Suara tembakan terdengar nyaring di dalam ruangan itu. Aeden Marshwan –pria yang tengah memegang senjata api – terus menembak ke sasarannya yang bergerak ke sana kemari.
Manik-manik bernuansa hijau tua – layaknya batu zamrud – terus fokus pada sasaran tembaknya. Hingga ia berhenti ketika ia ingat ada anak buahnya yang telah menunggunya selama 30 menit. Ia meletakan pistol pada tempatnya. melepaskan penutup telinganya. Melepaskan kaca matanya dan membalik tubuhnya menatap ke orang kepercayaannya.
"Mr. Jayden mengkhianati kita."
Mendengar kata-kata itu wajah Aeden mengeras. Ia benci sekali dengan pengkhianatan.
"Bawa dia padaku." Suara Aeden terdengar tenang. Ia melangkah keluar dari ruang latihannya.
Aeden masuk ke ruang kerjanya. Duduk di atas singgasananya lalu menutup matanya. Ia mencoba mengatur ketenangannya yang kini sudah mulai terusik.
Ada alasan Aeden membenci pengkhianatan. Itu karena kematian orangtuanya yang disebabkan oleh pengkhianata dari orang kepercayaan ayahnya. Aeden kehilangan kebahagiaannya karena kematian orangtuanya. Tapi, jangan pikir jika Aeden tidak menuntut balas. Karena orang yang telah merenggut nyawa kedua orangnya telah ia bunuh dengan kedua tangannya sendiri. Aset-aset berharga keluarganya yang sempat jatuh ke tangan orang itu sudah kembali ke tangannya. Aeden tak akan membiarkan apa yang seharusnya menjadi miliknya direnggut oleh orang lain.
Ketika Oriel terkenal dengan julukan 'es' maka dia terkenal dengan julukan 'api' julukan itu didapat bukan karena sikapnya yang gampang emosi tapi karena Aeden akan menghabisi semua orang seperti api yang membakar habis sebuah hutan. Ketika Aeden membunuh maka dia tidak akan membunuh satu orang. Ia bisa meledakan satu gedung hanya untuk membunuh satu orang.
Aeden adalah yang paling tak berperasaan dari ketiga temannya. Kehilangan yang dia rasakan tak membuatnya berpikir jika orang lain akan merasakan sakit seperti yang dia rasakan. Aeden mana pernah memikirkan perasaan orang lain. Ia hidup bukan untuk memikirkan perasaan orang lain. Ia hadir bukan untuk mengasihani hidup orang lain dan membiarkan orang lain menginjaknya.
Wajah tampannya yang terlihat seperti jelmaan dewa hanyalah kamuflase dari iblis yang terperangkap di jiwanya. Hanya dengan satu kata yang keluar dari mulutnya, ia bisa mengakhiri puluhan bahkan ratusan nyawa. Jeritan pilu dan permohonan dari nyawa yang akan tercabut dari raganya adalah hal yang paling menyenangkan dari setiap episode hidup seorang Aeden. Belas kasihan bagi Aeden hanyalah kata nista yang tak akan dipakai oleh Aeden. Mengharap belas kasihan dari Aeden sama seperti mengharap bintang jatuh.
Matanya terbuka. Manik-manik hijau tuanya terlihat datar. Sembari menunggu, Aeden mengeluarkan ponselnya dan memainkan game kesukaannya.
Kurang dari 30 menit, ruang kerjanya terbuka. Dua pria bertubuh tegap datang menyeret seorang pria dengan setelan yang terlihat kusut.
Aeden masih tidak berhenti bermain. Anak buahnya pun tak berani mengusik kesenangannya. Hingga pada akhirnya ia mendapatkan kemenangan dari permainannya dan barulah ia mendekat ke pria yang kini sudah dibuat berlutut oleh anak buah Aeden.
"Jayden, senang melihatmu disini." Aeden menebarkan senyuman yang jarang terlihat.
Pria yang bernama Jayden tahu jika senyuman itu bisa membuatnya kehilangan nyawa.
"Tuan Aeden, aku mohon maafkan aku." Jayden meminta maaf. Pria yang jauh lebih tua dari Aeden itu memelas meminta belas kasihan.
"Maaf?" Aeden mengucapkan kata yang tak ia lupakan artinya apa. "Setelah mengkhianatiku kau mengucapkan kata maaf?" Bugh! Aeden menendang keras d**a Jayden.
"A-ampuni aku." Jayden cepat bangkit dan memeluk kaki Aeden. "Aku telah melakukan kesalahan. Aku harusnya tidak pernah meminta perlindungan dari Greyfild." Jayden dengan cepat menyadari kesalahannya.
"Aku pikir kau akan lupa ingatan dengan mengatakan kau tidak melakukan pengkhianatan. Tapi lidahmu cukup berani mengatakan kau berkhianat."
"Aku tidak akan melakukannya lagi, Tuan. Aku mohon berikan aku kesempatan untuk hidup." Aeden menggerakan kakinya keras hingga pengangan Jayden pada kaki Aeden terlepas. Aeden berjongkok, ia mencekik leher Jayden dengan kuat hingga membuat tulang-tulang leher Jayden terasa ingin patah.
"Apakah mungkin pria sepertimu bisa mendapatkan kesempatan kedua?" Aeden menatap Jayden tajam, kemudian ia tersenyum sinis, "Aku tidak tertarik memberimu kesempatan kedua." Aeden menghempaskan tangannya keras hingga tubuh Jayden ikut bergerak ke arah hempasannya.
"Kalian! Bunuh dia!" Aeden memberikan perintah untuk membunuh.
"T-tunggu dulu!" Jayden bersuara terbata lagi. "Aku akan memberikan putriku padamu jika kau mengampuniku. Aku mohon, aku tidak akan melakukan pengkhianatan lagi."
Aeden menimang-nimang kata-kata Jayden. Jika ia tak salah putri Jayden adalah Lovita Keandirsya, pianis cantik yang pernah ia lihat di sebuah konser musik. Lovita memiliki paras yang cantik, seperti seorang dewi di mitologi Yunani kuno.
"Jadi, kau menumbalkan putrimu untuk menyelamatkan nyawamu?" Aeden tahu jika Jayden bukanlah orang yang baik tapi dia tidak tahu jika pria ini akan mengorbankan anaknya untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Bagaimana mungkin ada ayah seegois ini.
"Putriku tidak akan mengecewakanmu. Dia cantik, aku yakin dia bisa menghapuskan kesalahan yang aku buat." Jayden tidak punya cara lain. Dia harus menyelamatkan dirinya.
Aeden tersenyum miring, "Baiklah. Aku akan mengampunimu kali ini. Perintahkan dia untuk datang ke hotelku malam ini. Ah, kau harus ingat. Hidupnya sudah bukan milikmu lagi tapi sudah jadi milikku. Jika aku bosan pada putrimu aku akan melemparnya ke jalanan. Kau, paham?"
"Aku paham, Tuan. Putriku adalah milik anda."
"Keluarlah dari sini. Aku bisa berubah pikiran dengan cepat jika aku masih melihat wajah sialanmu."
Dengan cepat Jayden bangkit. Ia mengucapkan terimakasih dan memberikan hormat lalu setelahnya ia pergi meninggalkan ruangan itu.
Aeden kembali ke tempat duduknya. Ia merangkum jemarinya, meletakan dua siku tangannya di atas meja. Ia meletakan dagunya pada jemari yang sudah ia rangkum. Ia akan mendapatkan mainan baru, dan mungkin mainan kali ini akan membuatnya senang.
Lovita Keandirsya, pria berkelas mana yang tak mengenal pianis cantik yang akan meneruskan LK Group. Aeden sejujurnya bisa mendapatkan Lovita tanpa dia harus mengampuni Jayden, tapi untuk kali ini saja dia ingin berbaik hati. Toh, dia masih memiliki kesempatan untuk membunuh Jayden. Ketika dia muak dengan pria itu, tanpa alasan dia bisa menghabisinya.
Tapi ada yang harus Aeden lakukan terlebih dahulu sebelum ia mendapatkan mainan barunya. Ia harus memutuskan hubungan dengan mainannya yang lama.
Aeden bangkit dari tempat duduknya. Ia melangkah menuju ke pintu ruangannya. Terus melangkah hingga dia sampai di depan sebuah ruangan. Ia memegang handle pintu lalu masuk ke dalam sana.
Seorang wanita tengah asik menikmati wine-nya. Ia tersenyum pada Aeden yang sudah mendekat padanya.
"Kau harus meninggalkan tempat ini sebelum jam 5 sore, Angel!" Seruan Aeden membuat wanita itu mengerutkan keningnya.
"Apakah waktu berjalan lebih cepat?"
"Tidak. Aku sudah mendapatkan mainan baru."
"Ah, begitu." Wanita itu bersuara tenang. "Baiklah. Aku akan keluar sebelum jam 5."
"Aku akan mengirimkan uang ke rekeningmu seperti perjanjian awal kita."
Angel tersenyum, "Aku baru bekerja 3 bulan tapi kau memang harus membayarku penuh karena kau yang memutuskan kontrak kita."
Aeden tidak bisa memungkiri jika dia suka bersama dengan Angel. Bukan hanya karena Angel memiliki tubuh yang indah dan bisa memuaskannya, Angel adalah submissive yang sangat penurut. Ia tak pernah menuntut apapun dari Aeden. Tidak seperti wanita-wanitanya yang suka menuntut. Tapi, Aeden setidaknya lebih manusiawi dari Oriel. Dia tidak pernah membunuh wanita yang ia pakai dengan tangannya sendiri. Ia akan memerintahkan anak buahnya untuk melakukan itu. Mau bagaimanapun wanita-wanita itu pernah menghangatkan ranjangnya.
Aeden bukan pria yang suka menggonta-ganti wanita seperti Oriel dan Zavier. Tapi dia juga tidak seperti Ezell yang jarang menghabiskan malamnya dengan wanita-wanita. Setiap malam Aeden akan bersama wanita tapi wanita itu adalah partner yang sudah menandatangani surat kontrak untuk hidup bersamanya. Ia tidak mau terikat lebih dari 6 bulan bersama seorang wanita. Dan wanita yang bersamanya harus dipastikan sehat dan juga sesuai dengan seleranya. Selama ini wanita yang menemani Aeden tidak pernah hadir dari kalangan p*****r. Aeden bisa memakai wanita dengan pekerjaaan apapun kecuali p*****r. Ia tidak terlalu suka rasa wanita yang telah menjajakan dirinya pada banyak p****************g.