9 - Risa datang

1438 Kata
"Assalamualaikum Mala," iya itu adalah panggilan telephone dari Mala. Mala merasa tidak tenang. Dia jadi terus ingat Rafa, setelah mendengar gosip dari para tetangga Leo. " Waalaikumsalam Mas Leo, Rafa Bagaimana kabarnya?" Karena bingung harus mengatakan apa, akhirnya Mala menanyakan kabar Rafa saja. Tapi memang itu tujuannya. "Emmm, baik," jawab Leo setelah diam beberapa detik. " Apa dia mendengar apa yang terjadi padaku dengan Mia ya ? " gumam Leo dalam hatinya. Jika Iya, dia sungguh merasa malu. Tapi mana mungkin Mala tidak akan mendengar sih, rumah mereka juga tidak terlalu jauh. Ditambah tetangga pada tahu, hingga tidak dipungkiri pasti diantara beberapa tetangganya itu ada yang menggosip. " Syukurlah kalau begitu, ya udah kalau begitu saya tutup dulu panggilannya, insya Allah nanti pulang kerja saya akan mampir untuk nengokin Rafa, " setelah pamit dan mendengar jawaban dari Leo, Mala segera menutup panggilannya. (POV Leo) Hari ini adalah hari yang begitu membuatku sedih, marah, kecewa dan juga malu. Mia istriku malah pergi, bahkan dia terlihat begitu santai saat aku mengucapkan talak. Sebenarnya aku terlalu emosi, sehingga aku sampai benar-benar mengucapkan kata itu. Aku tidak benar-benar ingin menalaknya sebenarnya, tapi perkataan dan perbuatannya sungguh sudah tidak menghargaiku sebagai seorang suami. Padahal jujur saja aku masih sangat menyayangi dia apapun yang terjadi, dan bagaimanapun cara kami bisa bersama. Tapi memang sepertinya rumah tangga kami tak bisa dipertahankan lagi. Mia ingin hidup mewah, sehingga dia memilih pergi, karena aku tak mampu memberikan kemewahan yang dia inginkan. Yang aku sesalkan adalah dia begitu tega menghianatiku, dan mengabaikan anak kami. Rafa, anak itu masih kecil, masih sangat kecil. Usianya saja baru satu tahun lewat sedikit. Saat ini aku benar-benar bingung, bagaimana nanti aku bekerja? Mana mungkin kan aku membawa Rafa berjualan. Aku hanya bisa duduk termenung menahan rasa sakit di kepalaku, dan beban yang rasanya sangat berat ini. Disaat aku sedang termenung, hapeku berdering. Ternyata panggilan dari Fira, mantan istri kesayanganku. Jujur sajamasih ada debaran dalam hatiku saat mendengar suara lembutnya. Aku tersenyum kecut, saat mendengar suara Yuda yang begitu manja dan mengatakan cemburu. Sungguh memuakkan lelaki itu. Sepertinya dia cemburu dan tak suka istrinya lama-lama teleponan denganku. Dasar bucin. Padahal jujur saja, aku merasa bahagia dan ingin rasanya aku bersamanya kembali. Dia wanita yang mampu menenangkan hatiku selama ini. Dasar aku memang sebodoh itu! Hingga karena kebodohanku itu, yang akhirnya harus membuatku kehilangan berlian sepertinya. Ingat undangan ulang tahun Rayyan, aku jadi semakin bingung mau ngasih kado apa untuk anak itu. Kehidupannya bahagia dengan ayah sambung yang kaya raya, pasti apapun sudah dia punya. Kadang aku merasa minder saat memikirkan akan bertemu dengan Fira dan keluarga barunya. Mereka keluarga kaya dan bahagia. Sedangkan aku, kere juga rumah tanggaku berantakan. Kuhembuskan napas kasar beberapa kali. Di saat aku sedang memikirkan tentang ulang tahun Rayan dan mantan istriku itu, hp-ku kembali berdering. Saat aku cek panggilan dari siapa, ternyata panggilan dari Mala. Aku merasa heran juga mau apa dia menghubungiku. Tapi jujur saja hatiku merasa senang ada seseorang yang memperhatikanku. Eh ralat memperhatikan Rafa anakku Maksudku. Kalau boleh kegeeran aku merasa kalau Mala itu naksir aku hehehe, ah Leo dasar kamu ini! Mana mungkin laki-laki miskin seperti kamu disukai wanita kaya seperti dia! Kutepuk-tepuk jidatku beberapa kali agar kembali waras, sambil terkekeh. Rupanya dia menanyakan kabar anakku. Setelah kami selesai berbicara di telepon yang hanya kurang dari satu menit itu, aku segera beranjak untuk menyiapkan barang daganganku. "Apa aku harus bawa Rafa jualan? Ah kasihan, panas." Kuusap lembut puncak kepala anakku. Dia tampak senang dan tertawa-tawa. Lalu aku bermain dengannya, meski sebenarnya aku benar-benar tidak mood, karena begitu banyak beban pikiran. Tapi aku berusaha tertawa di depan anakku, dan melupakan sejenak beban pikiranku. Hingga terdengar suara pintu diketuk diiringi suara salam seseorang. " Assalamualaikum Leo, kamu ada di rumah?" Aku rasanya mengenal suara itu. Bergegas kutinggalkan Rafa sendiri, lalu kebuka pintu utama. Benar dugaanku itu adalah mertuaku dulu, orang tua Salma. Lalu tiba-tiba dari belakang kedua orang tua Salma muncul seseorang yang melongokkan kepalanya dan menatapku dengan sedikit takut-takut. Aku terkejut, aku kenal anak itu, dia adalah Risa anakku. Sudah lama kami tidak bertemu. " Apa kabar Pak, Bu?" sapaku kepada orang tua Salma, lalu kucium punggung tangan mereka. Meski sudah menjadi mantan dengan Salma, tetapi hubungan orang tuanya denganku masih tetap baik. Setelahnya, segera kupeluk anakku Risa. "Risa, kamu udah besar aja. Maapin papa ya, yang lama nggak nengok kamu," tanpa terasa buliran bening mengalir begitu saja dari sudut mataku, rasanya begitu bahagia bisa bertemu dengan anakku lagi. Sudah lebih dari dua tahun aku tidak pernah mengunjunginya. Bukan karena aku tak menyayanginya atau tak ingat kepadanya. Tetapi kondisi keuanganku yang membuatku tak bisa datang untuk menemuinya, karena aku tak mungkin datang dengan tangan kosong tanpa membawa uang sepeserpun untuknya. Ditambah lagi Mia yang selalu, uring-uringan jika aku akan mengatakan akan pergi ke rumah orang tua Salma untuk menemui Risa. Karena tak mau bertengkar, akhirnya aku selalu mengalah. "Papa, kenapa nggak pernah jenguk aku? Apa papa lupa?" tanya Risa anakku. Mendengar perkataan anakku itu, aku jadi sedih. Semakin kupeluk dia erat. "Tentu saja ingat sama kamu sayang, maafin papa ya," lalu kutarik tangannya untuk masuk ke dalam rumah. Orang tua Salma mengikuti. Kupersilahkan mereka semua duduk. Sedangkan, Risa langsung menghampiri Rafa. Lalu aku segera pergi ke dapur untuk sekedar menyuguhkan air minum. Hanya air putih, ya hanya air putih yang aku sediakan. Karena aku tak punya apapun. " Maaf cuma air putih Ayah, Ibu," ucapku malu. Aku memang masih memanggil mereka dengan sebutan ayah dan ibu. " Tak apa," jawab mereka. " Ayah dan ibu tahu dari mana rumahku sekarang di sini?" tanyaku yang merasa heran, karena jujur saja aku belum memberitahukan alamat ini kepada mereka. " Kami sebenarnya pergi ke rumah lamamu dulu, tapi katanya kamu sudah pindah dan ada yang memberitahukan kalau alamatmu di sini sekarang." Ayah Salma yang menjawab. Aku mengangguk tanda mengerti. (POV Author) Kedua orang tua Salma sebenarnya merasa heran melihat kondisi Leo yang sekarang. Dari orang kaya banyak uang, kini menjelma jadi orang susah. Rumah mewahnya sudah tak ada, yang ada hanyalah rumah sederhana dan minimalis. Apa yang terjadi dengan Leo, pikir mereka. Tetapi mereka berusaha menahan rasa ingin tahunya, karena ini bukan urusan mereka, lagi pula tidak baik jika menelusuri kehidupan orang lain. Bisa saja Leo akan tersinggung kan? Mereka celingukan mencari keberadaan istri baru Leo itu. Mereka memang sudah mendengar kalau Leo sudah menikah lagi dan berpisah dengan Fira. Dari tetangga Leo, yang memberitahukan alamat ini. "Istrimu kemana?" tanya Ibu Salma. Yang juga menjawab rasa penasaran Ayah Salma. "Emm, sebenarnya dia sedang pergi Yah, Bu. Lagi ada keperluan." Leo terpaksa berbohong, karena tidak mungkin kan, dia mengatakan kalau baru saja menalak Mia. Dan rumah tangganya kembali berantakan. Leo merasa gagal sebagai kepala rumah tangga, dan sadar diri kalau dirinya seorang b******n! Mereka pun mengangguk. Leo menghela napas lega, karena kedua orang tua Salma tidak mempertanyakan lebih jauh tentang kehidupannya. Leo tersenyum memperhatikan kedua anaknya. Merasa bahagia melihat keakraban kedua anaknya itu, meski berbeda Ibu. Risa terlihat begitu senang bermain dengan Rafa, begitupun Rafa yang merasa ada teman. Bergegas Leo keluar dari rumah untuk membeli makanan. Dia harus menjamu tamunya, bukan? Dia pergi ke warung yang menjual masakan jadi. Lalu menyuguhkannya. Mereka pun makan siang bersama, Leo yang tadinya mau berjualan pun akhirnya tidak jadi pergi. Biar nanti lagi, pikirnya. Atau libur saja, toh mood-nya tidak baik. Akhirnya orang tua Salma mengatakan tujuan kedatangannya. Sesuatu yang membuat Leo gelisah, tetapi juga senang. "Sebenarnya kami datang kemari ingin menyerahkan Risa Le. Kondisi Salma masih saja belum terlalu baik, kadang dia suka marah-marah dan mengamuk," desah ibunya Salma, dengan mata berkaca-kaca. Anaknya setengah gila. Hal itu membuatnya sungguh sedih. Leo diam tak menyahuti, tapi dia sudah paham maksud mereka. "Demi kebaikan Risa, maka kami ingin menyerahkan Risa kepadamu supaya kami bisa fokus mengurus Salma sampai benar-benar sembuh. Sebelumnya kami benar-benar minta maaf Leo. Bukannya kami tidak mau mengurus cucu kami sendiri tetapi kamu tahu sendiri keadaan Salma bagaimana." Ayah Salma menimpali. Leo mendesah. Salma mantan istrinya memanglah pernah mengalami depresi dan saat ini menurut kabar masih belum sembuh. Itu yang dia dengar. Dulu mereka meminta Risa dengan alasan agar Salma cepat sembuh, tetapi ternyata keberadaan Risa tetap saja kita membuat Salma lebih baik. Mana mungkin Leo menolak kan? Meski dalam kondisinya seperti ini. Ditambah tak ada seorang istri yang akan membantu merawat kedua anaknya. Leo hanya menggangguk sebagai tanda setuju. " Tentu saja dengan senang hati dan tangan terbuka, saya akan menjaga dan menerima Risa. Walau bagaimanapun Dia anak saya. Saya punya kewajiban terhadapnya. Biar ada teman untuk Rafa," sahut Leo. Setelah berbincang lagi sejenak kedua orang tua Salma pun pamit pulang. "Papa, Mama Fira mana?" tanya anak itu, Risa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN