Darren mempersilakan Alexa untuk berjalan lebih dulu menuju kelas karena barang bawaan gadis itu terlihat kerepotan dengan semua buku-buku itu, dia membukakan pintu dan membiarkan Alexa masuk melewatinya. Udara sejuk AC berhembus dari dalam dan menyibak rambut Alexa yang tergerai setengahnya.
Darren tertegun, ada aroma lembut dan alami yang menyapa hidungnya begitu saja. Mengingatkannya pada gadis semalam.
“Alexa …,“ bisiknya.
“Permisi, Pak!” ucap Alexa, melewati Darren yang berdiri menahan pintu untuknya.
“Eh, y-ya!” sahut Darren sedikit terperanjat.
“Zahwa!” Putri dan Ayu yang ternyata sudah ada di dalam kelas, melambai pada Alexa dari kursi mereka. Tampak sudah ada mahasiswa lain yang sudah siap mengikuti kuliah pagi dari Darren tersebut, beberapa diantaranya terlihat masih terkantuk-kantuk menguap lebar.
“Ya!” sahut Alexa seraya bergegas masuk, kedua sahabatnya itu segera membantu menurunkan buku-buku dari tangan Alexa.
Darren masih termangu di ambang pintu, sejenak terpukau melihat senyum Alexa. Gadis berkacamata tebal itu tertawa riang ketika Putri dan Ayu menggodanya sambil mengerling ke arah Darren, karena mereka datang bersamaan dan Darren membantunya membukakan pintu.
“Jangan ngaco, plis! Dia cuma bantu begitu saja, wajar ‘kan!” ujar Alexa meringis, dia melirik ke arah Darren yang berjalan masuk menuju mejanya di depan kelas.
“Iya, tapi ‘kan jarang-jarang yang beruntung kayak gitu, kebanyakan sudah kecentilan tapi nggak dilirik sama sekali!” bisik Ayu sambil membuka tas dan mengeluarkan bukunya.
“Berarti tipenya yang nggak pencicilan kayak kamu!” bisik Putri menimpali sambil menjulurkan lidah ke arah Ayu mengejeknya.
Ketiga sekawan itu terkikik pelan dibalik buku.
“Kalian!” tegur Darren dari depan, dia menatap tajam pada ketiga gadis yang malah asik mengobrol itu.
Sontak saja Alexa, Putri dan Ayu terperanjat kaget dan menegakkan tubuh mereka dengan tegang.
“I-iya, Pak!” sahut Ayu mencicit takut.
Darren mendengus seraya berkacak pinggang. “Rupanya kalian lagi, masih mau belajar atau mau bergosip, hah!” bentaknya.
Ketiga gadis itu tertunduk takut, sementara teman-temannya yang lain sibuk tertawa satu sama lain dengan suara pelan mengejek ketiganya.
“M-maaf, Pak!” ujar Alexa bersuara, dia tak mau jika sampai Putri dan Ayu dihukum.
Darren memicingkan matanya, “Lagi-lagi kamu, dan kalian berdua juga! Mau kena skors apa gimana?!” tukasnya kesal.
“Nggak, Pak–”
“Kamu diam!” tunjuk Darren ketika Alexa hendak bicara, gadis itu seketika merapatkan bibirnya dengan gugup.
“Saya tahu kamu cuma jadi tumbal dan nggak mau temanmu kena hukum, ‘kan. Kalau kayak gitu, nanti beres kelas kamu bawakan semua kertas hasil ujian ke ruangan dosen dan taruh di meja saya!” perintahnya bisa membaca pikiran Alexa.
“B-baik!” sahut Alexa melirik pada Putri dan Ayu yang menggeleng dengan raut wajah merasa bersalah.
“Sudah! Sekarang lanjut belajar dan saya nggak mau ada keributan lagi atau kalian semua kena skors jam pelajaran saya!” gertak Darren seraya kembali berbalik ke mejanya.
Seketika suasana kelas jadi hening, namun perlahan tenang dan sesi pelajaran Darren pun berlangsung lancar.
Sesuai dengan titah Darren tadi, Alexa bertugas mengumpulkan kertas ujian teman-temannya dan membawanya ke ruangan dosen. Selagi berjalan, matanya terus bergerak mencari hal yang mungkin mencurigakan di sekitar. Sekilas dia melihat Putri berbicara dengan seorang wanita di depan gerbang sana, dia pun melambatkan langkahnya dan berdiri di balik tiang untuk mengawasi sambil berpura-pura membereskan kertas-kertas itu.
“Heum, lagi apa dia?” gumamnya.
Putri tampak tertunduk sementara wanita itu bicara dengan wajah kesal, lalu berakhir melempar sebuah buku kecil ke wajah Putri dengan kasar, kemudian pergi dari sana. Putri termangu melihatnya masuk ke dalam mobil, dia baru berbalik ketika wanita itu sudah benar-benar pergi dari sana. Tapi seolah ada yang memberitahu, tiba-tiba pandangannya naik ke lantai atas dimana Alexa berdiri mengawasinya.
Alexa reflek hendak bersembunyi namun dia melihat sorot sedih di mata Putri, gadis itu tersenyum dan melambai padanya seolah tak terjadi apa-apa. Terpaksa Alexa pun tersenyum membalasnya seraya cepat berbalik sambil merapikan kertas itu untuk alibinya di sana.
“Dia kenapa? Siapa wanita itu?” gumam Alexa penasaran.
“Zahwa!”
“I-iya, Pak!” sahut Alexa kaget, dia hampir terlonjak dan melepaskan pegangannya pada kertas-kertas itu. Dia pun menoleh kesal pada Darren, yang berdiri merapatkan bibir menahan tawa.
“Maaf, aku membuat kamu kaget!” ujarnya tersenyum geli.
Alexa memutar bola matanya, tapi entah kenapa pipinya malah terasa menghangat melihat senyum Darren barusan.
“Ayo ke ruangan dosen!” ajak Darren seraya melanjutkan langkahnya mendahului Alexa.
Alexa hanya bisa mendengus, dia pun mengikuti Darren sambil menggerutu dalam hati. Setibanya di sana rupanya ada rektor yang sedang berbicara dengan beberapa dosen, laki-kaki setengah baya itu terkejut begitu melihat Alexa membawa tumpukan kertas bersama Darren. Alexa langsung memalingkan wajahnya, tak mau nanti gelagat rektor itu terbaca oleh orang lain.
“Letakkan di sana!” perintah Darren menunjuk ke meja kerjanya.
“Baik!” Alexa menurut, dia meletakkan tumpukan kertas itu di sana, sekilas dia melihat ada selembar foto Darren bersama wanita cantik dan gadis kecil. Dia bisa menebak jika itu adalah keluarga kecil Darren.
“Ah, kenapa tercecer di luar begini!” ucap Darren buru-buru mengambil foto itu lalu memasukkannya ke dalam laci.
“Cantik!” komentar Alexa, sedetik lalu dia mengumpat dalam hati karena berani mengomentari foto itu.
Darren termangu sejenak kemudian tersenyum. “Terimakasih!” ucapnya.
“Eh, kalau begitu saya permisi!” kata Alexa seraya mengangguk.
Darren menoleh padanya dengan tatapan datar.
“Kata siapa kamu boleh pergi?”
“Hah?” Alexa mematung di tempatnya, menatap Darren dengan wajah bingung.
Darren menunjuk pada tumpukan kertas itu. “Kamu bantu saya memeriksanya, sebagai hukuman karena sikap kurang respect kamu di kelas saya tadi!” katanya.
Rektor yang diam-diam mendengarkan pun kaget, dia takut jika Alexa tersinggung dengan sikap Darren tersebut. Dia hendak menghampiri untuk menegur Darren namun lagi-lagi Alexa menggeleng samar mencegahnya.
“Kenapa menggeleng? Kamu nggak mau melakukan tugas dari saya!” tegur Darren salah tangkap.
Alexa sontak gugup, “Eh, le-leher saya … leher saya sakit barusan, sekarang sudah nggak, kok!” tukasnya seraya tersenyum lebar.
Darren lagi-lagi termangu dibuatnya, senyum Alexa mengingatkannya pada Ae-ri. Ganti dia yang menggeleng demi mengenyahkan bayangan Ae-ri dari pelupuk matanya.
“Kenapa, Pak? Lehernya sakit!” ujar Alexa setengah menyindir.
Darren mendelik ke arahnya, lalu melengos pergi dari situ. “Saya mau beli kopi dulu!” katanya.
Alexa mendengus, dia lalu melirik ke arah rektor yang mengawasinya dengan wajah cemas. Alexa pun mengangkat jempolnya di bawah meja memberi isyarat kalau dia baik-baik saja.
“Oke, anggap saja kamu jadi dosen!” gumam Alexa ketika menghadapi tugas yang diberikan oleh Darren itu, dia sendiri terbiasa membantu Raiden membereskan dokumen perusahaan yang lebih rumit dari ini.
Ketika itu ponselnya berdering, Alexa termangu sejenak menyadari jika yang berdering itu adalah ponselnya sendiri, dan nama Revan tertera di layarnya.
“Waduh! Ada apa Mas Revan menelepon?” gumamnya kaget.