2.

1561 Kata
"Mereka dua sisi yang berbeda meski satu darah, satu adalah setan, dan lainnya benar-benar malaikat tak bersayap." *** "Bangkit!" hardik remaja itu. Bangkit berdecak dan mengacak rambutnya frustrasi, haruskah begini tiap kali ia melakukan ulah. Haruskah ada Tegar yang selalu menghalangi aksi yang baginya menyenangkan, ingatlah jika Bangkit itu devil dan Tegar adalah Angel, selamanya akan tetap begitu. "Saudara kembar, lo ngapain di sini sih, hm?" Bangkit mendengkus sebal, saudara kembar tak seirasnya itu selalu saja mengganggu segala sesuatu yang baginya menyenangkan. Tegar menoleh, menatap wajah Permata sekilas lalu menariknya berdiri lebih tegap, barulah dia melepas pinggang gadis itu. "Maaf," ucap Tegar datar sambil menatap Permata, gadis itu hanya diam dan merasa gugup, ia menatap orang-orang di sekeliling mereka. Kini fokus Tegar pada saudara kembarnya, dia mencengkram lengan laki-laki itu tanpa ragu sedikit pun. "Lo mau buat ulah apa lagi, hah! Lo nggak capek tiap hari keluar masuk ruang BP, kena omel papa, diceramahin kakek! Otak lo di mana sih, Bang!" maki Tegar yang tak pernah jera menghadapi sikap remaja di depannya. "Gue nggak buat ulah, gue cuma mau ini cewek minta maaf aja kok." Bangkit melirik ke arah Permata, begitu pula dengan Tegar. "Lo ada salah sama dia?" tanya Tegar menatap Permata. Permata merasa gugup ketika berhadapan dengan Tegar, lidahnya terasa kelu berbicara, ada apa ini? Seberusaha mungkin rangkaian kalimat ia usahakan keluar dari bibirnya. "Ng ... nggak kok, dia yang salah sama aku. Dia yang udah tabrak aku dan bikin semua donat yang harusnya aku jual hari ini jadi kotor semua, dia juga yang lempar sepatu aku ke lapangan sekolah dari lantai dua," jelas Permata menceritakan semua sebenar-benarnya. "Sepatu kayak gitu emang pantesnya di tempat sampah," cibir Bangkit. "Lo diem!" tegur Tegar pada saudara kembarnya. Dia kembali menatap Permata. "Terus kenapa dia minta lo buat minta maaf?" "Aku nggak tahu, dia yang harusnya minta maaf, tapi nggak mau." Tegar menarik Bangkit ke hadapan Permata seperti seorang kriminal yang hendak dimasukan sel, Tegar tak pernah takut menghadapi Bangkit. Ia hanya berusaha menjaga saudaranya dari hal buruk, tapi Bangkit tetaplah Bangkit, keras kepala. Permata dan Tegar sudah saling menatap. "Sekarang lo minta maaf sama dia, lo yang salah," perintah Tegar. "Nggak!" balas Bangkit menolak dengan jelas. "Lo itu laki-laki bukan sih, minta maaf aja nggak berani." "Gue nggak mau minta maaf sama ini cewek, lagian dia juga salah karena udah buat orang-orang beranggapan kalau gue ini keturunan Firaun, ya kali bokap kita Firaun, penghinaan namanya." "Itu salah kamu!" sela Permata dengan berani, Bangkit benar-benar heran kenapa gadis itu terus saja melawannya. "Gue tuh nggak pernah salah! Gue juga selalu dapetin apa yang gue mau, jadi sekarang lo harus minta maaf!" "Bangkit!" hardik Tegar dengan tegas, dia meraih tangan Permata dan menariknya keluar dari area kantin, Amira lantas mengekor di belakang keduanya. "Lo mau bawa dia ke mana, Gar! Gue nggak akan lepasin dia!" seru Bangkit seraya mengekori mereka, tingkah seperti itu tak luput dari pandangan orang-orang. Sampai di luar kantin Bangkit juga meraih tangan Permata yang kosong, pada akhirnya gadis itu menjadi bahan tarik-menarik sepasang saudara kembar yang sama-sama tampan. Astaga sanggupkah orang-orang melihat hal itu sekarang? Jelas banyak dari mereka yang merinding melihat tingkah Bangkit dan Tegar. "Lo mau bawa dia ke mana, Gar! Dia harus minta maaf, lepasin dia!" hardik Bangkit tanpa melepas tangan kiri Permata. "Enggak! Gue mau bawa dia ke ruang BP, biar dia yang ngomong sendiri apa yang udah lo perbuat hari ini. Gue tuh pusing mikirin punya saudara, tapi kebangetan nakalnya kayak lo!" "Lepasin dia, Gar!" Bangkit menarik Permata sekuat tenaga, membuat genggaman tangan Tegar hampir terlepas, tapi Permata justru mengeratkan genggamannya pada Tegar, membuat keduanya saling tatap. Semoga Tegar mengerti bahwa Permata benar-benar memohon agar dilepaskan dari makhluk laknat itu sekarang. "Mending lo yang lepasin tangan dia, jangan tarik cewek kayak lo tarik tambang. Lo mau buat anak orang patah tulang, lepasin!" Bangkit mendengkus, dia melepas cekalannya pada tangan Permata. "Bagus malah, biar putus sekalian." "Cewek ini biar gue yang urus," ujar Tegar. "Mau lo apain, hm? Jadiin pacar?" "Bangkit!" Lagi-lagi Tegar menghardiknya keras. "Iya, maaf. Tegar kan jomlo akut, sekolah yang penting ya, kan? Keep calm." Bangkit menepuk pipi Tegar dua kali. "Gue mau ngomong sebentar sama itu cewek, habis itu nggak perlu ada urusan lagi, lo bisa percaya sama gue," bisik Bangkit. Tegar melepaskan tangan Permata, justru Bangkit yang menariknya ke arah lain. Menjauh dari orang-orang, Permata benar-benar merasa seperti bola yang ditendang ke segala arah. Lagipula kenapa Tegar harus melepasnya dan membiarkan Bangkit meraihnya, bukankah tadi Tegar sudah membelanya. "Lepasin aku!" hardik Permata seraya kelimpungan menyamai langkah lebar Bangkit yang membawanya entah ke mana. Bangkit membawanya masuk ke sebuah ruangan sempit, usut punya usut ruangan itu adalah gudang. Dia menutup pintu dengan keras dan menghempas tubuh gadis itu ke tembok yang kotor. "Aduh!" pekik Permata merasakan sakit, dia hampir saja maju, tapi kedua tangan Bangkit lebih dulu mengunci posisinya. Kedua lengannya mengapit Permata dari sisi kanan, kiri. Telapak tangannya menempel tembok tepat di dekat telinga Permata, dan tatapan tajam laki-laki itu menghunjam dirinya. "Kamu mau ngapain, minggir nggak atau aku teriak nih!" ancam Permata. "Teriak mah teriak aja lagi, paling gue bungkam biar diem, pilih mana!" Sialan! Permata lebih memilih mengatupkan bibirnya daripada tersentuh oleh bibir yang dipenuhi dosa milik Bangkit, dia hanya harus mengatur napasnya sekarang. Apalagi napas Bangkit juga terasa hanya dalam jarak beberapa centi. Laki-laki itu tersenyum miring, "Diem kan lo, hm? Enak nggak diginiin?" "Kamu gila." "Iya, terus kenapa? Gue cuma mau bilang, dari awal lo udah buat masalah sama gue. Gue cuma mau lo minta maaf aja, susah?" "Aku nggak salah!" Dengan kesal tangan kiri Bangkit mengepal dan memukul tembok di dekat Permata, membuat gadis itu mengerjap. "Lo salah! Lo buat semua orang lihat video kita, lo salah! Ngaku lo!" "Aku nggak salah!" Permata tetap bersikukuh, Bangkit tak sadar sedang menghadapi gadis setangguh Permata yang tak punya rasa takut, kecuali satu hal—mimpi buruk. Bangkit sudah mengangkat satu kepalan tangannya, gadis itu sontak bungkam. Jika Permata juga seorang laki-laki jelas sudah mengajak Bangkit adu fisik sekarang, dalam dunianya Permata tak pernah takut pada manusia sok hebat, sok pintar apalagi sok berkuasa. Namun, tangan Bangkit meluruh ketika melihat ketenangan dalam diri gadis itu. "Gue mau mukul, tapi lo itu cewek. Salah nggak sih?" "Pukul ya pukul aja, nggak ada yang salah. Kalau aku cewek emang kenapa, hm?" Permata benar-benar menantangnya. "Jadi lo!" Bugh! Bugh! Permata lebih dulu menendang tulang kering serta betis Bangkit—mengakibatkan remaja itu berjongkok sambil mengusap kakinya yang terasa nyeri, Permata tak mau buang kesempatan. Ia berlari membuka pintu gudang. "Lo dengar ya! Gue nggak akan biarin lo bertahan sekolah di sini sampai waktu tujuh hari, lo bakal nyerah!" pekik Bangkit di sela erangan kecilnya menahan nyeri. Gadis itu sudah keluar dari gudang dan berlari sekuat tenaga, ia tak peduli ucapan Bangkit barusan. *** Sambil memakan keripik kentang milik Amira, Permata mendengarkan kisah tentang si kembar Bangkit dan Tegar yang meluas di kalangan penghuni SMA Gautama itu. Mereka berdua tengah duduk pada kursi kayu panjang di bawah rimbunnya pohon mangga di dekat lapangan basket, udara sejuk siang itu memanjakan keduanya. "Kalau gue nilai sih, Kak Tegar itu lebih mirip malaikat dan Kak Bangkit ya dominan ke—" "Setan!" Permata menyergahnya lebih dulu, dia sudah sangat kesal pada tingkah arogan laki-laki bernama Bangkit itu, terserah jika dia adalah seniornya di SMA Gautama. Sikap kesombongannya tak bisa ditolerir oleh Permata sekalipun orang tersebut memiliki jabatan, atau cucu pemilik sekolah. "Lagian kok lo berani banget sih berurusan sama Kak Bangkit, Ta?" "Dia duluan yang minta berurusan, lagian gangguin rezeki orang aja." "Tadi lo dibawa ke mana sama dia? Terus dia ngomong apaan?" tanya Amira penuh minat, ia sudah tak peduli jika keripik kentangnya dihabiskan oleh Permata. Ia terlalu sibuk membahas topik yang begitu menarik, apalagi menyangkut dua manusia kembar itu. Permata menatap lapangan yang berisi beberapa siswa tengah asyik dengan bola basket mereka, matanya mengikuti berpindahnya bola dari satu tangan ke lainnya hingga berhasil masuk ke dalam ring. "Tadi aku pukul dia," sahut Permata jujur. Kening Amira mengernyit, "Pukul? Lo pukul dia, astaga!" Amira mengusap wajahnya kasar. "Lo udah gila?" Permata menoleh, "Kalau aku gila ngapain di sini? Ngapain ngomomg sama kamu, hal paling waras cara menghadapi anak setan itu yang dipukul, baru deh bisa bebas. Habisnya kalau dia dibacain doa belum tentu menghilang, Ra. Kan setan berwujud manusia." Permata tersenyum membayangkan perbuatannya di gudang tadi, tak peduli akan sesakit apa yang dirasakan Bangkit akibat pukulannya. "Terus dia bales elo nggak, Ta? Berani banget sih lo nyari perkara sama dia." "Nggak lah, aku kabur duluan. Kalo nggak salah sih dia bilang ...." Permata terlihat berpikir. "Dia bilang bakal bikin aku keluar dari sekolah ini dalam waktu seminggu." "Tuh, kan!" "Apa?" "Dia pasti serius sama ancemannya, Ta. Aduh, lo sih pake bikin masalah aja sama Kak Bangkit. Nggak ada yang berani sama dia di sekolah tahu!" "Nggak mau tahu! Kalau dia maunya begitu ya ayo kita buktikan, siapa yang lebih tahan banting," sahut Permata percaya diri. Tatapan Permata menghadap ke atas, ke lantai tiga di mana ia menemukan sosok Tegar tengah melangkah seorang diri di koridor. Permata teringat lagi akan Tegar yang menolongnya saat di kantin, bagaimana laki-laki itu menopang bahunya tepat waktu agar tak jatuh. Kedua sudut bibir Permata akhirnya tertarik. Manis, batin gadis itu tak peduli ocehan teman semejanya kini. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN