Bab 5. Menunggu Di Kamar

1368 Kata
“Bang, kamu mau nemuin cewek itu?” tanya Saskia yang langsung membuang selimut usai sang Oma pergi. “Iya,” jawab Sehan. “Jahat banget kamu, Bang.” Saskia langsung marah ketika mendengar jawaban Sehan. Belum sempat ia menjelaskan rencananya, gadis itu sudah berlalu dengan geram. Ya, ia berniat menemuinya demi bisa mengatakan bahwa ia tidak mau menikah dengannya. Bukan seperti yang Saskia pikirkan. Namun, Sehan berniat menjelaskannya nanti ketika ia sudah menemui gadis bernama Sinta tersebut. Ya, ia berharap gadis itu mau mengerti alasannya dan membatalkan perjodohan ini. Sementara itu, Saskia yang ingin meminta bantuan kepada sang mama harus menahan langkahnya karena mendengar percakapan kedua orang tuanya. Ini tentang Sehan dan gadis itu langsung menutup mulutnya saat sang papa mengatakan sesuatu tentang sang kakak. “Aku enggak mau Sehan tau soal siapa dirinya sebenarnya, Ma. Sehan itu anak kita dan akan tetap menjadi anak kita selamanya,” ucap Pram. “Iya, Pa. Aku tau. Tapi, kita juga enggak punya hak melarang Sela menemuinya. Sela dan Steve adalah orang tua kandung Sehan. Walaupun aku tahu bagaimana semuanya itu terjadi,” kata Sierra. “Pokoknya, aku enggak mau Sehan tau soal ini. Kita harus menutup rapat-rapat semuanya,” ucap Pram. “Iya, Pa.” Saskia masih mematung. Pembicaraan kedua orang tuanya membuat gadis itu tidak bisa berkata-kata lagi. Memang ada beberapa orang yang sempat mengatakan bahwa Sehan paling berbeda darinya dan Sean. Namun, ia tidak menyangka jika kebenarannya seperti ini. Jadi, ia dan Sehan sama sekali tidak punya hubungan darah? Lantas, apakah ia harus senang atau sedih sekarang? Nyatanya, Saskia sama sekali tidak bisa menyembunyikan perasaannya lagi. Sang kakak adalah pria terbaik yang ia kenal. Jadi, apa sekarang mereka bisa saling memiliki? Saskia kemudian kembali ke kamarnya. Ia masih gamang dengan fakta antara ia dan Sehan. Satu sisi ia merasa senang. Ya, ia telah menyadari perasaannya sejak malam itu. Sejak ia menganggap Sehan bukan hanya sekadar kakak yang melindungi, tetapi juga pria yang sangat bertanggung jawab. Namun, sisi yang lain merasa sedih. Mereka telah bersama sejak lama, lantas bagaimana jika Sehan tahu jika ia bukanlah bagian dari keluarga Atmaja? Pasti ia sangat sedih. “Mbak Kia, yang di luar sana beneran calon kakak ipar kita? Cantik banget, Mbak. Cocok sama Bang Sehan,” kata Sean yang tiba-tiba masuk ke kamar Saskia. Mendengar ucapan sang adik, hati Saskia menjadi nyeri. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Sepertinya Sehan juga senang dijodohkan oleh gadis itu. Buktinya, ia mau menemuinya malam ini. “Mbak Kia enggak mau lihat orangnya?” tanya Sean lagi. Saskia hanya mengangguk, lalu merebah dan menarik selimut untuk menutup seluruh tubuhnya. “Enggak. Aku mau tidur aja, Sean,” jawab Saskia. Sean menggaruk rambutnya dengan kasar. Entah apa yang terjadi. Biasanya, jika menyangkut Sehan, Saskia akan sangat antusias. Lantas, kenapa kali ini reaksi Saskia berbeda? “Oh, ya, udah kalau gitu.” Sean pun berlalu. Sementara itu, Sehan yang sudah selesai berganti baju tutun ke ruang tamu seperti apa yang diminta sang Oma. Pram dan Sierra juga ada di sana. Pria itu lantas mengulurkan tangan ketika Ani mengenalkan Sinta pada sang cucu. “Han, Sinta ini pinter banget, loh. Dia udah punya usaha skincare yang maju pesat. Dia mandiri, cantik lagi,” kata Ani yang terus memuji gadis berambut cokelat di hadapannya. Sehan hanya mengangguk, ia tampak acuh karena memang tidak tertarik sama sekali dengan wanita yang disodorkan sang nenek. Sinta sama sekali tidak bisa membuat Sehan bergetar. Bagaimanapun cantiknya. “Oma jangan berlebihan. Itu usaha keluarga. Bukan Sinta yang majuin,” jelas gadis itu. “Iya, tetap aja hebat.” Sehan hanya menunduk dan menatap marmer tanpa berniat melempar tanya. Saat itu, Sintalah yang kemudian membuka percakapan. “Kalau Mas Sehan, gimana Oma?” tanyanya. “Dia masih di bawah Papanya saat ini. 2 tahun terakhir ini dia yang pegang perusahaan dan kamu bisa lihat sendiri, semuanya berjalan dengan lancar,” kata Oma. “Wah, itu pencapaian terbaik. Selamat, ya, Mas,” kata Sinta kemudian. Gadis itu sudah mencari tahu sedetail-detailnya mengenai anak sulung keluarga Atmaja ini. Ya, Sehan memang dikenal sangat cuek dan dingin. Dan itu membuat Sinta makin ingin memilikinya. Terlebih jika ia yang menjadi pewaris utama. Sepertinya Sinta tidak perlu lagi kerja keras membangun usahanya ahar tetap bisa bersaing dengan yang lain. Toh, calon suaminya adalah orang yang sangat kaya. Sementara Sehan sama seperti tadi. Ia hanya mengangguk lemah tanpa berniat menimpali. Tak lama, Ani, Pram, dan Sierra meninggalkan keduanya. Ia mau Sehan dan Sinta bicara empat mata mengenai perjodohan mereka. Tentu saja, mereka harus saling mengenal. Siapa tahu, Sehan akan lebih terbuka jika hanya berdua saja dengan Sinta. Gadis itu langsung berpindah tempat duduk di sebelah Sehan ketika ketiga tetua berlalu. Gadis itu dengan sigap melempar tanya pada pria yang sepertinya sama sekali tidak berniat menyapa. “Aku seneng banget pas Oma Ani bilang kita akan dijodohkan, Mas. Sejujurnya, aku udah lama mengagumimu, Mas. Cuma aku enggak berani bilang. Aah … ternyata doaku dikabulkan sama Tuhan. Aku bisa berjodoh sama kamu,” kata Sinta. Sehan menoleh, ia paling benci wanita yang berlebihan seperti ini. Gadis di depannya sama sekali tidak menarik. Jadi, ia tak mau basa-basi lagi. “Kita tolak aja perjodohan ini. Aku enggak bisa nikah sama kamu,” kata Sehan. Sinta sangat terkejut mendengar ucapan Sehan. Ia tak tahu, spek seperti apa yang dimau pria itu. Bukankah ia sudah sangat cantik hari ini? Ia juga kelihatan seksi dengan dress ketat sebatas lutut berwarna hitam. Bukankah style seperti ini yang disukai para pria? “Kenapa, Mas? Apa aku kurang cantik di matamu?” tanya Sinta meminta penjelasan. “Ini bukan masalah rupa. Aku hanya tidak mau menikah saja.” “Apa kamu punya pacar?” tanya Sinta lagi. “Itu bukan urusan kamu. Sudahlah, bilang ke Oma, kalau kita enggak bisa nikah. Bilang aja kita enggak cocok. Oke.” Sehan berlalu setelah itu. Tentu saja, hal itu membuat Sinta kesal. Gadis itu menggeleng seraya menatap punggung Sehan yang menjauh dari ruang tamu. Matanya nyalang memindai pria yang baru saja menolaknya mentah-mentah seraya mengucap serapah. “Lihat saja. Kamu pasti akan tetap jadi milikku Sehan Atmaja,” katanya. Sementara itu, Sehan bergegas pergi ke kamar sang adik untuk menjelaskan apa maksudnya tadi menemui Sinta. Tanpa permisi, ia langsung masuk ke kamar Saskia dan menguncinya dari dalam. Saskia yang saat itu masih ada di dalam selimut terkesiap. Ia hendak membuka selimut, tapi tahu yang datang adalah Sehan. Hanya dari aroma tubuhnya saja. “Kia. Dengarkan aku dulu,” katanya. “Enggak mau dengar, Bang. Pasti Bang Sehan mau bilang kapan Abang akan nikahin dia, kan?” ucap Saskia. “Abang bilang ke Sinta untuk membatalkan perjodohan ini. Abang enggak akan nikah sama dia,” kata Sehan. Saat itu, Saskia mulai melunak. Apakah ini benar? Atau Sehan hanya menghiburnya saja? “Bohong!” Sehan membuang napasnya dengan kasar. Ia tanpa permisi ikut merebah dan menemukan sang adik yang matanya sudah sembab karena menangis sejak tadi. “Udah nangisnya. Abang enggak bohong. Abang enggak mau nikah sama dia,” kata Sehan ketika sudah merebah di hadapannya Saskia. Keduanya saling tatap. Pikiran mereka sama-sama terpancang pada kenyataan bahwa keduanya bukanlah saudara kandung. Jadi, bolehkah mereka bersatu? Tangan Sehan kemudian terulur demi mengusap pipi Saskia yang masih basah. Wajahnya mendekat hingga napasnya menyapa wajah sang adik yang hanya bisa terdiam. “Abang sayang sama kamu,” bisik Sehan kemudian. Saskia sontak teringat pembicaraan mama dan papanya. Jadi, apakah ia bertanya saja? “Bang, seandainya kita bukan saudara, apa yang akan Bang Sehan lakukan?” tanya Saskia sembari menatap wajah Sehan lelah. Gadis itu menunggu dengan berdebar-debar, sedangkan Sehan mencoba menenangkan dirinya. Mereka memang bukan saudara sedarah, jadi apakah Sehan harus mengungkapkannya? Namun, tidak ada kata yang bisa Sehan ucapkan. Pria itu membuka selimut dan hendak berlalu ketika kemudian Saskia menahan lengannya. Gadis itu tanpa permisi mendaratkan ciuman di pipi Sehan yang langsung membuat pria itu tergemap. “Kia.” “Kia juga sayang sama Abang,” kata Saskia yang kemudian mendaratkan ciuman di bibir Sehan. Keduanya lantas larut dalam geletar hasrat yang muncul karena sama-sama mengetahui sebuah fakta. Ya, mereka bukan saudara. Jadi, bolehkan seperti ini. Keduanya makin menggila ketika kemudian ketukan di pintu membuat mereka terkejut. “Kia, apa Sehan di sana? Buka pintunya cepat!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN