Unexplained Feeling

902 Kata
Jason mengerjapkan mata, lengannya terasa begitu berat. Ia mengarahkan pandangan dan menemukan Cherise tengah tertidur pulas dengan posisi badan yang sedang duduk di bangku kecil dengan kepala yang disandarkan pada bahunya. Jason tersenyum miris. Ia mengelus lembut pipi mulus Cherise dan memandang wajah cantik yang tengah tertidur pulas itu dalam diam. Sekelebat rasa pedih menjalar perlahan dan memenuhi setiap relung hatinya. Dirinya tak mengerti rasa apa yang menyiksanya itu, perasaan itu tak bisa ia jelaskan dengan kata-kata. Hanya dengan melihat kedatangan Cherise kemarin, hati Jason sudah merasa pedih. Jujur, dirinya sendiri belum bisa menerima kenyataan di depan mata. Ia telah kehilangan wanita itu dan dengan ajaibnya wanita itu kembali padanya, bersikap seakan tak ada rasa sakit apa pun yang telah mereka lalui. Tak adil, jika hanya dirinya yang menyimpan semua pedih perceraian yang menyiksa, namun anehnya ia merasa sedikit lega. Wanita itu melupakan apa yang telah terjadi. Ia tidak tahu apa yang telah takdir perbuat, bagaimana bisa waktu yang mereka habiskan selama ini terasa sia-sia? Semua ini terasa tidak benar baginya dan terlalu sakit baginya untuk berdekatan dengan wanita itu, ia tidak tahu apakah harus bahagia atau sebaliknya karena Cherise sudah melupakan bagaimana kehidupan mereka selama lima tahun ini. Jika saja, Tuhan tak mengambil ingatan Cherise. Mungkin hanya kebencian yang ada di antara mereka. Jason tak bisa membaca rencana Tuhan, namun kembalinya Cherise membuat sesuatu kembali menyiksa bathinnya, getaran yang ia sendiri tak mampu mengartikannya. Jason melepaskan lingkaran tangan Cherise pada lengannya secara perlahan. Dengan hati-hati ia mengendong tubuh Cherise dan berjalan menuju kamar utama yang ditempati oleh wanita itu. Dengan lembut ia merebahkan tubuh Cherise di tempat tidur, lalu duduk di tepi tempat tidur dan sekali lagi menatap wajah yang dulu sering ditemuinya saat terbangun di pagi hari dalam diam. Waktu, begitu besar pengaruhnya pada hidup seseorang. Setelah puas menatap wajah wanita itu, Jason membersihkan diri, dan bersiap pergi bekerja. *** Mentari pagi yang mengintip melalui celah gorden mengusik tidurnya. Cherise berusaha menghalangi sinar itu melalui tangannya, namun usahanya seakan sia-sia. Ia mengerjapkan mata, menggeliat dan merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Ia mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan dan menyadari bahwa sudah berada di kamar saat ini. Ia meraba bagian kosong di sampingnya dan tersenyum miris. Seingatnya, tak pernah sekalipun ia membuka mata dan tidak menemukan Jason di sisinya. Lelaki itu tak pernah mau membiarkan tempat tidur kosong sebelum Cherise membuka mata. Sekarang semuanya tak sama lagi, membuatnya yakin, jika kenyataan pahit yang menampar keras pipinya bukanlah mimpi buruk semata. Semua itu tak ‘kan lenyap begitu ia membuka mata. Mau tak mau, ia harus menghadapi dan menerima keadaan mereka sekarang. Sayangnya, Cherise tak mampu membayangkan dan tak punya rencana akan hidupnya ke depan. Semua seakan buram tanpa Jason di sisinya. Pasti Jason yang mindahin aku ke kamar. Dengan langkah gontai Cherise berjalan ke kamar mandi, setelah membersihkan dirinya, ia masuk ke dalam walk in closet, lalu menaikkan sebelah alis. Ia memperhatikan semua baju di dalam lemari dan menepuk kening pelan. Ternyata memang semuanya telah berakhir di antara mereka. Sebegitu saling membencikah mereka, hingga tak ada satupun kenangan yang dibiarkan ada di dekat mereka. Ya nggak mungkinlah bajuku masih ada di sini. Cherise hampir saja lupa jika ia tidak memiliki sepotong baju pun di lemari mantan suaminya. Cherise membuka tas tangan, lalu mengambil baju yang sudah dipersiapkannya. Ia  memang berniat meminta Jason membiarkannya tinggal di rumah ini karna ia terbiasa dengan tempat tinggal mereka, ia tak ingin tinggal di suasana asing, terlebih lagi, ia tak mampu berjauhan dari Jason. Biarlah lelaki itu melupakan rasa, namun hatinya masih sama seperti dulu. Cherise berjalan menuruni anak tangga, lalu berjalan menuju dapur. Ia tersenyum saat menemukan selembar kertas kecil yang diletakkan di meja makan, Ada makanan kaleng dan mie instan di lemari atas, kamu bisa memasaknya jika lapar. Cherise membuka lemari dan melihat banyaknya mie instan dan makanan kaleng yang tersusun rapi di dalam lemari itu. Ia menggeleng-geleng, tak dapat membayangkan seperti apa kehidupan Jason tanpa kehadirannya. “Apa kekasihmu nggak pernah memasak untukmu? Nggak baik memakan, makanan seperti ini setiap hari,” Cherise bergumam pelan, ia menghela nafas panjang. Setelah mengisi perutnya dengan sebungkus mie instan, Cherise mengendarai mobil untuk pergi berbelanja sedikit keperluannya dan juga membeli beberapa bahan memasak. Setidaknya, hanya hal sederhana itu yang bisa dilakukanya untuk Jason. Menyiapkan keperluan lelaki itu dan memberikan tempat yang nyaman untuk lelaki itu kembali. Memang tak seharusnya ia melakukan semua ini, namun ia tak mampu mencegah semua ini terjadi karna cinta yang dimilikinya untuk lelaki itu begitu kuat, hingga ia tak dapat membayankan bagaimana caranya melanjutkan hidup tanpa lelaki itu dan berpura-pura semuanya baik-baik saja. Cherise mendorong troly dan mengambil beberapa bahan makanan. Sayuran, daging, dan juga bahan masak lainnya. Ia ingin memasak untuk Jason malam ini, jika bisa ia ingin setiap hari memasak untuk lelaki itu. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya dan berapa lama ia bisa tinggal bersama dengan lelaki itu, ia tak ingin memperdulikan hal rumit seperti itu dan  ia tidak mau memikirkan kelanjutan hubungan mereka yang terasa begitu rumit untuk dipikirkan. “Semuanya dua ratus lima puluh satu ribu, Bu.” Suara seorang kasir wanita menyadarkan Cherise dari lamunan. Cherise menyerahkan kartu ATM-nya kepada kasir wanita itu. “Silahkan pin nya, Bu.” wanita itu tersenyum ramah. Cherise terkejut mendengarkan pertanyaan kasir itu. Pin? Pinnya berapa ya? Berapa pin kartu ATM ku? Kenapa aku bisa lupa? Cherise larut dalam pikirannya, ia mencoba sekuat mungkin mengingat pin kartu ATM-nya, tapi semua usahanya terasa sia-sia. “Saya bayar tunai aja, Mbak.” Cherise tersenyum tipis dan mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan ribu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN