Lapangan Basket

2007 Kata
Kayla turun dari motor diikuti dengan Juna. Mereka sudah sampai di lapangan basket indoor, ternyata tempatnya tak begitu jauh dari kontrakan Kayla. "Kamu biasanya main disini?" tanya Kayla sambil berjalam beriringan dengan Juna. "Iya, latihan juga disini," jawab Juna. Mereka masuk ke dalam lapangan. Sudah ada para pemain disana dan juga beberapa penonton meski tak terisi penuh. Juna mengajak Kayla untuk bertemu pemain-pemain lain lebih dulu. "Juna," panggil seorang pemain berjersey biru. "Oi," balas Juna sambil melambaikan tangannya. Dia mendekati pemain itu dengan Kayla yang membuntutinya di belakang. "Sini, Kay," panggil Juna agar Kayla berjalan berdampingan dengannya. Kayla hanya menurut. Saat sampai dihadapan pemain-pemain lain, Juna melakukan tos dengan mereka satu per satu. Bahkan mereka juga menyapa Kayla meski mereka belum kenal. "Halo," sapa mereka kepada Kayla. "Halo," balas Kayla dengan senyuman. Seseorang berbisik di telinga Juna, "Siapa nih, Jun?" tanya orang itu. Mereka saling melirik, "Teman, bri," jawab Juna. "Teman atau teman..." goda orang itu. Juna menyenggol lengannya untuk menghentikannya. Mereka akan segera memulai pertandingan. Juna menggenggam lengan Kayla dan mengajaknya ke tepi lapangan di tempat duduk penonton yang khusus karena jaraknya yang dekat dengan tempat duduk pemain. "Duduk disini ya. Lihat dari sini saja," ucap Juna. "Iya," ujar Kayla menurut. Dia lalu duduk disana saat Juna kembali ke lapangan. Dia melihat Juna sedang mengganti bajunya dengan jersey warna biru milik timnya. Mereka bersiap-siap dan berkumpul di tengah lapangan. Pertandingan dimulai, tim Juna mendapatkan bola lebih dulu. Bola didribble oleh salah seorang dari tim Juna, dia lalu mengopernya kepada Juna. Laki-laki itu menangkapnya dengan lihai. Dia mendribblenya, menggiringnya mendekati ring lawan dengan lincah. Kakinya bergerak maju seolah tak peduli dengan halangan tim lawan. Lemparan segera dilakukan Juna saat sampai didepan ring, setelah merasa posisinya tepat. Juna memberikan sasarannya, bolanya tepat masuk kedalam ring sesuai dugaannya. Satu poin tim Juna dapatkan dalam waktu lima menit setelah bermain. Juna memang pemain andalan di tim itu. Jadi tak diragukan lagi waktu yang Juna butuh untuk mencetak poin. Waktu terus berlanjut hingga babak pertama selesai. Tim Juna memenangkan babak pertama dengan mudahnya. Kayla bertepuk tangan dari tempatnya saat tim Juna memenangkan babak kesatu. Juna mengambil handuk kecilnya, dia melap keringatnya yang bercucuran. Juna lalu berjalan mendekati Kayla. Kayla menyodorkan sebotol air putih. Tadi, saat pertandingan berlangsung, Kayla menyempatkan diri keluar untuk membeli minuman untuk dirinya dan Juga Juna. "Untukku?" tanya Juna saat tiba dihadapan Kayla. Kayla mengangguk, "Iya," jawabnya. Juna tersenyum fia menerima botol air minum itu, "Terima kasih, pas sekqli aku juga kelupaan bawa minum," ucap Juna. Dia lalu membuka tutup botolnya dan segera meminumnya. Dia meneguknya hingga tersisa setengah botol karena lelah. Kayla dan Juna duduk disana bersama. Waktu istirahat habis, Juna kembali masuk ke dalam lapangan. Kayla masih memerhatikan Juna dari tempat duduknya. Kayla ikut bersorak bersama penonton lain saat pertandingan babak kedua dimulai. Dia terus melihat bagaimana tim lawan menghadapi kesusahan saat melawan tim Juna. Dan sama seperti babak sebelumnya Juna kembali mendominasi dalam mencetak poin untuk timnya. Dia melakukan shooting beberapa kali dan