HOT MAN 9

1269 Kata
“Terima kasih.” Tania membuka pintu mobil Aryo dan membantingnya cukup keras sebelum Aryo sempat mengatakan apa-apa. “Eh, dasar cewek aneh. Kirain udah jinak sampe mau nebeng segala. Nggak taunya cuma pura-pura.” Aryo menggerutu karena mengetahui Tania sudah kembali ke mode juteknya. Tapi Aryo senang karena mengetahui perseteruan Tania dengan ibu-ibu kompleks. Bisa jadi sasaran empuk Aryo untuk menjahili Tania. “Ibu kusut banget kayak baju belum di setrika. Apa mau saya buatkan kopi?” Ratna, OG kantor menyapa Tania. “Boleh. Sekalian beliin nasi lemak di seberang jalan itu, ya. Telurnya minta yang direbus dan ….” “Telurnya dua sambalnya yang banyak. Iya, kan? Saya sudah hapal.” Hampir setiap hari Tania sarapan di kantor, gimana nggak hapal para office girl dan office boynya. “Makanya cepat nikah, Bu. Biar tiap pagi ada yang nemenin sarapan di rumah. Nggak sarapan di kantor terus.” “Eh, mulut. Nggak saya ACC kasbonnya nanti, ya.” Tania pura-pura marah mendengar celetukan Ratna. OG satu itu emang cukup berani pada Tania. Tapi hatinya baik, tidak sejahat mulutnya. Ratna cuma suka berkata apa adanya meski menyakitkan bagi yang mendengar. Maklum, orang tua. “Ah, Ibu. Ancamannya kasbon. Mana saya berani kalau gitu.” Dia pun ngeloyor pergi setelah mencibir pada Tania. Manajer area itu menggelengkan kepala melihat kelakuan OG satu itu. Merasa lelah dengan kejadian pagi ini, Tania merebahkan diri di kursi. Bukannya dia tidak mau menikah dan berkencan, tapi Tania trauma dengan hubungan serius yang mengarah pada pernikahan. Tania takut kejadian dulu terulang lagi. Hampir menikah dan gagal gara-gara mahar membuat dia tidak percaya diri bahwa dia begitu diinginkan oleh seorang laki-laki. Jika seorang laki-laki yang dia pikir mencintainya saja bisa membatalkan pernikahan karena tidak sanggup memberikan mahar yang diminta pihak wanita, bagaimana dia bisa percaya diri pada sebuah hubungan? Bagi Tania saat ini, pernikahan itu hanya masalah gengsi. Status untuk dipamerkan. Tapi kalau ujungnya tidak nyaman, buat apa juga? Toh, tanpa laki-laki di sisinya sekarang, hidupnya masih terus berjalan. Matahari masih terbit di timur dan masih ada dua musim di Indonesia. Semua masih berjalan normal tanpa ada perubahan. Tania mengurut lehernya yang pegal. Sepanjang jalan tadi dia duduk tegak sekali. Begitu tegang karena satu mobil dengan Aryo. Sengaja dia masuk ke mobil Aryo untuk membuat Wulan panas, tapi rupanya dia kena batunya. Tidak merasa nyaman meski Aryo pun tidak mengajak dia bicara sama sekali. “Wulan sialann! Dasar ibu-ibu rumpi. Pasti sekarang dia sudah sibuk menggosipkan aku sama Aryo. Heran, emang mereka nggak pada punya laki, ya? Kok, sempet-sempetnya cuci mata terus ke rumah tetangga?” Tania menggelengkan kepala lalu mulai menyalakan laptop. Melakukan rutinitas pagi seperti mengecek e-mail. Ada satu e-mail aneh yang masuk ke dalam inbox-nya. =*= “Yo, apa perlu kamu terjun langsung ke acaranya Paramedia? Di mall Batu Aji lagi ada acara pemilihan model. Lebih enak di kelilingi wanita-wanita cantik, kan dari pada anak kecil yang pegang crayon.” Seorang wanita dengan rok sangat pendek dan ketat duduk di meja kerja Aryo. Membuka selangkangannya sedikit dan menyentuh paha Aryo dengan ujung heelsnya. “Turun dari mejaku Kristin. Sudah berulang kali aku bilang berlakulah sopan kalau di kantor.” Aryo geming. Tak tergoda oleh kelakukan wanita yang dipanggil Kristin. “Kenapa? Dulu kita sering melakukannya.” “Dulu. Sebelum ketahuan sama mertuaku. Dan aku nggak mau kalau kepergok sama dia atau siapa pun lah. Ini kantor, bukan tempat mesuum. Kalau mau ena ena, kita bisa cari tempat lain. Tapi sekarang … aku lagi nggak minat.” “Sok sekali.” Kristin turun dari meja. “Lagian, dia itu bukan mertuamu lagi. Kamu nggak seharusnya patuh sama dia.” “Dia nenek dari anakku. Sampai kapanpun dia akan jadi mertuaku.” Kristin menjulingkan matanya. Wanita itu sudah terlalu pede menjadi bagian hidup Aryo. “Apa kalau aku jadi istrimu, aku harus menganggap dia sebagai mertuaku juga?” “Jangan bermimpi ketinggian. Ini masih pagi. Dan kamu nggak akan jadi istriku.” “Jangan bilang kamu akan menduda seumur hidup.” “Kenapa memangnya kalau iya?” tanya Aryo tanpa mengalihkan matanya dari layar laptop. “Aku memang tidak berniat menikah lagi. Semua yang aku butuhkan sudah terpenuhi tanpa harus direpotkan sama ikatan yang bikin aku nggak bebas seumur hidup. Hhh!” cibirnya. “Kamu ….” Kristin tidak sanggup melanjutkan omongannya. Kesal rasanya mendengar penolakan dari mulut lelaki itu. Impiannya menjadi Nyonya Aryo buyar seketika. Kristin berjalan ke belakang kursi yang Aryo duduki dan melingkarkan tangannya. Mulutnya mendekat ke telinga Aryo. “Aku yakin kamu nggak bakalan tahan sendirian seumur hidup. Manusia itu butuh partner untuk menjalani kehidupannya di dunia. Dia tidak bisa sendirian karena sendirian itu sepi. Dan berat.” Aryo menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Obrolan ini sudah melampaui ranah pribadinya. Aryo paling tidak bisa kalau ada orang lain yang memaksakan kehendak atau pendapatnya. “Kecuali kamu punya urusan lain yang lebih penting, sebaiknya kamu kembali ke mejamu, Kristin. Kamu tahu kita punya dua event besok. Seharusnya kamu sibuk, kan?” Aryo menoleh. Bibir Kristin tepat di depan bibirnya. Kesempatan itu tak disia-siakan Kristin. Dikecupnya bibir Aryo dan dilumatnya meski Aryo tidak membalas sama sekali. “Aryo! Aku ….” Ucapan Tania menggantung di udara ketika dilihatnya lelaki yang ingin dia temui sedang menikmati hidangan sebelum makan siang. “Maaf, aku tidak tahu kamu sedang sibuk,” katanya sinis. “Cewek di depan bilang aku bisa langsung masuk.” Tania menutup pintu dengan keras. Rasanya kesal sekali melihat Aryo berciuman dengan wanita lain. “Shitt!” umpat Aryo ketika menyadari siapa yang barusan datang. “Mulai sekarang, kamu harus menjaga jarak denganku Kristin. Tidak pernah ada hal baik jika kamu datang ke ruangan ini!” kata Aryo tajam. Segera dia berjalan keluar ruangan untuk mengejar Tania. Wanita yang tiba-tiba datang ke kantornya itu sedang berjalan melintasi lapangan parkir. Aryo sebenarnya cukup heran, untuk ukuran seorang manajer area, Tania ini kere sekali. Tinggalnya saja di kompleks biasa dan Aryo lihat, perabotan di dalam rumahnya mirip perabotan anak kos. Tidak mencerminkan kalau yang tinggal di rumah itu seorang manajer. Belum lagi Tania ke mana-mana naik ojek online, taksi online bahkan angkot! Apa tidak ada fasilitas kendaraan yang diberikan kantornya untuk seorang pimpinan? “Tania! Tunggu Tania!” Aryo meraih tangan Tania ketika wanita itu hendak masuk ke dalam angkot yang lewat. “Lepasin! Aku mau kembali ke kantor. Percuma aku capek-capek datang ke sini gara-gara e-mail kamu itu. Nggak taunya cuma ngeliat kamu berbuat mesuum di kantor. Sial banget, sih aku! Nggak di rumah nggak di kantor, selalu jadi saksi perbuatan mesuum kamu!” kata Tania cukup keras. Membuat Aryo ingin membungkam bibir yang menggemaskan itu dengan bibirnya. “E-mail? E-mail apa?” tanya Aryo heran. Tak menggubris protesan Tania. Jadi karena e-mail Tania datang langsung ke sini. “Kenapa kamu nggak nelpon atau WA aku aja?” “Aku nggak tega ngomongin gituan di WA. Apa lagi di telepon,” katanya salah tingkah. Aryo semakin penarasan. “Ngomongin apa? Emangnya isi e-mailnya soal apa?” Tania mendekatkan tubuhnya ke tubuh Aryo. “E-eh, kalau mau nempel-nempel jangan di sini. Kita cari tempat yang enak saja, yuk!” Aryo meraih tangan Tania. “Lepasin, dasar mesuum! Aku nggak mungkin ngomongin hal itu keras-keras bodohh!” “Dari tadi, hal itu terus yang dibahas. Apaan, sih?” “Kamu beneran nggak paham yang aku maksud? Terus email itu?” “Email apaan? Emang aku kirim email ke kamu? Buat apa? Kan bisa WA atau ketemu langsung. Kita tetangga.” “Di mana laptop kamu?” “Di ruangankulah!” “Ayo kita ke sana dan lihat, kamu ngirimin apa ke aku.”©
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN