7

2581 Kata
Agam menatap pantulan dirinya di cermin besar di sudut kamarnya. Kini kedua tangannya tengah sibuk menyimpulkan dasi di kerah kemejanya. Pagi ini, Agam masih harus kembali pada rutinitasnya untuk bekerja mengurus universitas yang ia pimpin. Universitas yang juga berada di bawah naungan yayasan milik keluarganya. Ya, memang bisa dibilang universitas swasta tersebut juga adalah miik keluarga Agam yang tak lain milik Agam juga. Berbicara dengan masa kepemimpinannya yang baru seumur jagung ini, ternyata Agam sudah melakukan berbagai terobosan di kampusnya. Terobosan yang tentunya membuat prestasi para mahasiswa dan mahasiswi menjadi meningkat pesat. Agam memang membuat beberapa perubahan yang sukses membuat para peserta didik menjadi lebih aktif, dan tentu saja berdampak baik pada perubahan nama almamater ke arah yang jauh lebih cemerlang. Tentu saja, Agam cukup puas dengan perubahan positif ini, tapi Agam tidak akan berhenti sampai di sini saja. Agam adalah mantan CEO dari sebuah perusahaan yang tentunya memiliki jiwa kepemimpinan dan persaingan bisnis yang tinggi. Setelah mendapatkan posisi baru di universitas sebagai rektor, tentu saja Agam akan menerapkan pengalamannya untuk memanejemen semuanya. Ia memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada, sembari memikirkan rencana untuk pembangunan di masa depan. Tentu saja, rencana yang Agam pikirkan sudah tertata rapi dan tinggal menunggu waktu hingga semuanya selesai. Agam tentunya ingin semuanya berjalan dengan sempurna. Agam kembali merapikan tampilannya sebelum ke luar dari kamar pribadinya. Ia menuruni tangga dan di sambut oleh seorang pelayan yang menunggunya. “Tuan Agam, yang lainnya sudah menunggu di ruang makan,” ucap pelayan itu yang kini berdiri di anak bawah terakhir. “Katakan pada yang lainnya, aku tidak bisa ikut sarapan,” ucap Agam. Ia memang tidak ada waktu untuk sarapan bersama pagi ini. Agam harus segera berangkat agar dirinya bisa memenuhi janji temunya dengan salah satu pemimpin perusahaan yang rupanya ingin melakukan kerja sama dengan universitasnya. Pelayan tersebut mengangguk patuh. “Saya akan menyampaikannya pada Tuan Besar dan Nyonya. Semoga hari Anda menyenangkan, Tuan Muda,” ucap pelayan tersebut dan mempersilakan tuannya untuk melanjutkan perjalanannya. Begitu tiba di ruang tamu, Agam berpapasan dengan ibunya. “Pagi, Sayang. Apa kau sudah mau pergi bekerja?” tanya ibunya lembut. Agam mengangguk dan mencium kening ibunya itu dengan sayang. “Iya, Ma. Pekerjaan tengah menumpuk. Aku sangat sibuk hingga rasanya aku lebih baik tidak pulang dan menyelesaikan semua pekerjaanku di kantor,” ucap Agam memasang senyum tipis. Siapa pun yang melihat sikap Aga mini pasti terkejut. Bukan rahasia lagi, jika Agam selalu bersikap dingin dan kaku, apalagi pada perempuan. Tapi berbeda dengan imej yang dibangunnya di luar, di dalam rumah Agam berbubah menjadi sosok putra yang begitu menyayangi ibunya. Tentu saja itu telrihat dari gestur serta tutur kata yang ia tunjukkan pada ibunya. Benar, Agam memang sangat menyayangi ibunya. Agam menilai jika ibunya ini jelas memiliki perbedaan yang sangat jelas dengan para wanita yang ia perlakukan dengan dingin di luaran sana. Tentu saja ibunya ini tidak pantas mendapatkan perlakuan seperti itu. Ini ibunya, malaikatnya. “Kau ini. Sesibuk apa pun, kamu harus pulang. Mama tidak mengizinkanmu bermalam di luar rumah,” ucap Keni—ibu Agam. Agam tersenyum. “Mama berbicara seakan-akan aku ini adalah anak gadis.” “Ya, Mama memang memiliki dua orang putra tapi Mama merasa memiliki dua anak gadis yang baru saja puber.” Agam terkekeh lalu memeluk ibunya dengan sayang. Hal itu membuat Keni tersenyum dan membalas pelukan putranya. “Sebelum berangkat kerja, lebih baik kamu sarapan dulu. Kita sudah lama tidak makan bersama. Apalagi saat ini kebetulan adikmu tengah ada di rumah.” “Maaf, Ma. Aku tidak bisa, aku harus berangkat sekarang juga. Aku pergi dulu.” Agam merenggangkan pelukannya, dan kembali mencium kening Keni cukup lama. “Ah setidaknya minum s**u hangatmu,” teriak Keni saat Agam berlari kecil ke luar dari rumah. “Ma, aku bukan anak sekolahan yang harus minum s**u saat pagi hari!” balas Agam sembari masuk ke dalam mobilnya yang telah disiapkan. Agak menjengkelkan bagi Agam ketika ibunya itu memperlakukan dirinya yang sudah menjadi pria dewasa masih seperti anak kecil. Tapi Agam sama sekali tidak bisa marah pada Keni, karena Agam sendiri tahu jika itu adalah salah satu bentuk kasih sayang Keni padanya. Itu adalah cara Keni menunjukkan perhatiannya sebagai seorang ibu.       ***       Tio memunguti kertas-kertas yang berserakan di atas lantai. Sejak pagi, tuannya tak bisa berkonsentrasi. Bahkan Agam sempat menyemburkan kemarahannya pada sebagian dosen pengajar, dan beberapa mahasiswa yang melakukan kesalahan. Tio meletakkan semua kertas yang telah ia pungut di atas meja, lalu undur diri untuk membuat teh. Tak lama, Tio kembali ke ruangan Agam dan menyajikan teh untuk tuannya tersebut. Agam sendiri tengah memejamkan matanya mencoba untuk mengatur emosi dan konsentrasinya. Agam tidak tahu mengapa hal ini terjadi padanya. Padahal biasanya, Agam adalah tipe orang yang memiliki konsentrasi kuat walaupun terkadang ia tidak bisa mengatur emosinya yang meledak-ledak. “Tuan, silakan diminum tehnya. Mungkin hal ini bisa membantu Tuan kembali berkonsentrasi.” Agam membuka matanya dan melirik cangkir teh yang berada di atas meja. Cukup lama ia memandangi teh tersebut sebelum ia mendengkus kasar. “Aku tidak ingin minum teh. Aku rasa secangkir the tidak akan bisa membuat suasana hatiku membaik dan mengembalikan konsentrasiku.” Tio mengerutkan keningnya. “Memangnya apa yang terjadi? Kenapa Tuan bisa sampai seperti ini? Maafkan sikap lancang saya ini, tapi saya rasa tingkah Tuan hari sangat aneh. Ini pertama kalinya saya melihat Tuan seperti ini.” Agam kembali memejamkan matanya. “Entahlah, aku sendiri tidak tau. Jujur saja, aku juga merasa sangat aneh. Sejak bangun, aku selalu terbayang tub—” Agam tidak melanjutkan ucapannya dan mengetatkan rahangnya, seakan-akan dirinya baru saja mengucapkan hal yang salah. Tio sendiri masih menunggu kelanjutan dari ucapan tuannya. Sayang, Agam tidak berniat untuk melanjutkan perkataannya yang tadi dan mengalihkan topic pembicaraan. “Apa hari ini ada kabar baik?” tanya Agam. “Tentu, Tuan. Yasmin dikabarkan sudah tidak berada di kota ini lagi. Malam saat hujan deras, kedua orang tuanya mengusir Yasmin dari rumah.” Agam tidak bereaksi cepat. Ia mengerutkan kenignya beberapa saat sebelum membuka matanya perlahan. “Diusir?” “Iya, Tuan. Keinginan Tuan benar-benar terlaksana. Kini sudah dipastikan Tuan tidak akan lagi melihat atau mendengar kabar tentang Yasmin.” “Lalu ke mana perginya wanita itu?” tanya Agam tiba-tiba membuat Tio terkejut. “Maaf, Tuan. Kami tidak mengikuti ke mana perginya. Karena intruksi Tuan hanya untuk mengawasi rumah dan keluarganya saja. Maaf karena saya tidak menghubungi Tuan lebih cepat tadi malam dan melaporkan hal ini.” “Tidak apa-apa, aku hanya--. Ah sudahlah, lupakan apa yang aku katakan barusan.” Tio mengangguk, tapi ia merasa bingung. Mengapa tuannya tidak terlihat tidak senang walau sudah mendengar kabar yang seharusnya bisa membuatnya senang? Karena merasa terlalu aneh, Tio memberanikan diri untuk bertanya pada tuannya. “Apa Tuan tidak senang dengan kabar ini?” “Kata siapa? Aku tentu saja merasa senang dengan kabar ini. karena itu artinya aku sudah terbebas dari wanita yang sungguh mengganggu itu.” Sayangnya ucapan Agam berbanding terbalik dengan apa yang ia rasakan. Kedua tangannya terkepal dengan erat menunjukkan bagaimana ada pergulatan emosi dalam dirinya. Agam pada akhirnya mendengkus lalu bangkit dari posisinya. “Aku tidak lagi bisa berkonsentrasi. Sepertinya aku harus mencari udara segar. Untuk sementara, tolong ambil alih di sini. Kau tidak perlu mengikutiku.” Tio mengangguk dan memberikan hormat pada Agam, sebelum tuannya itu menghilang di ambang pintu.       ***     Agam mendesah saat dirinya duduk dengan nyaman di sebuah ruangan VIP di tempat hiburan malam. Meja panjang di hadapannya dipenuhi botol-botol minuman serta beberapa cemilan. Entah sudah berapa gelas minuman yang Agam minum, tapi Agam masih sadar jika dirinya belum mencapai ambang batasnya. Agam masih sadar penuh, dan masih berpikir dengan jernih. Sayangnya, sejak tadi Agam terus memikirkan hal yang aneh. Ia terus terbayang dengan tubuh mulus seorang wanita. Sebenarnya hal wajar bagi seorang pria memikirkan hal seperti ini. hal yang membuat tak wajar bagi Agam adalah, tubuh mulus yang ia bayangkan adalah tubuh Yasmin. Kulit putih pucat tanpa cela apa pun, yang berkilat indah. Sekilas bayangannya saja sudah membuat sesuatu yang di bawah sana berdiri dengan garangnya. Hal inilah yang menyebabkan Agam membuat foto Yasmin yang tersebar luas dihapus total. Bahkan Agam pun memastikan tidak ada satu pun orang yang menyimpan file foto tersebut secara pribadi. Agam berpikir, mungkin saja itu bisa mengurari rasa frustasinya karena terus terbayang dengan tubuh menggairahkan Yasmin. Sayangnya, makin hari Agam malah makin terbayang. Ia bahkan kesulitan untuk berkonsentrasi karena tidak bisa mengendalikan gairhanya yang meledak-ledak. Ini kejadian pertama Agam merasakan hal ini. Sungguh hal ini membuat Agam frustasi, karena Agam sendiri tidak tahu kenapa bisa terjadi seperti ini. Karena itu pula, Agam memutuskan untuk mengalihkan frustasinya di tempat hiburan malam. Untuk pertama kalinya, Agam membiarkan seorang wanita menemaninya di sebuah ruang VIP. Wanita tersebut memiliki tubuh yang lebih seksi daripada Yasmin. Bahkan dari luar pakaiannya saja, Agam bisa memastikan jika tubuh wanita ini lebih menakjubkan dari wanita bisu itu. Agam membiatkan si wanita malam itu menempelkan tubuhnya pada tangannya dan memberikan sentuhan yang mengundang. “Tuan,” panggil si wanita lalu memainkan jemari lentiknya di atas d**a Agam yang masih dibungkus kemeja kerja mahalnya. Agam menoleh dan tanpa babibu segera memagut bibir si wanita seksi. Dengan senang hati, si wanita membalas pagutan Agam. Ciuman keduanya semakin lama semakin panas saja. Bahkan si wanita malam mulai terlihat berapi-api dan b*******h hebat. Wajahnya yang cantik memerah dan napasnya mulai terngah-engah. Saat intensitas ciuman mereka semakin tinggi, tiba-tiba pintu ruangan VIP terbuka dan Joe muncul di sana bersama beberapa gadis seksi. Keterkejutan terlihat jelas di wajah tampan Joe. Jelas saja, ini baru pertama kalinya ia melihat Agam berciuman dengan seorang wanita apalagi ciuman mereka terlihat sangat panas. “Waw, waw, waw. Mimpi apa aku semalam sampai melihatmu seperti ini,”komentar Joe keras sambil menarik gadis-gadisnya untuk duduk di sisi sofa yang berseberangan dengan Agam. Hal itu membuat Agam melepaskan cumbuan panasnya. Agam menggeram marah saat dirinya masih saja tidak bisa melepaskan diri dari bayangan tubuh mulus Yasmin. Agam memejamkan matanya dan bersandar lemas. Si wanita tampak terkejut untuk beberapa saat, tapi ia pulih dengan cepat dan kembali bersandar di d**a Agam dengan manja. “Tuan, lebih baik kita pindah ke tempat yang lebih privasi. A—” Belum juga selesai berbicara, si wanita sudah di tepis dan didorong dengan kasar hingga terjatuh di lantai. Joe menahan tawanya saat melihat hal yang menyedihkan itu. Agam sendiri kini beradu tatap dengan si wanita yang terlihat begitu terluka. “Keluar!” “Ta-tapi, salah saya apa? Saya bahkan belum memulai pelayanan saya.” Agam menatap penuh intimidasi. “Alasannya hanya satu, aku kehilangan minat. Kubilang keluar sekarang juga, atau kau ingin aku memanggil keamanan?” Si wanita tidak lagi berkata apa pun dan bangkit dari posisinya sebelum melangkah sembari menahan malu. Bagaimana ia tak merasa malu? Ini kali pertama dirinya diperlakukan sekasar ini. Padahal ia terkenal sebagai wanita malam yang paling diminati di tempat ini, banyak pria yang selalu mencarinya tiap malam. Karena itulah ia selalu memilih siapakah pria yang akan ia temani semalaman. Malam ini ia bahkan menolak pemilik kasino dan seorang politikus demi menemani Agam karena sangat tertarik pada pria ini. Sayang sekali ia malah mendapat perlakuan sekasar ini darinya. “Kenapa kau mengusirnya, jangan merasa malu karena keberadaanku di sini. Kau bisa melanjutkannya saja,” ucap Joe setelah si wanita malam ke luar dari ruangan. Gadis-gadis yang menemani Joe tak bisa menahan diri untuk terkikik geli. Joe juga tertawa pelan sembari menggoda mereka. Hal itu sungguh membuat Agam terganggu dan melempar gelas minumannya dengan kuat pada dinding di dekat Joe. “Keluar!” perintah Agam pada para gadis. Tentu saja mereka semua keluar dari ruangan karena takut dengan sikap agresif Agam. Joe hanya bisa mendesah kesal. “Kau ini kenapa? Kau boleh frustasi, tapi setidaknya jangan buat orang lain kehilangan kesenangannya.” Agam mengabaikan ucapan Joe dan mengambil gelas baru untuk minumannya. Masih dengan gestur santainya, Agam menuangkan minuman untuk dirinya sendiri diiringi tatapan tak senang Joe. Agam menikmati waktunya dengan tenang, berbeda dengan Joe yang kesal setengah mati. “Hei, kau ini kenapa lagi? bukankah semua berjalan sesuai dengan yang kau inginkan? Lalu kenapa kau menjadi sefrustasi ini?” Agam memainkan gelas minumannya lalu menjawab Joe, “Aku hanya merasa tidak senang karena terus terbayang wanita bisu itu.” Joe menyeringai. “Ah, kau memikirkannya?” “Bukan seperti itu. aku hanya terus terbayang dengan tub—” “Wah, ini menakjubkan. Kau terbayang tubuhnya? Tubuh mulus tanpa sehelai pakaian pun, kulit putih dan lembut bak tahu sutra. Terasa hangat dan basah karena keringat yang mengkilat diterpa cahaya bulan,” ucap Joe antusias. Ia segera membungkam mulutnya, saat menyadari tatapan tak bersahabat dari Agam. “Ah kau masih bisa menutup mulutmu rupanya. Aku kira kau sudah lupa caranya, jadi, tadinya aku berniat membungkamnya dengan paksa.” Joe tidak habis pikir, kenapa suasana hati Agam bisa seekstrim ini? Apa pun itu, untuk sekarang lebih baik ia cari aman dan tetap bungkam. Joe akan mencari tahu apa yang terjadi saat semuanya lebih kondusif. Hei segila apa pun Joe, ia masih tahu caranya bersikap diberbagai kondisi. Untuk kondisi saat ini, Joe yakin bungkam adalah pilihan yang terbaik.     ***       Ratna mengurung diri di kamar dan tidak mau mendengar perintah kedua orang tuanya yang memintanya untuk makan. Ia masih marah pada kedua orang tuanya yang telah mengusir Yasmin dari rumah. Sejak saat itu, Ratna bertengkar hebat dengan kedua orang tuanya dan memilih mengurung diri di kamar. Hal yang bisa Ratna lakukan adalah menangis. Kini ia tak tahu di mana Yasmin berada. Ratna juga tidak bisa menghubungi kakaknya, karena Ratna tahu Yasmin hanya pergi dengan berbekal beberapa potong baju dan kartu identitasnya. Tini tidak memperbolehkan Yasmin membawa ponsel serta uang. Mengingat hal itu, Ratna lebih merasa sedih dan kembali menangis. Tentu saja Ratna merasa cemas. Yasmin tengah hamil muda, kondisinya juga sedang tidak baik. ia tak memiliki uang dan tak memiliki tempat tujuan. Ke manakah Yasmin pergi, dan di mamakah Yasmin tinggal? Apakah Yasmin bisa makan dan tempat tinggal yang layak? Ratna benar-benar cemas hingga tidak bisa berpikir jernih. Ratna mengambil ponselnya saat mendengar dering ponselnya. Ia mengerutkan keningnya saat melihat pesan baru dari sahabat dekatnya. Sahabat satu-satunya yang tetap mau menghubunginya setelah tahu masalah yang menimpa keluarga Ratna.   Iva Na, foto dan berita tentang Kak Yasmin sudah tidak ada lagi.   Ratna Maksudmu?   Iva Coba cek di internet. Apa pun yang berkaitan dengan kakakmu telah menghilang di internet. Bahkan teman-teman kita yang sempat memiliki foto itu, sudah tidak lagi memilikinya. Aku dengar ada beberapa orang yang menghubungi mereka dan mengatur untuk menghapus semua foto tersebut.   Didorong rasa penasaran, Ratna pada akhirnya mencari foto dan artikel tentang Yasmin di internet. Hati Ratna harap-harap cemas, tentu saja ia tidak berharap jika foto tu masih ada. Ratna tidak tega melihat foto kakaknya itu. Tapi betapa terkejutnya Ratna, ternyata apa yang dikatakan oleh Iva memang benar. Semuanya menghilang tanpa bekas. Ratna tentu saja merasa bahagia karena hal ini. Sayangnya ia juga merasa sedih karena ini artinya keberadaan Yasmin seakan-akan telah dilupakan secara sempurna oleh semua orang. Jejak Yasmin lenyap begitu saja, dan tidak ada sejarah yang menyebutkan jika dulu pernah ada eksistensi yang bernama Yasmin di antara mereka. Entah Ratna harus bahagia atau meraung sedih dengan hal ini. Tapi yang jelas, kakaknya yang cantik itu memiliki nasih yang sangat buruk. Malangnya Yasmin. Jika saja Ratna memiliki kuasa lebih, Ratna akan berusaha meringankan kemalangan yang ditanggung Yasmin tersebut. Dan jika bisa, Ratna rela untuk berbagi penderitaan itu dengan Yasmin. Ratna menggigit bibirnya dan meringkuk di atas ranjangnya. Dalam tangisnya ia mengirim doa tulus untuk Yasmin. Di mana pun ia berada, semoga Tuhan terus melindungnya dan calon keponakannya itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN