(Renuo Vetera)

1327 Kata
(Dua tahun Kemudian) Malam yang dingin kala itu terasa amat tenang, Reglus yang saat ini berusia sebelas tahun pun tengah melamun dihadapan buku-buku peraturan Kerajaan, tidak seperti yang diharapkan olehnya beberapa waktu yang lalu, saat ini sang Pangeran hanya melamun dan tengah memandang jauh kearah luar jendela yang memperhatikan langit yang dihiasi oleh salju putih yang perlahan turun dengan lembutnya keatas bumi dan menutupi seluruh rerumputan serta pepohonan hijau yang kini sudah menjadi putih.   Tok-tok-tok   Suara ketukan menginterupsi lamunannya, Reglus yang tersadar segera menoleh kearah pintu yang akhirnya terbuka setelah ia mempersilahkan orang yang baru saja mengetuk pintunya itu untuk masuk kedalam kamar, kamar dengan luas 5x10 meter itu terasa amat lega meski terdapat sebuah ranjang mewah, meja serta kursi, lemari dan bahkan sebuah rak yang dipenuhi oleh buku hasil dari tulisan sang Pangeran, kedua mata Reglus menatap Alexandra yang baru saja membuka pintu tersebut. “maaf telah mengganggu aktivitas anda, Pangeran Reglus” Ucap Alexandra menundukkan kepalanya, menandakan bahwa ia menyesal karena telah mengganggu aktivitas belajar sang Pangeran. Dianggukannya kepala Reglus, merasa bahwa kedatangannya sama sekali tidak mengganggu aktivitas Reglus saat itu, “ya, tak apa… ada apa Alexandra?” lagi-lagi Reglus bertanya seperti itu ketika datangnya Alexandra di manapun dan termasuk di kamarnya, ia yakin seratus persen bahwa datangnya Alexandra kepadanya pasti memiliki suatu maksud tertentu dan oleh sebab itu setiap kali Alexandra memanggilnya, ia akan bertanya demikian.  “Baginda Raja memerintahkan saya untuk memberitahukan anda, bahwa beliau kini tengah menunggu anda di ruang makan” ucapan Alexandra saat itu membuat Reglus segera membereskan buku-bukunya dan bangkit dari kursinya, dugaan Reglus seratus persen benar… kedatangan Alexandra pasti memiliki maksud tertentu,  “terima kasih Alexandra, kau boleh kembali ke tempatmu!” setelah mempersilahkan Alexandra untuk pergi, dengan segera Reglus berjalan menghampiri ruang makan, tempat di mana Sang Ayah tengah menunggunya saat ini.   Reglus berjalan memasuki sebuah ruangan yang di maksud, ruangan yang cukup besar itu tidak dipenuhi oleh banyak perabotan, hanya sebuah meja yang amat panjang dengan delapan buah kursi mewah yang mengelilingi meja yang berbentuk lonjong tersebut. Tepat ketika ia memijaki ruang makan, kedua penciumannya mencium sebuah bau yang amat tidak ia sukai, bau amis yang amat tajam hingga mampu membuatnya ingin muntah. Kedua matanya kini mendapati Sang Ayah tengah terduduk di kursi utama miliknya bersama dengan Ray yang terdiam berdiri tegak tepat di sampingnya,   “mendekatlah wahai anakku!” perintah Sang Raja tentu tak bisa ia tolak, meski penciuman serta tubuhnya menolak untuk mendekat, dengan perlahan Reglus melangkah mendekati sang Raja dan sang Panglima. Berkali-kali ia menelan ludahnya sendiri dengan amat terpaksa, ia menahan seluruh cairan yang meronta ingin segera keluar dari dalam perutnya dan menjulur memenuhi tenggorokannya, dan ia pun hanya mampu mengerenyitkan dahi dan menahan nafasnya agar tidak mencium bau amis yang ia rasakan. “ayah, aku mencium bau ya..- Ucapan Reglus terputus ketika Sang Ayah memberikan sebuah gelas snifter* dengan cairan kental berwarna merah tua pada dirinya, dengan lekat ia menatap gelas yang tergeletak di hadapannya. “minumlah, ini merupakan salah satu tradisi kita yang dilaksanakan secara turun-temurun” kedua mata Reglus berkerut mendengar ucapan Sang Ayah yang kala itu duduk di hadapannya dengan tenang, ia yakin bahwa minuman ini bukanlah pertanda baik. Hanya menatap dan mencium baunya saja membuat Reglus memutuskan untuk tidak menyukai minuman yang ada di hadapannya itu, “Darah siapa ini?” tanya Reglus menatap gelas itu dengan raut yang penuh kecurigaan, ia menoleh menatap sang Ayah bergantian ke arah gelas itu dan kembali menatap sang Ayah,  “minumlah, setelahnya aku akan menerangkan tradisi itu” merasa tidak mendapat jawaban atas pertanyaannya, membuat Reglus yang saat itu menatap Sang Raja, kini beralih menatap singkat ke arah Ray yang masih terdiam di samping Raja, dan kembali memandangi gelas snifter tersebut, “Darah siapa ini?” kembali ia tanyakan pertanyaan yang serupa, dan sama seperti sebelumnya, ia tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang ia lontarkan, hingga ia kembali bertanya dan kali ini ia bertanya dengan penuh penekanan dalam setiap katanya, “Darah Siapa ini, Ayah?!” kata-kata itu membuat sang Raja menghela nafas dan menganggukkan kepalanya, mempersilahkan Ray berjalan mendekati sang Pangeran dan kemudian ia mengulurkan tangannya, mengajak Reglus untuk pergi dari tempat itu.   …   Keduanya kini tengah berjalan mengintari lorong-lorong dan melewati beberapa taman kerajaan dan berakhir di salah satu taman yang dipenuhi oleh bunga iris yang memiliki banyak sekali ragamnya, namun sayang… malam itu seluruh bunga tengah tertutupi oleh tebalnya salju yang turun beberapa saat yang lalu. “Raeglest” ucapan Ray membuat kedua mata Reglus kini menoleh menatap Ray, dahinya yang berkerut saat itu menandakan bahwa ia baru saja mengenal kata yang diucapkan oleh sang Panglima beberapa saat yang lalu, mengerti dengan kebingungan sang Pangeran membuat Ray kembali berucap, “itu adalah nama dari tradisi yang dibuat oleh Raja Muller ke VII, dan tradisi ini adalah tradisi rahasia yang disimpan hanya untuk Kerajaan Valens. Tidak boleh ada yang menyebarkannya sama sekali” sambungnya lagi dan itu membuat kembali membuat raut Reglus semakin memburuk, ia benar-benar belum mengerti dengan apa yang diucapkan sang Panglima. “tradisi seperti apa itu? Aku tidak pernah menemukannya di dalam buku tradisi” ya, seorang Reglus tidak mengetahui tentang tradisi yang satu itu, pasalnya tradisi itu tidak pernah ia dengar maupun ia jumpai sebelumnya di buku-buku perpustakaan yang telah ia baca seluruhnya.  “Tradisi itu memang tidak di cantumkan di dalam buku tradisi, Pangeran. karena tradisi itu adalah tradisi rahasia milik Kerajaan Valens, itu… adalah tradisi yang meminjam kekuatan dari surgawi… ..Tradisi meminum darah dewi” Penjelasan panjang dari Ray membuat kedua mata Reglus terbelalak setelah mendengarnya, ia menatap sang Panglima dengan amat lebar dan terlihat shock dan persekian detik kedua mata itu berubah dan menyorotkan tajam kearah Ray yang baru saja menoleh padanya, “apa yang kau ucapkan? Dari mana kita mendapatkan dewi?! dan bagaimana bi..- Reglus terdiam ketika menyadari beberapa hal yang memang menurutnya janggal, hal janggal yang ia temui di sekitaran kerajaan selama ini, “Hamush… jadi penempatan Hamush dan Aidanum tidak terbuat secara alami? Kalian membangunnya dan sengaja membuka jalan untuk akhirnya menculik mereka dan membunuhnya?! apakah itu benar? Apakah ucapanku benar, Ray?!” Reglus berucap dengan nada yang tinggi, ditatapnya sang Panglima yang kini mengulum kedua bibirnya sebelum akhirnya menghela nafas dan akhirnya menatap sang Pangeran dengan amat serius sebelum ia berucap,  “seperti yang telah saya duga sebelumnya, anda hebat karena dapat memahami semuanya dengan secepat itu, Pangeran” mendengar sanjungan Ray membuat Reglus terkekeh dengan kesal, ia merasa bahawa ia tidak membutuhkan sebuah sanjungan saat ini. Tradisi itu adalah tradisi yang tidak masuk di dalam akalnya dan sebuah sanjungan yang ia terima bukanlah yang ia harapkan dari sang Panglima. “untuk apa dia menciptakan tradisi yang tidak masuk akal seperti itu?!” kedua mata Reglus kini kembali menatap Ray, ia berucap dengan nafas yang kini mulai memburu karena marah “seperti yang sudah saya katakan, Pangeran. Tradisi itu adalah tradisi meminja..- “untuk apa dia meminjam kekuatan Surgawi?! apakah ia menjadi kuat hanya karena meminum darah Dewi? Itu salah, Ray! Kita bisa kuat meski tidak meminum dan menjalankan tradisi gila itu!” ucap Reglus geram, Reglus menjadikan emosinya berkecambuk hingga memengaruhi langit malam kala itu yang kini berubah menjadi merah menyala dengan petir yang menggema dimana-mana. “jangan biarkan Huyz* merasuki dirimu, Pangeran Reglus” Kedua mata Ray kini menatap Reglus dengan serius, pasalnya sang Pangeran melepaskan Huyz miliknya hingga memengaruhi langit Kerajaan Valens. “aku tidak akan pernah menerima tradisi itu dan tidak akan menjalankannya!” Reglus tak menanggapi ucapan Ray, ia sangat geram hingga deruan nafasnya terdengar dan matanya menatap Ray dengan guratan-guratan merah yang terlihat jelas di sana, ia segera pergi meninggalkannya setelah dirasa bahwa pembicaraan yang mereka lakukan sudah cukup. Ray yang ditinggalkan oleh sang Pangeran yang marah itu pun kini hanya mampu menghela nafas dengan cukup panjang, ditatapnya awan kemerahan yang masih menyala-nyala saat itu dengan seksama, “semoga Raph bisa meredakannya” itulah gumaman yang diucapkan oleh Ray sebelum akhirnya pergi dari taman istana.   … to be Continue *Gelas Snifter: Gelas yang memiliki batang paling pendek dengan bentuk mangkuknya besar. Nyaris mirip seperti gelas wine, namun memiliki lekukan yang besar. *Huyz : Huyz (Armenia) yang berarti emosi. Seorang keluarga kerajaan, baik raja maupun anak-anaknya tidak diperbolehkan menunjukkan Huyz (emosi) mereka kepada siapapun, karena itu akan memengaruhi dengan jelas langit Kerajaan mereka dan hal tersebut dapat dijadikan kesempatan bagi musuh untuk mengetahui situasi kerajaan saat itu. Merah yang mengartikan marah kelabu yang mengartikan kesedihan dan duka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN