PART 23 - SENA SIAPANYA DION?

1010 Kata
"Beli semua ukuran bra?!" Diana terkejut, tak percaya. "Iya beli semua ukuran bra di satu toko. Sampai semua stok habis ke akar-akarnya." "Apa?!" Mamanya heboh, ditambah lagi tantenya yang terus mengompori, membuat suasana panas malah makin panas. "Ini … ini ga seperti yang kalian pikir," ucap Dion tergagap. Keringat dingin bercucuran di pelipisnya, ditambah lagi jantungnya terus berdetak kencang, tak karuan. "Tuh, kan Di aku bilang apa. Dion ini diam-diam udah punya istri," ucap Dewi masih memuntir telinga keponakannya. "Astagaa Dion-" Diana mendadak frustasi, "Bisa-bisanya kamu beli bra semua ukuran?! Memangnya istri kamu sebanyak apa?! Bisa-bisanya kamu jadi pakboy semenjak punya apartemen sendiri." "Ma, Dion ga gitu ma." "Ga gitu ga gitu. Terus kayak gimana? Harusnya mama ngelarang kamu punya apartemen sendiri. Mama seneng kamu punya istri, tapi kenapa istri kamu sebanyak itu?! Astagaaaa. Otak kamu dimana Dion?! Dimana?! Semenjak putus sama Chintya, bilang mau membujang, tapi diam-diam punya istri. Nikah ga ngundang keluarga juga. Oh my god. Mama ga habis pikir." "Ma …" "Ah ya ampun, my innocent boy udah ga murni lagi-" ucap Diana pusing, memijat keningnya. "Maa, dengerin Dion dulu ma." "Udah ya Dion. Ga usah ngejelasin apapun. Pokoknya mama mau geledah apartemen kamu." Dion membulatkan matanya, "Apa? Ge-ge-geledah?" Dion menelan ludahnya susah payah, jika Sena ditemukan. Tamat riwayatnya. "Yuk Wi." Dewi mengangguk, "Yuk," jawabnya lalu melepaskan telinga keponakannya. Dewi dan Diana melangkahkan kakinya mengitari semua ruangan. Mewujudkan misi mereka, mencari tahu istri Dion. "Mama, tante Dewi-" "Udah Dion kamu diem aja," ujar Tante Dewi tak memberi Dion kesempatan untuk mengelak. Mereka melangkahkan kakinya menuju dapur. Mereka yang menggeledah tapi Dion yang ketar-ketir, berharap mereka tidak akan menuju kamar Sena. Seketika Dion memikirkan gadis itu, sedang apa gadis itu di dalam kamar? Dewi dan Diana mengeliling ruang tamu, diikuti Dion di belakang yang harap-harap cemas. "Ga ada ma …" Dewi dan Diana tak menyerah. Mereka melangkahkan kaki menuju kamar Dion. Dewi membuka pintu kamar, namun tidak ada siapa-siapa. Kemudian ditutup kembali. "Kalau ga ada disini berarti di kamar sebelah." Ucapan tantenya membuat mata Dion membulat kaget. "Ayo ke kamar sebelah," ajak Dewi menarik tangan Diana. "Jangan!" Dion tiba-tiba menghadang mereka di depan pintu kamar Sena. "Kenapa jangan?" tanya Tante Dewi membuat Dion terpojokkan. Dion menggeleng, "Ga ada apa-apa di kamar ini." "Udah minggir Dion," ucap Diana. "Ga ada apa-apa ma," ucap Dion kekeuh mempertahankan pintu. Menghalangi jalan mereka. "Pasti ada disini, mama yakin," Diana menarik lengan Dion menjauhi pintu, membiarkan Dewi membuka pintunya. "Tan, jangan …" jantung Dion berpacu cepat bersamaan dengan Dewi yang membuka kenop pintu perlahan-lahan. Dion merutuk dalam hatinya, kenapa ia tak mengunci pintu tadi. Dion menutup matanya, tak berani melihat. Apapun yang terjadi. Bam..! Pintu terbuka lebar. Mereka terkejut melihat isi kamar. Dion masih menutup matanya, tak berani. "Kosong." "Eh?" Dion terkejut mendengar ucapan tantenya. Dion memberanikan diri membuka mata, ia tak salah dengar, kan? Dewi dan Diana memasuki kamar. Namun tidak ada siapapun. Seluruh kamar bersih, dan rapi. Seperti tidak ditempati siapa-siapa. "Kok kosong Di?" "Eh iya? Padahal aku yakin banget pasti ada disini," ucap Diana. Dion yang penasaran, ikut melangkah masuk. Namun ia juga terkejut Sena tidak ada. "Kamu beneran, Wi … Dion udah punya istri?" "Iya aku ga salah kok, Dion borong semua bra. Aku ketemu sama dia di toko Matahariku." Dion yang masih penasaran, meninggalkan perbincangan mereka. Dion melangkahkan kakinya menuju kamar mandi Sena, "Apa Sena di kamar mandi?" rutuknya dalam hati. Dion membuka pintu kamar mandi perlahan-lahan. "Kok ga ada? Sena kemana?" bisiknya pelan. Namun dua orang di belakang mengejutkannya, tante dan mamanya meringsek masuk kamar mandi. "Tante mau liat." "Aku juga." Dion minggir sedikit, memberi jalan. Namun mereka juga terkejut, istri Dion yang mereka cari tidak ada. Dion pun juga merasakan hal yang sama. Ia yang menyembunyikan Sena, tapi ia juga tidak tahu Sena bersembunyi dimana. "Udahlah kita pulang aja," ucap Diana sedikit kecewa. Lalu berjalan meninggalkan mereka berdua. "Yah … tapi Di? Rencana kita gimana?" Dewi mengejar saudara perempuannya. Ia yakin ada sesuatu di balik apartemen Dion, tapi kenapa tidak ada apapun. ***** "Hah." Dion bernafas lega, menyandarkan punggungnya di depan pintu, setelah tante dan mamanya pamit pulang. Meskipun ia agak merasa bersalah pada keduanya menyembunyikan Sena. "Oh iya, Sena," Dion tersentak. Ia baru ingat, gadis itu hilang. Entah bersembunyi dimana. Dion tergesa-gesa berlari menuju kamar Sena. "Sena." Dion membuka pintu lebar-lebar. Namun ruangan itu kosong. "Sena kamu dimana? Mama sama tante udah pulang." Dion melangkah masuk, mencari gadis itu. Dion membuka jendela kamar Sena, menatap kanan-kiri. Berharap Sena bersembunyi di sini, namun nihil. Balkon terlihat kosong. "Dion, Sena disini." Dion yang tadinya panik, bernafas lega. Suara lembut itu menenangkan hatinya yang gelisah. Dion menutup jendela kamar. "Kamu dimana?" Dion melangkahkan kaki, mencari sumber suara. "Disini." Dion menajamkan pendengarannya. Ia berjongkok di samping ranjang, lalu menundukan wajahnya melihat kolong ranjang. "Dion," sapa gadis itu. Dion tersenyum, sosok yang ia cari ternyata bersembunyi di bawah ranjang. Sena sedang tengkurap sambil makan martabak cokelat kacang. "Keluar gih," ucap Dion melembut. Sena mengangguk polos, lalu keluar dari kolong ranjang membawa kotak martabak kesukaannya. Dion membantu Sena yang sedikit kesusahan. "Kenapa kamu sembunyi disini?" ucap Dion setelah gadis itu keluar. Sena menyandarkan punggungnya di kaki ranjang. "Soalnya ada mama sama tante Dion," ucap Sena polos. Dion tersenyum, mengusap puncak kepala Sena, "Makasih udah nolong aku." Sena tersenyum mengangguk, "Iya," ucapnya kembali mengunyah martabak favoritnya. Dion mengambil tisu yang berada di atas meja rias Sena, lalu berjongkok di hadapan Sena yang sibuk mengunyah martabak. "Kamu kalau makan yang rapi, masa sampai celemotan gini." "Oh iya," Sena menaikan tangannya ingin mengusap pipi, namun Dion menahan tangannya. "Biar aku aja." Sena menurunkan martabaknya, dan meletakannya di kotak. Ia membiarkan Dion membersihkan pipi dan mulutnya yang dipenuhi cokelat. "Suka banget ya?" Dion mengusap-usap pipi Sena yang lengket. "Iya, Sena sukaaaa banget. Nanti Dion beli lagi ya." "Kalau Sena suka, pasti Dion beli lagi." Sena menatap Dion lembut, "Dion." "Hmm," gumam Dion yang kini membersihkan bibir bawah Sena. "Sebenernya Sena siapanya Dion?" Pertanyaan polos Sena, membuat Dion mematung. "Ke-kenapa kamu nanya gitu?" Dion menelan ludahnya, lalu kembali membersihkan bibir Sena. Mengusap-usapnya lembut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN