Lima (Masa Putih Abu-abu)

1032 Kata
Saat ini kelas XI IPA 1 dalam keadaan hening, karena hadirnya bu Lidya, Guru yang terkenal kiler dan jika memberi hukuman tidak main-main. Sebenarnya hari ini kelas Nafisa ada pelajaran Fisika, namun gurunya sedang izin karena ada kerabatnya yang meninggal. Karena kelas berisik dan Bu Lidya tidak ada kelas, maka Bu Lidyalah yang mengisi jam pelajaran ini dengan ceramah yang panjangnya melebihi rel kereta. Sekitar sepuluh menit sebelum istirahat Bu Lidya baru berpamitan, tentunya dengan memberikan peringatan dan ancaman sebelumnya. Setelah kepergian guru kiler itu, seketika para siswa menghembuskan nafas lega. "Wa, istirahat temenin aku dulu ya!" ajak Nafisa pada Hawa yang saat ini sedang membereskan alat tulisnya yang berada di atas meja. Hawa menakutkan alis bingung "kemana?" tanyanya. "Ke kelas kak Aditya," bisik Nafisa berusaha agar orang lain tak mendengar perkataannya. Kalau teman-temannya dengar, kan urusannya bisa panjang. Apalagi kata Hawa di kelasnya banyak yang ngefans sama Kak Aditya, termasuk Hawa. "HAH? NGGAK SA....HMMMMMPT!" teriak Hawa kaget yang langsung di balas bekapan mulut dan tatapan tajam dari Nafisa. "Eh, aku uda berusaha bisik-bisik biar nggak ada yang tau, kamu malah teriak," geram Nafisa masih dalam keadaan membekap mulut Hawa. Hawa hanya mengangguk-anggukan kepalanya pertanda bahwa ia tidak akan berteriak lagi. "oke, oke. Tapi pisa, ngapain kamu di sana?" Hawa memicingkan matanya curiga. "Issh, jangan berfikir yang enggak-enggak dulu! Aku cuman mau nganterin ini nih, sebagai rasa terima kasih karena dia udah nyelamatin aku kemarin," jawab Nafisa masih dengan nada pelan sambil menunjukkan kotak makan yang disembunyikannya di dalam laci sedari tadi. "Oke, aku bakalan nemanin. Tapi nih ya Sa, aku cuman mau ngingetin aja kalau kak Aditya itu nggak sembarang nerima pemberian orang. Palingan ya, pemberian kamu ditolak secara halus," ujar Hawa memperingatkan secara halus, takut Nafisa tersinggung. "kok gitu?" tanya Nafisa heran, bukannya rezeki nggak boleh ditolak yah? "Ya emang gitu. Kan aku udah bilang sebelumnya, kalau Kak Aditya itu emmmm...apa yahh? Eeem, kayak nggak mau dekat gitu sama perempuan. Ya, namanya juga ketua Rohis!" Hawa menjelaskan alasannya pada Nafisa. Entah kenapa Nafisa menjadi ragu untuk memberikan kotak makan itu pada Aditya setelah mendengar penjelasan Hawa. "Terus ini bekalnya gimana dong Wa? Aku takut jangan-jangan bernasib sama kayak pemberian anak-anak lain." Nafisa memandang lesu kotak makan yang sudah diletakkannya di atas meja itu. "Ya ampun. Sejak kapan sih seorang Nafisa nggak percaya diri kayak gini? Ayo aku temanin, aku yakin dia pasti nerima. Kan dia kayak perlakuin kamu berbeda gitu, pas kemarin,"ujar Hawa menyemangati. "Ya tapi kan..." "Nggak usah banyak mikir, kita coba aja dulu! Ayo!" Hawa menarik tangan Nafisa menuju kelas XII IPA 1, kelas Aditya. Saat sampai di kelas Aditya, Nafisa semakin terlihat ragu. Sekarang malah Hawa yang lebih bersemangat. "Eh, eh, itu kak Aditya! lagi sama temannya tuh!" tunjuk Hawa pada Aditya yang kini masih duduk di bangkunya. Kebetulan kelas sudah sepi. Ia menarik tangan Nafisa semangat ke Arah Aditya tadi. Sesampainya di depan Aditya, Hawa berdehem membuat dua orang tersebut memusatkan perhatiannya pada dua adik kelas mereka itu. "Ada perlu apa ya, Dek?" tanya teman Aditya. " emmmm, ini kak, teman aku ada perlu sama Kak Aditya," jelas Hawa sedikit kikuk. Ia menyenggol lengan Nafisa, mengode gadis itu agar membuka suara. Mendengar itu Aditya langsung memusatkan pandangannya pada Nafisa, membuat Nafisa semakin kikuk. "Oh, kamu yang kemarin kan?" "Iya Kak," jawab Nafisa. "Kenapa?" tanya Aditya. Dan jangan lupakan senyum manisnya yang mengiringi pertanyaan itu, membuat Hawa ingin berteriak seketika jika ia tidak mengingat di mana keberadaannya. "Ehmm. .. aku mau ngasih ini ke Kakak," kata Nafisa memberikan kotak bekal yang sedari tadi disembunyikannya di belakang. Aditya terlihat menautkan alisnya heran. "Kakak jangan berpikiran buruk dulu. Aku ngasih ini nggak ada maksud lain kok. Aku ngasih ini real sebagai rasa terimakasih karena kemarin mungkin secara nggak langsung Kakak udah nyelamatin aku," jelas Nafisa cepat. Jangan sampai Aditya menganggapnya modus. Ini kan Nafisa, bukan Hawa yang ngefans berat sama Aditya. "Emang siapa yang berpikiran buruk?" tanya Aditya sambil terkekeh, merasa lucu dengan tingkah Nafisa. Ia langsung mengambil kotak bekal di tangan Nafisa dan membukanya, membuat aroma nasi goreng buatan Nafisa tercium seketika. Nafisa dan Hawa menghembuskan nafas lega karena Aditya menerima pemberian Nafisa. "Ya udah kita makan di kantin yuk! kalian jajan, aku makan ini," ajak Aditya. Nafisa dan Hawa yang kebetulan memang akan ke Kantin mengangguk setuju. Setelah itu ketiganya melangkahkan kaki ke arah kantin. Setelah mendapatkan tempat duduk untuk mereka berempat, Nafisa, Hawa dan Rian--nama teman Aditya, akan memesan makanan. "Eh, Nafi," cegah Aditya sebelum mereka beranjak. "kenapa Kak?" tanya Nafisa heran. "Ini, bekalnya kayaknya kebanyakan. Jadi, makannya berdua yah. Kamu pesan minum aja, buat aku juga." "Tapi..." Nafisa terlihat terkejut dan bingung, juga malu. Yang benar saja, masa mereka makan berdua? "Udah, sana pesan minum aja! kan nggak baik kalau makanannya di sisain, jadinya mubazir. Kalau kita berbagi akan lebih bagus!" potong Aditya. Nafisa masih terlihat ragu, oh Aditya mengerti! Mungkin gadis di depannya ini malu jika makan berdua dengannya. "Kamu malu? Nggak usah malu, lagian kan kita cuma makan bukan pegangan tangan atau gandengan. Dan kita juga makan nanti pakai sendok berbeda. Udah pesan minuman aja sana! entar keburu bel masuk," ujar Aditya tersenyum geli. Nafisa langsung menganggukkan kepala saat mendengar kata 'keburu bel' yang diucapkan Aditya. Setelah beberapa saat memesan makanan, mereka telah duduk bersama dengan makanan masing-masing. Hawa memandang heran ke arah Nafisa. "Kamu nggak pesan makanan?" ia dan Rian tidak mendengar percakapan Nafisa dan Aditya tadi, karena sudah duluan memesan. "Enggak, aku yang nyuruh. Bekal ini kebanyakan, jadi biar kita berdua yang ngabisin." Aditya menjawab pertanyaan Hawa yang sebenarnya ditujukan kepada Nafisa. Hawa dan Rian saling memandang, lalu diam dengan mulut menganga. Jujur saja Aditya menerima bekal dari Nafisa aja sudah terlihat aneh, walaupun Hawa bersyukur karena Nafisa nggak kecewa. Lalu ini, dia mau makan di kotak makan yang sama? berdua? Aditya sakitkah? "Ckk, nggak usah lebay gitu ekspresinya!" kata Aditya malas. Ia mengarahkan pandangannya pada Nafisa yang duduk di sebelahnya, "ayo Nafi!" Akhirnya Nafisa mengikuti kata Aditya. jujur saja, Nafisa merasa tidak nyaman menjadi pusat perhatian sedari tadi, bahkan semenjak ia dan Hawa datang ke kantin bersama Aditya dan Rian. Dari situ Nafisa dapat menyimpulkan bagaimana populernya seorang Aditya. Ia bertekad sebisa mungkin, ia nanti akan menjaga jarak dengan Aditya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN