Arman duduk diam, mencoba mencerna tiap kata yang terlontar dari mulut Kayla. Masih belum bisa mempercayai semua fakta yang baru ia ketahui.
"Apa Shania sudah membohongi aku selama ini?" ujarnya pada diri sendiri
Mencoba memutar ulang memori yang lalu, Arman baru merasa ada yang tidak beres. Benar, semenjak dia bertemu tanpa sengaja dengan Shania dan menjalin hubungan dengan wanita itu, hidup Arman dan keluarga mulai membaik.
Dia mendapat pekerjaan, dua adiknya mendapat beasiswa, padahal jika di pikir-pikir mustahil untuk sekelas Ariska dan Arista yang otaknya pas-pasan bisa mendapatkan beasiswa.
Arman tahu selama ini Shania banyak membantu keluarganya, sering memberinya uang meski tidak terlalu banyak, katanya untuk biaya tambahan keluarga di rumah. Tapi, Arman masih belum bisa mempercayai jika Shania terlibat dalam karir dan juga masa depan adik-adiknya. Tidak, itu sangat tidak masuk akal.
"Barangkali itu hanya akal-akalan gadis binal itu saja agar aku merasa menyesal telah melepaskan Shania"
Arman berdiri, dia ingin menemui Rivanka dan mengenyahkan pikirannya tentang Shania. Lama-lama memikirkan Shania membuat kepalanya terasa ingin meledak.
"Dia pikir aku akan percaya begitu saja?, tidak mungkin wanita seperti Shania itu istimewa, dia hanya gadis biasa dan pasti ada yang mendukungnya dari belakang" sepanjang perjalanan Arman tak henti-hentinya berbicara sendiri
"Aku harus mencari tahu, pasti Shania ada seseorang di belakang Shania dan mengatakan jika iya pemilik Happy Farm"
*
Sama halnya dengan Arman, Ziko juga sedang pusing, ruang kepalanya hanya terisi tentang Shania. Bahkan pikiran Ziko mulai ke mana-mana dan ia benci akan hal ini.
"Sial, kenapa Shania terus datang ke dalam pikiranku" Ziko memukul-mukul pelan kepalanya.
"Kamu kenapa?"
Ziko mengangkat kepala dan melihat papanya berjalan ke arahnya.
"Kepalamu sakit?, kalo sakit istirahat dulu" ujar Emran
"Tidak pah" jawab Ziko malas
"Lalu.." Emran menaikkan sebelah alisnya
"Tidak ada apa-apa" sungguh Ziko semakin kesal dengan hadirnya sang papa, "Ada apa papa kemari?"
"Papa sebenarnya pengen meminta tolong untuk menjemput abangmu di bandara, sopir yang menjemputnya sedang di bengkel"
"Dia kan bisa naik taksi" jawab Ziko malas
"Kau kan tahu abangmu seperti apa"
"Suruh saja salah satu sopir perusahaan untuk menjemputnya"
Emran mengangguk, menyetujui usulan putranya, "Benar juga, papa akan segera meminta sopir lagi ke bandara"
"Lagian kenapa dia cepat sekali pulang?, bukannya urusan kerjasama di Jepang belum selesai?"
"Sudah selesai, Riko awalnya memang berniat untuk liburan sejenak, tapi entahlah, dia tiba-tiba ingin segera pulang. Mungkin setelah papa menunjukkan foto Shania kepadanya"
Mata Ziko seketika melotot, jujur hatinya panas mendengar ucapan ayahnya.
"Apa maksud papa?" tanya Ziko, matanya menyipit menatap Emran
"Ya mungkin abangmu itu tertarik dengan Shania" jawab Emran santai
"Sebenarnya apa yang papa rencanakan?" tuding Ziko
"Tidak merencanakan apa-apa, kau ini kenapa?" Ledek Emran
"Tidak apa-apa" Ziko menyandarkan punggung di kursi, "Kalo gitu aku pamit dulu pah, mau beli kopi di kafe depan" ujarnya sambil pergi meninggalkan Emran.
*
Ziko benar-benar benci dengan pikiran dan perasaannya saat ini, bagaimana dia tidak bisa melemaskan bayangan Shania. Padahal baru pertama kali bertemu, tapi mengapa Ziko merasa terjerat dengan pesona wanita itu.
