan sosoknya yang bersahaja, tampak lebih memesona dengan senyuman menawan tersebut.
Gemuruh tepuk tangan mengakhiri sambutan sang rektor muda. Setelah beberapa tahapan, kini waktunya Yasmin menjalankan tugasnya. Ia mengikuti salah satu dosen dan berdiri di dekat rektor yang akan pensiun. Setelah serah terima, gemuruh tepuk tangan kembali terdengar. Semua orang antusias karena Agam sudah resmi menjadi rektor di kampus tersebut. Tentu saja, mereka menantikan apa yang akan Agam lakukan sebagai rektor baru.
Apakah Agam akan mampu memimpin universitas swasta elit ini menjadi universitas yang lebih unggul dari sebelumnya? Apakah mungkin sebaliknya? Semoga saja, Agam bisa membuktikan pada orang-orang, jika kabar yang beredar tentang kehebatannya bukanlah kabar angina belaka. Agam harus menunjukkan jika dirinya adalah orang berkompeten hingga berhak dan mampu mengemban tugas sebagai rektor.
Acara tidak berlangsung terlalu lama, setelah resmi mendapatkan jabatan Agam dengan tegas membubarkan semua mahasiswa dan mahasiswi. Sebelum Agam pergi, salah satu dosen sengaja mengenalkan Yasmin pada Agam. Karena sudah bukan menjadi rahasia lagi, jika Yasmin adalah mahasiswi teladan yang disayangi oleh para dosen dan rekan-rekannya sendiri. Meskipun memiliki keterbatasan, dedikasi dan ketulusannya dalam mencari ilmu jelas menjadi contoh bagi semua orang.
“Pak, perkenalkan ini Yasmin. Salah satu mahasiswi terbaik di angkatannya. Selain cerdas, Yasmin juga memiliki kepribadian yang baik hingga mendapatkan beasiswa full selama perkuliahannya,” ucap Alena—dosen yang sangat menyayangi Yasmin. Tentu saja Alena sangat menyayangi Yasmin, selain karena Yasmin cerdas, Yasmin juga memiliki keterbatasan yang sama dengan putrinya yang telah lama meninggal. Jadi, ketika Alena melihat Yasmin, ALena tidak bisa menahan diri untuk melihat Yasmin sebagai sosok yang dikirimkan oleh Tuhan sebagai pengganti putrinya yang telah dipanggil oleh-Nya.
Agam menoleh dan mengangguk. “Oh, kau yang tadi memegangi nampan, bukan?” tanya Agam pada Yasmin.
Yasmin mengangguk, lalu membuka sebuah notes kecil yang selalu tergantung di pergelangan tangan kirinya. Dengan cekatan Yasmin menuliskan beberapa kata dan menunjukkan tulisannya yang rapi pada Agam. “Iya, Pak. Senang berkenalan dengan Bapak.”
Agam mengerutkan keningnya saat selesai membaca tulisan Yasmin. “Apa kau bisu?” tanya Agam tanpa sungkan.
Alena tersenyum canggung. “Yasmin memang mahasiswi berkebutuhan khusu—”
“Benar-benar mengherankan, bagaimana bisa di kampus elit seperti ini ada gadis bisu sepertinya,” ucap Agam sinis. Agam sama sekali tidak berbaik hati untuk mernedahkan suaranya. Agam bahkan sengaja mengeraskan suaranya agar semua orang mendengar apa yang ia katakan. Jelas terlihat jika Agam ingin mempermalukan Yasmin di hadapan semua orang.
Semua orang tampak terkejut dengan ucapan Agam yang sangat tajam bahkan sangat keterlaluan. Vero dan Bina yang masih berada di sana juga dengan jelas bisa mendengar ucapan Agam tersebut. Vero bahkan tampak menahan geram, untungnya Bina yang memang selalu berada di samping Vero menahan tangan temannya itu. Jika tidak, bisa-bisa kini Vero sudah menyergap dan memukuli Agam dengan membabi buta.
“Sepertinya aku harus meninjau ulang kualitas kampus ini. Mau tidak mau, kalian semua harus siap dengan perubahan yang akan aku terapkan.” Agam melirik Yasmin dan kembali berdecih sinis sebelum melangkah pergi begitu saja, diikuti beberapa orang bawahannya.
***
Seperti yang dikatakan oleh Agam, perubahan besar-besaran diterapkan dengan segera. Perubahan tersebut meliputi disiplin dalam proses pembelajaran hingga standar penilaian kerja mahasiswa. Bagi sebagian besar mahasiswa, perubahan ini membuat mereka tertekan. Tapi untuk sebagian kecil lainnya, perubahan seperti ini bukan hal yang perlu dijadikan sebagai beban.
Yasmin, Vero dan Bina termasuk ke dalam sebagian kecil ini. sejak pertama masuk kuliah, ketiganya memang sudah disiplin dalam segala hal yang berkaitan dengan perkuliahan mereka. Tentu saja perubahan yang terjadi saat ini sama sekali tidak membuat mereka kaget.
Seperti saat ini, ketiganya sama-sama sudah mengerjakan tugas mereka dan memutuskan untuk makan bersama di kantin. Karena sebagian besar mahasiswa masih sibuk dengan kelas serta tugas mereka, kantin terasa lebih lengang daripada biasanya. Yasmin dan kawan-kawannya bisa memilih tempat duduk dengan lebih leluasa.
Begitu mendapat tempat duduk, Vero segera bertanya, “Mau makan apa?”
“Aku mau mie ayam aja. Ayam sama pangsitnya tambahin,” jawab Bina. Vero mengangguk lalu menoleh pada Yasmin yang kini sibuk menulis pada notes yang tergantung pada tangan kirinya.
“Aku mau paket nasi putih, nugget, sosis dan brokoli tumis.”
Vero membacanya dan mengangguk paham. “Sayurnya hanya brokoli?”
Yasmin mengangguk dan membuat isyarat yang mengatakan jika pesanannya hanya itu saja. Vero segera bangkit dan pergi memesan meninggalkan Bina dan Yasmin berdua. Bina tersenyum melihat Yasmin yang mengganti notesnya. Perlahan senyum Bina luntur saat kilat pada matanya berubah. “Yasmin, apa kamu menyukai Vero?” tanya Bina tiba-tiba.
Yasmin berkedip merasa bingung dengan pertanyaan Bina yang tiba-tiba. Dengan cekatan, Yasmin menuliskan jawabannya. “Tentu saja. kita semua teman, sudah wajar bukan aku menyukainya sama sepertiku yang menyukaimu.”
Bina menggeleng. “Maksudku bukan seperti itu, Yasmin. Perasaan suka yang kumaksud adalah, rasa ketertarikan antara lawan jenis.”
Yasmin tersenyum lalu kembali menulis pada notesnya dengan cepat. Selesai, Yasmin menunjukkan tulisannya pada Bina. “Itu jelas tidak. Aku sama sekali tidak terpikir untuk memiliki atau memulai perasaan sentimental seperti itu. memangnya kenapa kamu bertanya seperti ini?”
“Aku sudah mengenal Vero sejak sekolah menengah, karena itu aku jelas tau apa yang ia rasakan padamu. Dia menyukaimu, sebagai seorang perempuan.”
Yasmin menggeleng. “Jangan bicara hal yang aneh Bina. Vero tidak menyukaiku. Dia hanya bersikap sebagai teman biasa.”
Bina baru saja akan mengatakan beberapa hal lagi, tapi ia sadar jika Vero sudah dalam perjalanan kembali ke meja mereka. Jadi, Bina dengan sigap segera merobek kertas yang barusan Yasmin gunakan dengannya. Bina menyimpan kertas tersebut pada tasnya dan berbisik pada Yasmin, “Bersikaplah seperti biasa, pembicaraan ini akan kita sambung lain waktu.” Bina lalu mengedipkan salah satu matanya dan terkekeh.
“Nah, ini makanannya. Ayo makan!”
Vero segera menyodorkan piring makanan pesanan Yasmin. Setelah mengucapkan terima kasih menggunakan isyarat tangan, Yasmin segera memulai makan siangnya. Vero tersenyum saat melihat Yasmin makan dengan lahap. Bina sendiri mengamati tingkah Vero dalam diam.
Saat Vero menoleh pada Bina, Vero bertanya, “Ada apa?”
“Tidak ada, aku hanya sedang melihat bucin abad ini.”
Vero tersenyum malu-malu lalu kembali menoleh pada Yasmin masih fokus dengan makanannya. “Ini, tadi aku pesan nugget juga,” ucap Vero sembari meletakkan piring kecil berisi nugget di dekat piring Yasmin.
Setelah memberikan isyarat bahwa dirinya mengucapkan terima kasih, Yasmin segera mencomot nugget pemberian Vero. Melihat tingkah Yasmin yang manis, Vero tidak bisa menahan diri untuk merasa gemas. Ia menahan dorongan untuk memeluk Yasmin saat ini juga, dan memilih mengusap lembut puncak kepala Yasmin, menenggelamkan jemari besarnya di helaian lembut rambut Yasmin.
Vero mencolek pipi Yasmin dan membuat gadis itu menoleh. Saat itulah Vero memberikan isyarat yang membuat Yasmin tersenyum geli.
“Kamu, cantik.”
Bina yang melihat interaksi keduanya hanya bisa menggelengkan kepalanya dan mendengkus pelan. Bagaimana bisa Yasmin tidak sadar jika Vero menyimpan perasaan padanya, padahal Vero sudah seterang-terangan ini. Bina mengendikkan bahunya dan memilih untuk kembali memakan mi ayam pesanannya.
Selesai dengan makanan mereka, Yasmin dan kawan-kawan memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama. Tempat yang dipilih adalah kafe komik yang berada tak jauh dari area kampus. Tempat tersebut memang terkenal di kalangan mahasiswa, selain bisa digunakan sebagai tempat mencari hiburan, kafe tersebut juga bisa digunakan sebagai tempat mengerjakan tugas. Jika sudah b**********n, kita bahkan bisa memilih tempat yang nyaman.
Ketiganya berjalan bersamaan. Vero berjalan di tengah-tengah antara Yasmin dan Bina. Sepanjang perjalanan, Vero taka da bosannya melemparkan guyonan receh. Vero juga tidak pernah kehabisan topik pembicaraan, dan membuat Yasmin serta Bina merasa geli sendiri karena Vero yang ceriwis.
Merasa kesal karena Vero yang mengoceh tidak jelas, Bina dengan gemas memukul punggung Vero hingga sang empunya memekik. Melihat reaksi Vero, mau tak mau Yasmin tersenyum geli. Vero memang selalu bisa membuatnya tersenyum, dengan segala tingkahnya. Vero sendiri tidak keberatan ditertawakan oleh Yasmin. Karena baginya senyum Yasmin lebih berarti daripada apa pun.
Ketiganya terus bercengkrama dan tak menyadari jika kini sepasang netra tajam tengah mengawasi mereka. Lebih tepatnya tengah mengawasi gerak-gerik Yasmin, gadis cantik yang bisu. Pemilik netra tajam tersebut beberapa saat kemudian berbalik menghadap seorang pria yang sejak tadi berdiri dengan tegap di seberang meja kerjanya.
“Apa saja yang kau temukan?”
“Saya mendapat informasi-informasi penting mengenainya. Nama lengkapnya Yasmin Hafina. Ia berasal dari keluarga menengah. Yasmin adalah sulung dari sua bersaudara. Berbeda dengannya, adiknya tidak memiliki kecacatan. Kelebihan Yasmin meskipun bisu sejak lahir, ternyata ia bisa mendengar dengan jelas. Sejak masuk, Yasmin mendapat tanggungan beasiswa penuh dari yayasan Tuan Malvin. Sayang meskipun meraih prestasi yang gemilang, Yasmin selalu diperlakukan keras menjurus kasar oleh keluarganya atas keterbatasan yang ia miliki.”
Agam mengerutkan keningnya saat mendengar nama ayahnya disebut dalam penjelasan dari bawahannya. “Tunggu, apa Ayah mengenal secara pribadi dengan si gadis bisu itu?”
Tio—bawahan kepercayaan Agam—menggeleng. “Selama ini, semua bawahan yang ditugaskan Tuan sama sekali tidak memberi laporan jika Tuan Besar pernah beriteraksi secara langsung dengan gadis tersebut. Tuan Besar memberikan beasiswa murni karena ujian dan keterbatasan yang dimiliki olehnya.”
“Baik, kau boleh pergi,” ucap Agam lalu duduk di kursi kerjanya yang berada di ruangan rektor mewahnya.
Sepeninggal Tio, Agam terdiam dan memikirkan sesuatu. Hal tersebut tak lain adalah cara untuk mengenyahkan Yasmin dari kampusnya. Lebih tepatnya, mengenyahkan Yasmin dari pandangannya. Agam benar-benar tidak menyukai Yasmin. Sebenarnya, Yasmin sama sekali tidak memberikan kesan buruk yang membuatnya kesal.
Hanya saja, Agam memang sudah tak menyukai diri Yasmin setelah mengetahui keadaan Yasmin yang bisu. Agam membenci hal itu dan membuatnya otomatis membenci Yasmin. Karena kebencian itulah, Agam tidak tahan untuk membuat Yasmin pergi dari pandangannya. Agam akan memastikan agar Yasmin tak lagi berada satu lingkungan dengannya. Jika bisa, Agam akan melakukan hal yang lebih dari itu. Mungkin, dengan membuatnya hidup menderita lebih dulu? Ya, Agam akan memikirkannya lebih dulu. Membuatnya pergi dengan baik-baik, atau membuatnya ditendang setelah mendapatkan penderitaan yang menyiksa.