Keysa kembali kerja setelah sekian hari libur atas kedukaan yang baru menimpanya, kehilangan orang tercinta yakni ayahnya. Keysa bukanlah orang besar bergaji puluhan juta meski sebelumnya Keysa putri dari orang ternama, sebab Keysa nyatanya hanyalah seorang staff biasa di perusahaan wedding organizer yang menyediakan jasa persiapan pernikahan.
Beberapa teman kerjanya berhamburan turut belasungkawa menghampiri Keysa yang baru datang. Mengucapkan turut berduka atas kepergian ayah tercinta Keysa dan tak lupa mereka senantiasa menghibur Keysa agar tak larut dalam dukanya. Para staff pekerja WO memang kompak dan terkenal ramah.
"Aku, kami turut berdukacita atas meninggalnya ayahmu. Keysa kamu jangan sedih atau menganggap setelah kepergian beliau kamu jadi sendirian didunia ini sebab kami disini masih bersamamu." Manda menatap Keysa dengan tulusnya seraya memeluknya hangat menyalurkan pelukan kekuatan.
Hal itu diikuti oleh teman kerja Keysa lainnya yang juga melakukan hal sama. Mereka semua bergilir menyemangati Keysa hingga pagi ini diisi dengan keharuan. Padahal sebelumnya tepat pada hari kematian ayah Keysa mereka juga telah memberi belasungkawa.
"Girls, pelukannya udahan dulu, ya. Nanti bos marah loh." Celetuk Keysa terharu mendapat perlakuan dari teman kerjanya.
"Ah, Keysa ... kok girls sih? Aku bukan cewek loh!" Protes laki-laki teman kerjanya menarik perhatian dan mengundang gelak tawa semua orang yang berada disana.
"Benar tuh, bang Reno kan laki Keysa."
Selesai saling menyapa dengan teman kerjanya kini Keysa berusaha sibuk berkutak dengan pekerjaannya agar bisa melupakan kedukaannya. Wanita itu sibuk mengurusi bunga yang akan jadi bahan dekorasi gedung pernikahan klien WO saat ini.
Keysa agak kerepotan menyediakan mawar putih pasalnya beberapa pernikahan yang mereka urusi hampir semuanya mengajukan tema nuansa putih yang dihiasi mawar putih. Toko bunga yang bekerja sama dengan perusahan mereka pun cukup kelimpungan menyediakan pesanan mereka yang menumpuk.
"Gimana Keysa? Mawar putihnya udah ketemu ..." Manda menghampirinya dengan penuh harap, tapi sayangnya gelengan kepala dari Keysa membuatnya jadi kecewa.
"Sebenarnya ada, tapi toko bunganya tidak bisa menyediakan sebegitu banyak meski sudah ditambah dengan persedian bunga yang berada di gudang semua itu masih kurang. Huhh! Andai saja tiga pernikahan minggu ini tema permintaan klien pasangan lebih kreatif dan bervariasi mungkin kita takkan kerepotan seperti ini ..." Keysa menatap Manda dengan rasa bersalahnya.
"Atau setidaknya waktunya tidak semepet dalam waktu dekat ini dan berlangsungnya bukan minggu depan." Sambung Manda menimpali.
"Dan jika aku masuk kerja lebih cepat, mungkin kita nggak akan kelimpungan begini."
"Sssttt ... jangan ngomong gitu. Apa yang kamu alami itu bukanlah perkara mudah. Lagipula ini tak ada sangkut pautnya dengan hal itu. Mau lebih cepat kamu kembali masuk kerja ataupun tidak, kalau bunga mawar putihnya sudah ditakdirkan menyusahkan kita. Tetap saja bikin susah. Udahlah jangan sedih-sedih lagi, ok."
Keysa mengangguk paham, "terus sekarang bagaimana, Manda? Apakah begini saja kita negosiasikan kembali kepada salah satu klien pasangan supaya tema pernikahannya diganti tema lainnya."
"Bukan ide buruk, sepertinya itulah pilihan terakhir kita yang kita mikiki. Hm, Keysa bagaimana jika kamu saja yang berbicara mendiskusikannya kepada salah satu klien?"
"Baiklah, tidak masalah."
"Ok, aku akan mengatur jadwal pertemuan kalian."
*****
Riana menatap Ibunya dengan wajah muram dan penuh protesan. Kontraks sekali raut wajahnya memperlihatkan kekecewaan mendalam terhadap keputusan yang baru saja ibunya katakan.
"Ma, aku tidak mau menikah! Pokoknya Riana nggak mau menikah apalagi melakukan pernikahan bisnis. Walau aku pecinta uang, tapi merelakan diri jadi isteri orang asing yang tidak kukenal demi mendapatkan banyak uang aku takkan bersedia." Riana berusaha menolak permintaan Mamanya.
Namun, sang Mama bukannya segera mengiyakan permintaan putrinya malah menyeringai penuh dengan senyuman misterius yang menghiasi raut wajahnya.
"Terserah kamu menolaknya Riana, tapi Mama akan tetap pada keputusan Mama. Putriku akan tetap menikah dengan pengusaha terkenal memiliki kekayaan yang tak ada habisnya itu. Agar kekayaan kita semakin bertambah dan semakin banyak."
"Ma!!" Bentak Riana kelepasan dengan protesannya.
"Sssttt ... diamlah, sayang. Putri yang Mama maksudkan itu bukan kamu, tapi putri lainku, putri tiriku yang tersayang."
Riana tercegang berhenti protes, "maksud Mama, Keysa?" Tanyanya memperjelas.
Mamanya mengangguk tanpa ragu lalu mengusap kepala Riana dengan sayang.
"Kamu pikir Mama ini bodoh mengorbankan putri kandung sendiri, mengorbankanmu? Jangan salah paham Riana, Mama tentu mana tega membiarkanmu begitu."
Riana tersenyum lega mendengarnya sekaligus merasa bahagia.
"Kalau Keysa yang jadi tumbalnya untuk mendapatkan kekayaan lebih, Riana sih setuju aja malah sangat setuju sekali."
"Nah begitu dong, itu baru Putri Mama. Hm, sekarang kamu harus membantu Mama untuk menjalankan rencana selanjutnya. Ayo kita rapikan kamar Keysa lalu memberinya taburan kasih sayang untuk terakhir kalinya!" Mamanya mengernyit dengan piciknya.
"Ngapain repot, Ma. Biarkan saja dia menderita." Riana mendengus tak setuju yang mendapat gelengan dari Mamanya.
"Eh-eh, jangan begitu sayang ... Keysa sudah memberikan kita banyak harta dan akan memberikan lebih banyak lagi. Sudah sepatutnya kita membalas sedikit kebaikannya, setidaknya beberapa hari ini kita akan berbuat baik kepadanya sebelum dia masuk ke dalam neraka yang menantikannya. Sebab Mama dengar dari rekan bisnis Mama yang lain, calon mantu yang akan jadi suami Keysa selain sangat-sangatlag kaya lelaki itu juga tidak punya hati dan terkenal sangatlah kejam."
Riana merubah raut wajahnya, "oh malangnya nasib saudiri tiriku itu. Baiklah, Mama kita memang harus memberikannya sedikit belas kasihan. Haha, miris sekali nasib wanita bodoh itu." Riana terkekeh membayangkan nasib Keysa untuk selanjutnya dengan tak punya perasaan lalu tiba-tiba saja dia terdiam.
"Tunggu!" Riana tersentak sadar akan sesuatu.
Mamanya mengerut heran dan bingung menatap Riana. "Apalagi Riana?"
"Memangnya Keysa sudah setuju, Ma? Memangnya Keysa bisa menerima pernikahannya??" Ucap Riana serius membuat Mamanya mengangkat bahu lantas tersenyum.
"Mana ada wanita yang mau menerima pernikahan bisnis, Riana! Bahkan kamu pun tadi menolaknya begitupun Keysa. Karena itu Mama sudah merencanakan sesuatu yang memaksa Keysa mau tak mau menerimanya." Mamanya kembali menyeringai picik sambil tersenyum aneh.
*****
Kaysa menghampiri Syaniah yang menantinya didepan gedung tempat kerjanya. Menunggu Keysa menjemputnya pulang.
"Kita pulang kerumahku saja hari ini, Keysa. Gak ada penolakan, kemarin kamu sudah menginap dihotel. Hari ini dan seterusnya pokoknya kamu akan tinggal denganku!" Tukasnya tegas tak ingin mendengar penolakan Keysa.
Keysa tersenyum geli mendengar penuturan sahabatnya.
"Kamu ini huhh ... aku baru pulang kerja loh, Nia. Sudah diomeli saja bukannya nanya dahulu, 'bagaimana kerjanya hari ini?' kek ..." rutuk Keysa protes sambil terkekeh.
"Iya-iya ibu Keysa yang terhormat bagaimana kerjanya hari ini, lancar?" Syaniah dengan nada bercanda. "Udah kutanyain loh, berarti sekarang giliran kamu yang mesti menurutiku. Mulai hari ini kamu akan tinggal bersamaku, ok!" Sambung Syaniah menuntut Keysa.
"Baiklah yang mulia Ratu, hamba akan melakukan perintahmu!" Keysa kembali menimpali dengan gurauannya sambil memberi hormat pada Syaniah.
Syaniah tersenyum tulus, "terus begini Keysa. Aku senang melihatmu tertawa bahagia, jangan pernah seperti Keysa yang kemarin-kamarin lagi murung terus dan tak berdaya. Masalah mungkin tak akan ada habisnya dan kamu pun boleh bersedih akan hal itu, tapi ingatlah sedihnya jangan lama-lama, ingatlah ada aku yang selalu bersamamu menanti melihatmu seperti ini kembali, begitu bahagia."
*****