Sesampainya di kafe yang terletak di seberang perusahaan, Ziko langsung memesan minuman. Secangkir Americano coffee mungkin bisa menenangkan pikirannya, setidaknya itu yang diharapkan oleh pria berusia 25 tahun ini.
Aroma kafein yang menyeruak menusuk hidung sedetik kemudian mampu menenangkan pikiran. Ditiup terlebih dahulu sebelum diminum. Namun sejurus kemudian Ziko tersedak tatkala netranya tak sengaja melihat seseorang yang duduk tak jauh darinya. Untuk saja kopi yang diminum cepat menuju lambung, jika tidak mungkin akan dikeluarkan kembali dari mulutnya.
"Sial, ada apa dengan hari ini" gerutu Ziko, merasa kesal karena ia harus bertemu kembali dengan Shania. Wanita yang sedari tadi mengganggu pikirannya.
Sedangkan di tempat Shania berada, wanita itu sedang melamun, masih syok dengan apa yang baru saja diperbuat oleh Arman terhadapnya. Sungguh Shania belum pernah melihat tatapan Arman seperti tadi, tatapan melecehkan.
"Permisi, boleh saya duduk di sini?" suara yang terdengar berat menyapa gendang telinga Shania.
"Ah.., em-, boleh silahkan pak" jawab Shania agak terpaksa, jelas ia merasa tak nyaman karena tiba-tiba seseorang ingin duduk di sampingnya. Apalagi pria tua yang secara terang-terangan berbicara dengan nada sensual.
"Terima kasih, perkenalkan saya Johan" pria dengan perut buncit itu mengulurkan tangan setelah duduk di samping Shania
"Em..-, saya Shania" dengan terpaksa Shania menyambut jabatan tangan tersebut
"Wah nama yang indah, cocok dengan orangnya yang cantik" ujar Johan dengan kerlingan genitnya
"Terima kasih" balas Shania kikuk, jelas Johan terang-terangan menggodanya
"Sendiri saja?"
"Iya pak" ucap Shania, dan Shania menyesal membiarkan Kayla pulang terlebih dahulu
"Kalau begitu pas sekali, saya juga sedang sendirian" Johan mulai tak terkendali, tangannya sangat tidak sopan saat mengelus paha Shania.
"Maaf pak, Anda tidak sopan" jelas Shania merasa terkejut dan tidak terima, dengan cepat ia mundur menjauh dari laki-laki hidung belang di depannya.
"Oh ayolah, bukankah gadis muda sepertimu selalu mencari sugar daddy" ucap Johan dengan wajah m***m yang menjijikkan, "Kamu mau apa?, uang bulanan untuk kuliah?, atau unit apartemen?, saya bisa kasih"
"Jaga ucapan bapak ya" kali ini Shania tidak tinggal diam, dia langsung membentak dan menunjuk Johan tepat di depan wajahnya
Semua mata tertuju kepada keduanya, tak terkecuali sepasang mata yang sedari tadi sudah memancarkan kilatan tajam yang siap menusuk siapa saja. Dengan langkah lebar, Ziko berjalan mendekati Shania dan langsung memeluk pinggang wanita itu.
"Ada apa sayang?" ujar Ziko sambil mengecup pipi kanan Shania, dia bahkan tidak merasa canggung sama sekali saat melakukannya.
"Pak…, pak Ziko" Johan terkejut melihat Ziko yang tiba-tiba saja muncul, terlebih memeluk dan mencium Shania dengan mesra
"Ada apa sayang?" Tanya Ziko kembali, menatap Shania dengan tatapan yang lembut.
Ditatap seperti itu membuat Shania tiba-tiba salah tingkah, ditambah ia juga terkejut dengan kehadiran Ziko yang tidak terduga.
"Apa dia berbuat yang tidak-tidak kepadamu?" Mata tajam itu kemudian menatap lurus tepat di wajah Johan yang sudah pias.
Ziko ingin sekali mengajar Johan habis-habisan, apalagi mengingat laki-laki tua bangka itu sudah sangat tidak sopan menyentuh tubuh Shania. Entah mengapa Ziko sangat tidak terima.
"Pak…" Shania tersentak saat tubuhnya dibawa keluar kafe, Ziko tidak melepas rangkulannya, dia membawa Shania ke parkiran yang lumayan sepi.
Di Balik mobil Ziko mendorong tubuh Shania hingga bersandar pada sisi mobil dan dia langsung menghadiahi Shania serangan yang tak terduga. Bibir mungil yang sedari tadi mengganggu pikirannya akhirnya bisa dicicipi oleh Ziko dengan bebas.
"Emh…" Shania berusaha lepas dari serangan yang membuat jantungnya berdetak lebih kencang, jujur dia sangat takut melihat Ziko seperti ini.
Namun Ziko seakan tak peduli, dia menggigit bibir Shania dan memaksa untuk masuk ke dalamnya. Saat berhasil masuk, tanpa membuang waktu Ziko mengabsen seluruh titik di dalamnya tanpa terkecuali, temperatur tubuhnya makin meningkat sejalan dengan gairah yang timbul, sesuatu di bawah sana sudah mendesak, Ziko tidak peduli, dia bahkan sengaja menyentuhkan miliknya ke paha Shania, agar wanita itu tahu perasaannya sekarang.
"Pak stop" Shania akhirnya bisa bebas, sambil terengah-engah menarik oksigen masuk ke dalam paru-paru.
Tak lama kemudian Ziko merasa pipinya terasa perih, Shania ternyata menamparnya dengan sangat keras.
"Apa maksud bapak melakukan ini semua hah?, bapak pikir saya wanita seperti apa?" Shania tidak bisa menahan tangis di depan Ziko, dia luruh ke bawah, lelah karena hari ini mendapat perlakuan yang tidak baik dari 3 pria.
Akal sehat nya baru kembali, melihat Shania yang menangis membuat Ziko merasa amat bersalah. Dia juga bingung dengan dirinya sendiri, mengapa dia bisa semarah itu melihat Johan dengan tidak sopan menjamah tubuh Shania. Bukankah dia tidak ada hak untuk marah dan berbuat seenaknya.
"Maafkan saya nona Shania" ujar Ziko, dia berjongkok, mensejajarkan diri dengan Shania.
"Pergi..!, Saya muak melihat wajah Anda" teriak Shania, dia merasa jijik dengan sikap Ziko.
Tanpa berbicara lagi, Ziko mengikuti permintaan Shania dan pergi dengan rasa bersalah, meninggalkan Shania yang masih terduduk di sana.
Sepanjang perjalanan menuju perusahaan, Ziko terus memaki dirinya sendiri. Bagaimana dia bisa menjadi pria b******k yang seenaknya memperlakukan Shania seperti itu. Dia yakin Shania akan membencinya.
"Kamu kenapa?" saat Ziko berada di lobi perusahaan, dia bertemu dengan Riko yang juga baru sampai.
"Tidak kenapa-kenapa" jawab Ziko sambil berlalu meninggalkan Riko
"Hei adik kurang ajar tunggu"
Riko mengejar Ziko dan mereka masuk ke dalam lift bersamaan.
"Mengapa mukamu kusut seperti itu?"
"Apa itu penting untukmu bang?" Ziko kembali bertanya
Alis Riko mengerut mendengar jawaban sinis dari adiknya, "Kamu ada masalah apa?, berantem dengan pacarmu?"
"Tidak.."
"Lalu?"
Ziko tidak menanggapi pertanyaan Riko dan langsung keluar dari lift. Sungguh perasaannya semakin kacau sekarang.
"Hei tunggu kau bocah tengik" teriak Riko ikut keluar, masih mengejar adiknya.
"Apa sih?, kenapa kau selalu menggangguku"
"Siapa yang mengganggumu, aku hanya bertanya"
"Terserah kau saja"
"Fix kau sedang ada masalah dengan pacarmu, hei dengar Zik, jangan terlalu lembek dengan wanita. Kalo dia menyusahkan tinggalkan saja, liat aku"
"Heh.., apa bagusnya kau" sindir Ziko
"Jelas, itu sebabnya aku tidak mau berkomitmen dengan wanita, mereka hanya menyusahkan dan suka membuat pusing"
"Terserah apa katamu saja, sana pergi jangan ganggu aku" Ziko segera menutup pintu dan menguncinya dari dalam.
"Huh dasar kau adik kurang ajar, mending aku mencari wanita cantik untuk melepaskan penat" gumam Riko.
Sedangkan Shania langsung pergi setelah kejadian yang menimpanya. Jujur sepertinya dia harus mendengarkan setiap nasihat dari Kayla ke depannya.