Sepulang Pelangi dari kampus, ternyata masih ada banyak waktu yang tersisa sebelum ia bekerja. Jadi Pelangi memutuskan untuk ke salah satu pasar yang letaknya tak jauh dari tempat tinggalnya. Pasar tradisional yang selalu ramai pengunjung. Ia mengingat harus membeli bahan makanan untuk bekal menyambung hidupnya, Pelangi lebih memilik memasak sendiri ketimbang harus membeli makan jadi karena itu terlalu boros.
Sementara di sudut lain pasar itu tampak seorang wanita tinggi dan cantik, berjalan bersama dengan seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di usianya yang kepala lima. Wanita paruh baya itu, tengah menggandeng seorang anak perempuan yang merupakan anak dari salah satu pelayannya yang meninggal ketika masih bekerja di mansion mereka.
"Mih, kenapa kita belanja di sini? Kenapa nggak di swalayan aja atau di Mall kan banyak juga yang jualan beginian." Protes Gadis tinggi dan cantik itu tidak lain dan tidak bukan adalah Vega. Dengan tatapan yang merasa jijik, ia tampak susah payah menghindari semua orang yang ada di pasar itu. Tatapan matanya kini beralih menatap nanar pada high heels yang dikenakannya. High heels mahal miliknya, keluaran terbaru dari salah satu brand terkenal dunia yang tampak kotor karena menginjak genangan air yang ada di sana.
"Ayolah Ve, sebentar lagi kamu itu akan menjadi seorang istri. Jadi jangan manja deh, dan kamu harus mulai belajar jadi ibu rumah tangga yang baik dan benar. Terbiasa dengan pasar seperti ini." Jawab wanita paruh baya itu, dengan senyum tipis di bibirnya.
"Tapi Mih, kan masih ada pembantu, buat apa mereka di gaji kalau nggak bisa di suruh kerja."
"Eh tetap nggak bisa begitu konsepnya sayang. Pokoknya kamu harus belajar dari sekarang. Mana tahu aja calon suamimu itu nanti tiba-tiba miskin. Terus kalian nggak bisa pakai jasa ART lagi. Kan kamu jadi harus mengerjakan semuanya sendiri sayang. See, walaupun pembantu di rumah kita banyak, tapi mami tetap pergi ke pasar tuh. Apa sekarang kamu menyesal menemani mami belanja? Bukannya tadi kamu juga yang paling semangat untuk ikut?" tutur wanita itu panjang lebar pada putrinya. Jujur saja ia sebenarnya masih setengah hati membiarkan sang anak menikah dengan kekasihnya yang bernama Frans itu. Entah kenapa nyonya Marisa mempunyai firasat buruk tentang Frans. Namun karena sang anak memaksa, akhirnya ia dan suaminya pun mengiyakan keinginan sang anak untuk menikah muda.
"Maaf mami. Ya sudah ayo kita lanjutkan belanjanya.” ucap Vega tersenyum manis pada sang mami. "Tadinya aku pikir mami akan mengajakku belanja di Mall! Tahu begini, lebih baik aku tidak ikut." Gerutu Vega dalam hati.
"Nah ini baru anak mami." Marisa menepuk keras bahu calon menantunya, dengan senyum mengembang di bibirnya.
"Aww ." Pekik Vega, mengelus bahunya yang terasa panas karena pukulan sang Momo.
"Kenapa sayang? Sakit ya?" Marisa menghentikan langkahnya.
"Aku kaget Mi. Tapi tenaga mami kok kuat banget sih. Sudah seperti tenaga kuli bangunan." Jawab Vega dengan cengirannya.
Marisa kembali melanjutkan langkahnya bersama dengan Jane dan Vega, memasuki pasar dengan mata yang melirik ke kanan dan ke kiri.
"Sudah kamu pastikan?" tanya Marisa, saat satu orang pengawalnya membisikkan sesuatu kepadanya.
"Sudah, nyonya." Jawab pria yang berpakaian hitam .
Marisa menganggukkan kepalanya, lalu berjalan kembali.
"Ada apa, mih? Apa ada sesuatu yang gawat?" tanya Vega, saat melihat seorang pengawal berbisik pada Mami Marisa.
"Tidak ada apa-apa, sayang." Jawab Marisa, dengan singkat. "Ayo ke sini! Kita cari ikan." Marisa menghampiri pedagang ikan, melihat apa saja yang dijual oleh pedagang itu.
"Mi lihat!" Jane menunjuk ke arah wadah yang ada di bawah sana. "Apa itu, kok kayak berkumis mi?" Tanya Jane merasa geli, saat melihat ikan dengan kumis panjangnya.
"Itu namanya ikan lele sayang." Marisa memperhatikan binatang yang membuatnya juga merasa geli.
“Ih serem ya kayak tukang kebun kita yang kumisnya tebal." Seloroh Jane. "Aku ingin melihatnya dari dekat." Lanjut Jane hendak melangkahkan kakinya menuju ibu pedagang itu.
"Eh tunggu dulu ..!" Marisa menarik tangan putrinya. "Biarkan kak Vega yang mengambilkannya untukmu." Marisa menatap putrinya itu, dengan seringai licik di bibirnya.
"Kali aja dia akan berubah pikiran setelah ini. Agar membatalkan pernikahannya." Batin Marisa yang tengah menjalankan misinya.
"What? No mami, aku jijik." Pekik Vega, hendak pergi dari tempat itu.
"Hey, kau itu sebentar lagi mau menikah sayang, masak sama lele saja takut bagaimana nanti kau akan melayani suamimu!" Pinta Marisa, menarik tangan Vega dengan menahan tawa dihatinya. Sementara ibu pedagang ikan itu hanya bisa melebarkan kedua matanya mendengar ucapan wanita di hadapannya itu.
"Iissh mami apa-apaan sih. Apa hubungannya lele sama melayani suami." Vega juga tak mengerti apa maksud ucapan sang mami.
"Adalah, punya suamimu juga nanti seperti lele itu, licin dan hitam. Ayolah sayang, kasihan Jane." Bujuk Marisa, dengan wajah yang memohon. Matanya kini menatap tajam pada Jane, memberikan kode agar Jane terlihat bersedih. Sementara pedagang ikan tadi semakin membulatkan kedua matanya mendengar ucapan Marisa.
"Idih ini orang kaya tapi kenapa malah mulutnya nggak pakai rem ngomong di sini kek begitu." Batin si penjual ikan.
"Mami ngomong apaan sih. Mas Frans mana ada punya ikan lele di rumahnya. Ada-ada saja lah mami ni." Gumam Vega yang memang tak mengerti.
Jane yang mengerti arti tatapan Mami Marisa, gadis kecil itu mulai berpura-pura merajuk. Seandainya bukan karena ancaman sang mama, Jane juga enggan ikut ke pasar. Apalagi harus berakting, untuk mengerjai sang kakak agar membatalkan pernikahannya.
"Kak, ambilkan belut itu untukku!" Rengek Jane.
"I-iya sayang, sebentar ya! Tunggu" Vega memberanikan dirinya untuk menangkap belut yang di pegang pedagang itu. "Ah .." Vega berteriak, saat memegang hewan tersebut. Hingga membuat lele itu terjatuh ke lantai.
Marisa yang melihat wajah ketakutan putrinya, malah tertawa dengan keras. Marisa merasa bahagia bisa mengerjai Vega.
"Mi, aku geli." Vega mengibaskan tangannya, sambil berjingkrak-jingkrak ketakutan.
"Ayolah Vega, cepat ambil lelenya!" Marisa masih tertawa keras, saat melihat Vega kembali mengambil hewan itu.
Pedagang ikan yang ingin membantu menangkap lele yang jatuh di lantai. Langsung menghentikan langkahnya, saat seorang pria berpakaian hitam menarik tangannya.
Vega yang merasa geli dengan hewan tersebut, mulai merasa kesal karena di tertawakan oleh ibunya sendiri.
"Ish kok mami malah ketawa sih!" Gerutu Vega yang berhasil mengambil lele itu namun ia kembali meringis. "Ahh." Marisa berteriak saat hewan itu memantek lengannya, dan ikan itu pun kembali terlempar dan jatuh lagi ke lantai namun pengawal mereka dengan sigap menangkap dan menaruh kembali ikan itu kedalam wadah.
"Ini para orang kaya malah buat keributan di sini!" Gumam orang-orang yang melihat aksi mereka.
Menyadari ada sesuatu yang aneh, Marisa mengedarkan pandangan melihat ke sekelilingnya.
"Jane ... ! Di mana Jane?" Marisa melihat ke kanan dan kiri, mencari putri bungsunya.
"Nona Jane menghilang, Nyonya!"
"Apa? Cepat kamu cari dia!" Bentak Marisa, dengan wajah yang cemas. Mulai mencari putri kecilnya. "Sayang, kau di mana nak?" Lirih Marisa seraya berjalan cepat menyusuri pasar. Vega pun ikut berjalan mengitari pasar ikut mencari Mars sang adik angkat.
Sementara itu di tempat yang lainnya, tampak seorang anak perempuan yang sedang kebingungan. Tadinya ia ingin jalan-jalan disekitaran tempat itu, dari pada harus melihat kak Vega dan Mami Marisa yang seperti anak kecil.
"Aku di mana?" Gumam Jane, menengok ke kanan dan ke kiri. Tangannya merogoh saku celananya, mencari benda pipih yang biasa di bawanya. Saat Jane, hendak menghubungi ponsel sang mami. Tiba-tiba saja dari arah belakang, dua orang pria menarik lengannya dan berniat untuk menculik anak kayak itu. Sejak Marisa dan anak-anaknya turun dari mobil, mereka sudah menjadi incaran para bandit pasar itu apalagi setelah melihat penampilan mereka yang begitu mewah. Jadi mereka berniat akan menculik anak kecil yang bersama mereka begitu ada kesempatan.
"Eh kalian mau bawa aku kemana." Ucap gadis kecil itu mulai ketakutan, si pria satu lagi berusaha untuk membungkam mulutnya dengan tangannya namun seseorang sudah lebih dulu melihat aksi mereka.
"Tunggu!" Seru seorang wanita yang menghentikan aksi dua pria itu. "Mau kalian bawa kemana adikku? Lepaskan dia atau aku akan teriak dan semua orang akan memukul kalian." Lanjutnya lagi mengancam.
Dua pria itu langsung menoleh ke arah Pelangi.
"Sial, gadis itu lagi. Sudah lepaskan saja anak ini dari pada kita bermasalah nanti." Ungkap salah satu dari mereka.
"Kamu takut sama gadis ingusan kayak gitu? Bagaimana kalau kita sikat saja dia, kan lumayan dapet cewek cantik."
"Sikat, sikat yang ada kamu yang di kucek sampai sobek sama dia. Sudah aku tidak mau berurusan dengan gadis itu. Kamu saja yang lanjutkan ide mu itu." Satu pria tetap menolak dan memilih pergi, ia benar-benar tak ingin berurusan dengan Pelangi yang merupakan gadis incaran bos besar mereka alias penguasa pasar itu. Melihat temannya yang sudah kabur, pria yang satunya lagi pun menyusul.
Pelangi menghampiri Jene. "Kamu tidak apa-apa sayang?" tanya Pelangi seraya memegangi kedua bahu Jane. Anak itu hanya menggelengkan kepalanya.
"Terimakasih kakak."