semuanya selalu masuk ke dalam ring lawan. Pertandingan berakhir dengan kemenangan tim Juna. Dengan berani Kayla berlari menghampiri Juna yang sudah menepi ke pinggir lapangan. "Hai," sapa Juna saat melihat Kayla yang berlari mendekatinya. "Selamat ya," ujar Kayla saat sudah berada dihadapan Juna. "Terima kasih," balas Juna. "Tunggu ya, aku ke kamar mandi dulu," ucap Juna dan berlari pergi menuju kamar mandi. Kayla menunggu Juna disana dengan pemain-pemain lain. Hanya dirinya orang lain disana. Seseorang mendekati Kayla. "Permisi," ucapnya yang membuat Kayla menoleh. "Iya?" tanya Kayla. Orang itu tersenyum. "Saya Aldo," ujarnya mengenalkan diri. "Oh iya," balas Kayla singkat. "Namamu?" "Kayla." Kayla hanya membalasnya cuek. "Siapanya Juna?" tanyanya lagi yang semakin mendekatkan dirinya ke Kayla. Disana ada banyak orang tetapi orang-orang tidak ada yang memerhatikan Kayla dan Aldo. Rasanya Kayla tidak nyaman dengan keadaan itu. Dia berusaha menjaga jaraknya dari Aldo ketika laki-laki itu selalu ingin menipiskan jarak mereka. "Pacarku," balas Juna cepat yang tiba-tiba sudah berada disamping Kayla. Dia berdiri disamping Kayla. "Pacar?" tanya Aldo kepada kwdua orang didepannya itu. Kayla hanya diam tak menjawab. Dia bahkan tak membantah perkataan Juna. Tiba-tiba Juna mengambil tangan Kayla, dia menautkan jari mereka hingga mereka saling menggenggam. "Iya pacarku," ucap Juna sekali lagi untuk menegaskan. Aldo tersenyum remeh menatap Juna. "Oh, oke." setelah mengucapkan itu, Aldo berlalu pergi meninggalkan kedua orang itu. "Ayo," ajak Juna. Kemudian dia berpamitan pada teman-temannya terlebih dulu dan membawa Kayla keluar dari sana dengan tangan yang masih saling menggenggam. Saat sudah berada diluar, Juna baru melepaskan genggamannya. "Maaf ya," ujar Juna setelah itu. "Iya, gapapa," balas Kayla mengerti. "Bukannya seperti apa. Tapi kalau kamu ketemu sama Aldo lagi, jauhi saja ya," jelas Juna. Kayla mengangguk, "Sebenarnya aku juga kurang nyaman sama orang itu," tutur Kayla jujur dengan apa yang dirasakannya. "Iya aku paham," ujar Juna. Juna memang mengerti seperti apa Aldo orangnya. Dia adalah sahabatnya, dulu sebelum dia mengambil Dinda darinya. Aldo adalah orang yang merebut Dinda darinya. Orang kepercayaannya selama bertahun-tahun menghianatinya dari belakang. Kini Juna tak bisa percaya lagi dengannya. Aldo berubah, dia bukan lagi Aldo yang Juna kenal. Saat melihatnya berbicara dengan Kayla, rasa takut itu kembali muncul. Ia tak ingin Kayla dekat-dekat dengan Aldo. Bahkan disaat kini Aldo sudah memiliki Dinda, dia masih berniat mendekati Kayla, tentu Juna tak akan membiarkan itu. Dia tak ingin Kayla menjadi dekat dengan Aldo bahkan meski hanya sekedar berteman. Dia tak akan membiarkan itu terjadi. Tiba-tiba suara perut terdengar pelan. Kayla terkekeh sambil menggaruk belakang kepalanya yangvtak gatal karena merasa malu. Tapi itu justru membuat Juna tersenyum geli, "Budah makan malam?" tanya Juna. Kayla menggeleng, "belum," ucapnya. "Ya sudah ayo makan dulu baru pulang. Aku juga belum makan malam," ucap Juna. "Iya," balas Kayla setuju. Juna mentiapkan motornya. Dia refleks memakaikan helm ke kepala Kayla dan membuat perempuan itu terdiam karena tindakan tiba-tiba Juna. Laki-laki itu juga melepas jaketnya dan memakaikannya ke tubuh Kayla. "Malam ini dngin, Kay. Pakai saja," ujar Juna. Kayla hanya menerimanya, tak bisa menolak. "Terima kasih," ucap Kayla. "Ayo," panggil Juna yang menyadarkan Kayla. Juna mengulurkan tangannya seperti sebelumnya. Kayla meraihnya dan naik ke boncengan Juna. Selepas itu Juna segera menjalankan motornya membelah jalanan malam. "Mau makan apa?" tanya Juna yang masih menyetir dengan suara yang sedikit dia perbesar agar Kayla mendengarnya. "Terserah," balas Kayla. "Jangan terserah, Kay." "Ya sudah sate saja," ucap Kayla lagi mengutarakan sebuah makanan yang sebenarnya dia inginkan. "Oke," balas Juna yang kini mengendarai motornya menuju penjual sate ayam langganannya. Mereka tiba disana beberapa menit kemudian. Kayla mengambil tempat duduk lebih dahulu, sedangkan Juna memesankan makanan mereka ke penjualnya. Dia lalu menghampiri Kayla dan duduk dihadapannya. "Disini langgananku, Kay," ucap Juna memberi tahu. "Oh iya?" tanya Kayla. Juna mengangguk menjawabnya. Tak lama setelah itu pesananya datang diantar seorang remaja yang merupakan anak sang pemilik. "Wah pacar baru kakak ya?" tanya remaja laki-laki itu saat melihat Kayla. Dia juga meletakkan piring-piring pesanan mereka diatas meja. "Bukan, cuma teman," balas Juna. Remaja itu hanya tersenyum-seyum aneh untuk menggoda Juna. "Sudah, kembali ke ayahmu sana, bri," usir Juna yang mulai terganggu dengan tingkah remaja itu. "Iya, saya permisi dulu ya kakak-kakak," pamit remaja itu kepada Juna dan Kayla. "Maaf ya, Kay. Orang-orang disekitarku memang selalu aneh," ucap Juna sedikit bercanda. Kayla terkekeh, "Tidak apa-apa kok. Malahan itu lucu," ucapnya. Juna tersenyum, "Ya sudah ayo makan," ujarnya. Mereka lalu makan bersama dalam diam. *** Kayla bersiap untuk pergi bekerja seperti biasanya pagi ini. Dia sudah membuat sepotong sandwich ubtuk sarapannya. Kayla lalu keluar dari kontrakannya. Hari ini sudah masuk minggu ketigabya dikota ini. Kayla sudah banyak mengetahui jalanan disini. Karena ada pembangunan jalan yang menuju ke halte bis, ia harus menjari jalan lain agar bisa sampai disana sevelum bisnya tiba. Kayla melewati pemukiman lain dan tiba di halte tepat saat bisnya berhenti. Dia lalu naik ke dalam bis dan duduk di pertengahan. Seseorang duduk disampingnya setelah itu. "Hai, pagi," sapanya seperti biasa. Kayla tersenyum, "Pagi juga, Juna," balas Kayla kepada Juna. Bisnya mulai melaju. "Nih," Juna memberikan seuatu kepada Kayla. Itu segelas cokelat panas buatannya. "Apa ini?" tanya Kayla sambil menerima gelas yang tertutup itu. "Cokelat panas kesukaanmu. Hari ini cuacanya agak dingin, akan nikmat kalau minum itu dipagi hari seperti ini," jelas Juna. "Terima kasih," ujar Kayla lalu meminum cokelat panas itu. Beberapa menit di perjalanan mereka habiskan dengan berbincang-binxang kecil. Mereka kini tiba di halte tujuan. Kayla dan Juna berpisah disana menuju tempat kerja masing-masing. Kayla baru akan masuk ke dalam kantornya kalau saja Liam tidak memanggilnya. "Kayla,l panggil Liam sambil menahan tangan Kayla. Mau tidak mau Kayla berbalik menatapnya. "Apa?" tanya Kayla dingin seperti sebelumnya. Liam mengeluarkan selembar kertas. Itu adalah undangan dari pak Dave yang Kayla juga dapatkan. Kayla mengangkat alisnya seolah bertanya. "Kamu juga dapatkan?" tanya Liam yang hanya dibalas anggukan oleh Kayla. "Datang berpasangan. Mau datang sama aku?" tanya Liam berani seolah hari-hari kemarin tak terjadi apa-apa. Dia memang sudah membulatkan tekadnya untuk mendapatkan Kayla kembali. "Sama kamu?" tanya Kayla memastikan. "Iya, Kay," ucap Liam yakin. Kayla melepaskan pegangan Liam di lengannya. "Maaf, tapi aku sudah mendapatkan pasangan untuk datang kesana," ungkap Kayla. Padahal sebenarnya dia belem menemukan siapa yang akan menjadi pasangannya untuk datang ke acara itu. "Sudah ada?" tanya Liam memastikan. Kayla mengangguk sekali tanpa ragu. "Iya sudah ada," jawabnya. "Siapa? Laki-laki kemarin yang jemput kamu?" entah kenapa Liam tak bisa menahan pertanyaan itu. "Kamu ga berhak tahu siapa orangnya," ucap Kayla yang membuat Liam terdiam. Kata-katanya runtuh perlahan. Kayla benar, dia memang tidak berhak tahu soal perempuan itu lagi. Tapi, Liam tak bisa lepas dari Kayla. Kayla lalu berbalik meninggalkan Liam dan masuk ke dalam kantor. Dia lalu duduk dimeja kerjanya dengan perasaan panik. Bisacbisanya dia bicara seperti itu padahal dia saja tak tahu siapa yang harus dia ajak ke acara itu. "Gimana Kay? Udah dapat pasangan?" tanya Fanny yang baru tiba dan berdiri di depan meja kerja Kayla. "Ah... I-iya sudah kok," jawab Kayla. Dia merutuki ucapannya sendiri. Sudah jatuh dia malah buat semakin jatuh. "Bagus deh. Oke, jangan lupa loh ya, besok malam," ucap Fanny mengingatkan. "Iya, siap," balas Kayla. Padahal yangvdirasakan Kayla adalah kebingungan. Apa dia harus mengajak Juna? Atau menerima ajakan Liam? Tidak opsi kedua adalah seperti bunuh diri. Itu artinya dia hanya punya opsi pertama. Kayla menhela, dia harus meminta bantuan Juna lagi kali ini. Dia lalu mengirim pesan singkat kepada Juna. Nanti pulang kantor, aku mampir ke cafemu ya. Ada yang mau aku bicarakan. Seperti itu tulisnya. Tak lama hingga Juna membacanya dan membalasnya. Iya. Setelah itu, Kayla meletakkan kembali ponselnya. Dia mulai berkutit lagi dengan berkas-berkas dan layar komputer hingga sore tiba. Kini waktunya karyawan pulang termasuk Kayla. Sesuai dengan janjinya, Kayla akan mampir ke cafe Juna untuk membicarakan keinginannya. Bunyi lonceng terdengar ketika Kayla masuk. Juna menyadari kedatangan Kayla dan tersenyum menyambutnya. "Mau cokelat panas lagi?" tawar Juna saat Kayla langsung duduk ditempat biasanya. "Yang es aja, aku pingin yang dingin," ujar Kayla. "Oke, tunggu sebentar ya," setelah mengucapkan itu, Juna segera membuatka es cokelat untuk Kayla kali ini. Tak butuh watu lama untuk membuat itu. Kini Juna meletakkannya di depan Kayla dan ikut duduk dihadapannya. "Ada apa? Katamu ada yang mau dibicarakan," tanya Juna setelah Kayla meletakkan kembali gelas minumannya. Kayla mengangguk, "Maaf Juna, tapi aku butuh bantuanmu lagi," ujar Kayla. "Tidak apa-apa, Kay. Kapan pun kamu butuh bantuan bilang saja," ucap Juna. "Terima kasih, Juna." "Bantuan apa?" tanya Juna. Kayla berdehem sekali, dia mengeluarkan undangan Dave dari dalam tasnya dan memberikan itu kepada Juna. Juna membacanya, "Undangan? Maksudnya?" tanya Juna tak paham. "Disitu tertulis untuk datang bersama pasangan, jadi..." jelas Kayla. "Jadi kamu mau minta aku untuk datang ke sini bersamam?" Tebak Juna. Kayla mengangguk, "Iya, kamu ga keberatan? Kamu boleh tolak kalau kebaratan kok," ucap Kayla. Juna malah tertawa dia juga menggelang-geleng. "Mau kok. Aku bersedia, Kay," ucapnya. "Serius?" tanya Kayla memsatikan. "Iya, aku juga kosong kok di hari itu," ucap Juna meyakinkan Kayla. "Sudah kubilang, kapan pun kamu butuh bantuan tinggal bilang saja, akan aku bantu sebisaku," lanjutnya. Kayla mengangguk, "Terima kasih Juna. Kamu memang orang baik," ujar Kayla senang. Masalahnya terpecahkan satu. Juna menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Kayla. Dia tertawa, "Sama-sama," ucapnya disela-sela tawanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN