BAB 09 - Unexpected

1691 Kata
Rasanya seperti berada di dalam mimpi. Tapi ia masih ingat jelas siapa wanita paruh baya itu. Ketika Naila menoleh pada Zayn untuk mengetahui apa reaksinya, ekspresi Zayn juga terlihat sama sepertinya yang sama-sama terkejut dan tak bisa berkata-kata, rasanya seperti... syok. "Kenapa ibu ada di sini?."tanya Zayn yang membuat Naila menatapnya sebelum beralih menatap ibu Zayn. Rasanya seperti melihat penampakan hantu, tubuhnya menjadi kaku dan bergidik melihatnya. "Apa wanita yang dimaksud sebagai istrimu adalah Naila?."Kedua mata Naila membesar mengingat ucapannya di Restoran waktu itu. Wanita itu pasti mengadu. Naila menarik selimut hingga semakin menempel di tubuhnya, kedua tangannya mengerat menggenggam selimut dengan gugup. "Ibu salah paham." "Sepertinya kalian yang membuktikan jika hal itu benar saat ini."ibu Zayn menatap bergantian ke arah Naila dan Zayn. Hal itu membuat Naila menoleh pafa Zayn lalu bergerak mundur hampir menyentuh punggung ranjang. "Kalau begitu kita bicarakan di ruang tengah." Ibu Zayn berlalu, keluar dari kamar menuju ruang tengah. Meninggalkan Naila dan Zayn di dalam sana. Kedua mata Naila membesar, istri apa nya yang istri. Bagaimana bisa tidur di kasur Zayn dalam semalam tiba-tiba sudah berubah menjadi istrinya saja. Apa Naila koma, lalu Zayn menikahinya dan ketika ia sadar sekarang ia sudah menjadi istrinya. ASTAGA!!! Naila tidak bisa percaya, bagaimana bisa hal ini terjadi padanya. Kedua tangannya mengerat, menenggelamkan wajahnya ke dalam selimut. Tiba-tiba selimutnya ditarik oleh Zayn. "Kenapa kau menutupi tubuhmu, kau bahkan tidak telanjang."geramnya. Naila kembali menarik selimut itu dan menutupi tubuhnya. Juga menutupi kedua telinganya. Matanya menatap Zayn khawatir. "Hei.. Apa ibumu akan membunuhku? Jika ya, menurut mu apa aku harus lompat dari lantai ini atau bersembunyi di bawah kasur?." "Gantung diri saja, itu lebih baik."Zayn mendudukan dirinya di ujung kasur, memikirkan kalimat yang pas untuk dikatakan pada sang ibu yang kini sedang berada di ruang tengah. Menunggu mereka. Zayn tak tahu ibunya akan memergokinya di sini saat ia sedang bersama dengan Naila. Ini bukanlah waktu yang tepat, jujur saja ibunya selalu mengucap nama Nailanpada setiap perkataannya jika Zayn tak kunjung berdekatan dengan wanita. Dan kini ibunya memergokonya bersama dengan wanita yang sering dibicarakannya. "Hei. eoh. Mungkin aku harus menghentikan kesalahpahaman ini. Ibumu mengira kita sudah balikan. Aku memiliki prinsip dimana, tidak ada yang namanya balikan dengan mantan kekasih." "Tsk! Kau berkata seolah banyak mantan di dalam hidupmu. Separuh hidupmu di habiskan dengan berkencan denganku. Lalu kini dengan kekasih tukang selingkuh mu itu. Hubungan kalian bahkan masih baru." Kedua mata Naila membesar terkejut. Kenapa rasanya ia ingin memukul kepala Zayn sekarang. Sialan. "Ya. Dan aku menyesal. Kenapa aku tidak sering berkencan seperti wanita-wanita lain. Kenapa mantanku hanya kau. Padahal aku cukup populer." Naila Zayn berdecak. Ia beralih menatap Naila dengan wajah masam. Naila membalas tatapannya, dengan ekspresi yang seolah mengatakan. Kenapa kau melihatku begitu. Apa. Hah!. Zayn bangkit berdiri dan meninggalkan Naila yang masih terduduk di atas kasur menatapnya dengan kedua tangan yang mengerat pada selimut yang menutupi tubuhnya. "Cuci wajahmu. Dan cepat temui ibu. Apa kau akan tetap di sana dan berlagak seperti habis menghabiskan malam denganku." "HEI!."teriak Naila seraya melemparkan satu bantal ke arah Zayn yang bisa pria itu hindari. Sudut bibirnya tertarik membentuk seringaian. Naila bersumpah ingin menarik pipi itu agar tidak bisa menyeringai lagi. Dasar menyebalkan. *** Naila mencuci wajahnya dan menyikat giginya dengan cepat, diam-diam merasa gelisah karena setelah ini ia akan berhadapan dengan ibu Zayn. Sudah lama mereka tidak bertemu, Naila merasa gugup dan sangat canggung. Berkali-kali ia mencuci tangannya dan memercikan wajahnya menggunakan air. Berkata pada dirinya sendiri tidak akan ada yang membuatnya panik atau gelisah. Tubuhnya tersentak kaget ketika Zayn menggedor pintu. "Sampai kapan kau akan berada di dalam sana. Ibu ku menunggumu, bahkan jika kau keluar besok ibu akan terus menunggumu." Naila menghela nafas kesal. Ia membuka pintu dan menemukan Zayn di hadapannya. "Kau takut menemui ibumu sendirian ya sampai harus menungguku." "Ibuku bertanya dimana kau, itu sebabnya aku kemari." Kedua mata Naila menyipit. Menatap Zayn tak percaya. "Benarkah!."ucap Naila membuat Zayn menatapnya dengan wajah masam. Zayn tidak memperdulikan nya, ia membuka pintu kamar lalu menyuruh Naila keluar dari kamar menggunakan gerakan wajahnya. "Cepatlah." Naila berdecak lalu berjalan perlahan-lahan leluar dari kamar Zayn. Ibu Zayn ada di sana sedang meminum teh, diam-diam melirik ke arah Zayn dan Naila dari balik bulu matanya. Zayn mengambil tempat di sofa lalu melirik Naila seolah mengatakan cepat duduklah. Naila melirik Zayn sinis, rasanya begitu gugup ketika menempatkan bokongnya di sofa dan menatap ibu Zayn yang kini sedang menaruh cangkir tehnya di atas meja. "Sejak kapan?." "Kami tidak berkencan. Ibu jangan salah sangka."Zayn mengatakannya seraya mengacak rambutnya yang masih lembab. Naila menunduk menatap karpet berbulu yang berada di bawah meja sebelum kembali menatap ibu Zayn dan melempar senyum canggung. "Ini tidak seperti yang ibu pikirkan."bibir ibu Zayn tertarik membentuk senyum tipis. Naila masih memanggilnya seperti ketika ia masih menjadi kekasih Zayn dulu. Hal itu membuatnya cukup senang. "Memangnya apa yang ibu pikirkan." "Eoh."sahut Naila terkejut. Kedua matanya mengerjap bingung, ia tak tahu apa maksudnya. Ini membingungkan. "Jika salah paham. Memangnya kenapa kau bisa berada di Apartemen Zayn?." "Eoh. Itu... itu karena. Karena.."Naila tak mungkin mengatakan jika pacar barunya selingkuh dan dia di sini sedang memata matainya. Yang benar saja. Naila merutuki nasibnya yang begitu buruk.  Naila melirik Zayn dan sialnya laki-laki itu malah sibuk mengunyah makanan yang dibawa ibunya dan menikmati teh sendirian. Akhirnya Naila menendang kaki Zayn namun pria itu tak juga menoleh ke arahnya. Hingga membuat Naila kembali menyenggol kakinya, dan kali ini Zayn menatapnya seolah berkata. Kenapa. Naila menatapnya jengkel lalu melirik ibu Zayn yang sedang menatapnya lalu membuatnya buru-buru mengubah mimik wajahnya menjadi tersenyum. "Ah.. ibu berhentilah bertanya tentang hal itu. Kami memilih untuk tetap berteman. Tapi tidak untuk balikan jadi jangan berpikir yang tidak-tidak. Sebentar lagi Naila akan pulang. Ibu tak perlu khawatir. Tidak ada yang terjadi di antara kami berdua." "Ah benarkah." "Tentu saja."ucap Hyumo dan Zayn berbarengan, membuat ibu Zayn mengulum senyum menahan tawa. *** "Terlalu cantik. Aku benci. Kau seharusnya tidak mengenakan pakaian itu. Kau membuatku kesal setengah mati. Seharusnya kau pakai baju badut dan memiliki telinga seperti buah tomat." "Kenapa kau melihatku begitu. Apa! Kau pikir aku tertarik padamu. Pergi saja sana. Jangan tatap aku. Kau mau berkelahi. Aku membencimu. Kenapa kau selucu itu astagaaaaaa." Zayn hanya bisa menggelengkan kepalanya terheran melihat tingkah mantan kekasihnya itu. Masalahnya adalah, wanita itu kini sedang berceloteh tidak jelas memaki sebuah boneka teddy bear yang terpajang di kaca toko. Ia hanya menunggu dengan kedua tangan yang terlipat di depan d**a, sebelah tangannya memegang sebuah plastik besar belanjaan. Sebuah gaun yang wanita itu beli di sebuah toko yang berjarak beberapa blok dari sini. Ia menyandarkan bahunya pada salah satu pilar dan menatap wanita itu dari sana. "Aku tidak bisa. Zayn." Sebelah alis Zayn terangkat menatap wanita itu dengan tampang terheran. Wajahnya memelas, bibirnya mengerucut meminta simpati. Ekspresi yang selalu ia tunjukan, selalu sama dan tak jauh berbeda, setiap kali dia menginginkan sesuatu. "Aku tidak tega, dia menatapku seolah berkata. Bawalah aku."wajah Naila memberenggut menatap Zayn, berharap pria itu mau bebelikan apa yang kini tengah ia inginkan. "Semua barang yang kau lihat mengatakan hal yang sama. Bukankah mereka semua tahu apa kelemahanmu. Jangan dibeli, anggap saja kau tidak mendengar apa yang mereka katakan." "Kenapa kau sekejam itu Zayn. Lihat. Lihat betapa dia menginginkan nya untuk ikut denganku. Kau beruang. Kau akan jadi koleksiku yang ke 100." "Lebih tepatnya yang ke-165."ucap Zayn membenarkan. Dia tahu berapa banyak boneka yang wanita itu miliki. Tentu saja Zayn tahu, Naila mengatakannya tadi sepanjang perjalanan membeli pakaian dan Zayn tahu wanita itu maniak boneka beruang sejak mereka masih menjadi sepasang kekasih. Naila menyipitkan kedua matanya, melemparkan tatapan sengit ke arah Zayn yang kini juga sedang menatapnya namun tidak memberikan respon apapun. Naila membuang arah pandanganya sebal, ia berjalan meninggalkan Zayn yang menyusulnya. "Katanya sudah kaya tapi beli boneka saja tidak bisa. Dasar pelit. Seharusnyandia museumkan sajanuang itu agar tidak dipakai." "Dimana-mana membicarakan orang itu diam-diam bukannya menggerutu tepat di sebelahnya."gerutu Zayn yang dapat mendengar jelas apa yang sedang Naila katakan. Bagaimana tidak, wanita itu mengatalan jelas bahkan tanpa berbisik-bisik. "Aku tidak di sebelahmu. Aku di depanmu." "Sama saja."timpal Zayn tak mau kalah. "Jika aku membicarakanmu di belakang bagaimana kau mendengarnya dan tahu apa yang aku inginkan. Kenapa semua laki-laki tidak peka." "Kau sudah banyak merampokku hari ini. Gaun, ponsel baru. Kau pikir aku ini atm mu." Spontan Zayn menghentikan langkahnya ketika Naila tiba-tiba berhenti. Tubuhnya berbalik dan menatap Zayn dengan kedua mata menyipit. "Apa..apa.. Kenapa, aku benarkan!." "Kau tahu aku sekarang pengangguran. Kau benar-benar pelit." "Pelit. Aku sudah membelikanmu barangnya dan lau masih mengatakan aku pelit. Dasar wanitabtidak punya perasaan." "Apa! Aku kan sudah bilang terima kasih dan memujimu baik tadi." "Kau pikir kata pujian dan ucapan terima kasih bisa mengembalikan uang 2 juta won milikku." "Ya ampun kau benar perhitungan. Masukan itu ke dalam tagihanku. Aku akan mengembalikannya nanti."Naila menarik kantung plastik belanjaannya dari tangan Zayn lalu pergi meninggalkan pria itu sendirian. Zayn tak percaya mulutnya hampir saja ternganga saking terherannya. Bagaimana bisa dia menyukai wanita itu dulu dan berpacaran begitu lama. "Orang lain akan mengatakan ambil saja barang itu, dan jual saja. Aku tidak mau tapi dia tetap marah dan mengambil semua barang-barang itu."gerutu Zayn keheranan. Zayn menatap ounggung Naila yang semakin menjauh darinya, Zayn bergegas menghampiri Naila ketika hamoir mendekati wanita itu lagi-lagi Naila menghentikan langkahnya. "Ada apa!." "Aku tidak percaya dengan apa yang ku lihat." Spontan Zayn mencari-cari sosok Brian. Tentu saja Brian siapa lagi pria yang bisa membuat Naila sampai seperti ini. Zayn mengedarkan pandangannya namun tak juga menemukan Brian. Hal itu membuatnya penasaran. "AAKKHHHHH KIM SEON HO OPPAAAA. titip ini."Naila menitipkan semua plastik belanjaannya pada Zayn sebelum berlari mengejar laki-laki yang tengah berada di sebuah acara, ia berdiri di atas oenggung yang berada di tengah-tengah Mall. Sebuah Event promosi Gell rambut dengan ia yang menjadi brand ambasador nya. Naila tak percaya bisa beremu dengannya di sini. Setelah mengatakannya pria pelit sekarang malah menitipkan semua barang-barang belanjaannya seperti ini. Zayn merasa Naila sudah kehilangan akal. "YAK NAILA JIKA KAU TIDAK KEMBALI AKU AKAN MEMBUANG SEMUA BARANG-BARANG INI."teriak Zayn yang berhasil membuat Naila menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Zayn dengan tatapan sengit. "Jika kau melakukannya aku akan membunuhmu. Diam di situ. Aku akan kembali dengan tanda tangannya."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN