PART 53 - TOLONG JANGAN PISAH

1167 Kata
"Haram tau ga gue deket-deket lu." "Emang gue babi. Kalau baby gue mau. Sini jadi sugar baby gue." "Najis banget tau ga." "Ayo dong sayang ... sini sama abang Mario." "Ngomong sekali lagi gue tabok bolak-balik beneran." Sena mendengus nafas kasar, menatap pertikaian mereka berdua, yang entah kapan selesai. Dan ini pertama kalinya, ia melihat guru Mira bicara bahasa non formal, dan pertama kalinya juga ia melihat Mira dan Mario seperti orang saling kenal. Tapi saling kenal dalam perdebatan, bukan persahabatan. "Aduh berisik, Sena mau belajar ini, ga konsen," protes Sena menatap dua orang yang duduk berhadapan di sofa saling berargumentasi seperti debat pejabat. "Sena, usir aja b*****h satu ini, nyampah doang disini," ucap Mira menunjuk orang di depannya. "Anj*r b*****h. Gue tau lu di luar pura-pura galak, tapi sebenernya dalam hati lu suka sama gue, kan. Cuma pura-pura Tsundere doang ..." Buk..! Mira melempar bantal ke wajah Mario yang benar-benar menyebalkan untuk dilihat. "Ogah banget gue suka sama lu. No way!" Sena menyumpal kedua telinganya dengan jari telunjuk. Sumpah demi apa, ia harus mendengar perdebatan yang tidak berfaedah ini. "Gue pastiin lu suka sama gue. Aamiin aamiin." "Aamiin aamiin apaan lu? Ya Allah cancel doanya Mario." "Kabulkan ya Allah." "Cancel ya Allah." "Kabulkan, kabulkan, kabulkan." Buk..! Mira melempar satu bantal sofa lagi mengenai wajah itu, "Kok lu minta dikabulkan si anj*r?" "Ya Allah jodohkan." Buk..! Kali ini satu bantal sofa lagi melayang di wajah babang tampan Mario. "Ayo lu mau lempar bantal mana lagi?" tantang Mario melihat bantal sofa di sekeliling Mira habis untuk memukul wajahnya yang rupawan, dan semriwing ini. "Ga mau gue jodoh ama lu! Ga Sudi! Ga ridho! Ga ikhlas. Pokoknya ga ga ga!" "Dih, gue juga ogah. Tapi kalau jodoh mah ayo-" "Aaah! Pergi kek lu sana." Sena menarik nafas dalam, menatap pertikaian mereka berdua yang kalau ditunggu sampai malam pun ga selesai-selesai. "Nikah aja kek kalian." Ucapan Sena membuat mereka berdua protes, "NIKAH?!" ucap mereka bersamaan. Sena mengangguk, "Iya nikah, emang kenapa?" ***** "Makasih ya kak Dion," ucap Chika lembut. "Iya sama-sama." Mereka jalan beriringan menuju bis yang akan berangkat. Mereka hanya diberikan waktu istirahat 5 menit untuk ke toilet, atau membeli minuman karena masih siang. Mereka akan berhenti di tempat istirahat nanti di jam ashar. Dengan tenggang waktu lebih lama istirahat 20 menit. Dion dan Chika memasuki bis yang sudah ramai. Tinggal menunggu jalan. Saat sampai di dalam bis, terlihat Dimas yang kembali di tempat duduk awalnya, tempat duduk yang Dion tempati. "Loh Dim kok lu duduk sini lagi?" tanya Dion bingung. "Iya Yon, gue mabok kalau perjalanan jauh gini. Ga enak, kan gue kalau tiba-tiba muntah dekat Chika." "Yaah-" Dion menggaruk tengkuknya, "Glenn kalau lu duduk ama Chika gimana?" "Bukannya gamau Yon, emang lu mau duduk sini kalau Dimas tiba-tiba muntah?" "Ya gapapa si ama temen ini," jawab Dion sejujurnya. "Gapapa lu duduk ama Chika aja. Biar Dimas gue yang urus, takut lu kerepotan. Apalagi kerjaan lu banyak entar ..." Dion menghela nafas panjang, "Hemm- yaudah deh." Dion merasa sedikit bingung, kenapa tidak ada yang mau duduk di samping Chika. Namun Dion tetap berpikir positif saja. "Ayo kak Dion duduk," ucap Chika menepuk-nepuk kursi sebelahnya. Ia duduk di pojok dekat jendela. Sebenarnya Dion tidak mau, tapi mau bagaimana lagi, "Iya makasih." Dion duduk di samping Chika, namun ia menggeserkan duduknya sedikit, tidak ingin terlalu dekat. Sebenarnya ia biasa saja pada Chika, tapi entah kenapa ia agak merasa sedikit tidak nyaman jika mengingat Sena. Apalagi dia meninggalkan Sena 12 hari, ia tidak mau dicap pria br*ngsek main dengan wanita lain saat kekasihnya tidak ada. Chika membuka bungkus snack jagung favoritnya, "Kak Dion mau?" "Engga ... makasih Chik, kamu makan aja yang kenyang." "Ambil aja gapapa walaupun cuma dikit. Ga boleh loh menolak tawaran orang lain." "Oke," Dion mengambil sejumput snack, dan meletakkannya di telapak tangan, "Makasih." "Iya sama-sama, ayo kita makan berdua." ***** "Sena ..." panggil Mario pada gadis yang masih sibuk daritadi dengan bukunya. "Iya?" "Gimana perkembangan kamu selama belajar?" "Ngh- baik ... Sena usah bisa baca semua huruf abjad, udah bisa nulis juga meskipun belum bagus, terus sekarang lagi belajar nulis kalimat." Mario tersenyum lebar, "Dion berhasil berarti." Awalnya Mario meragukan ucapan Dion yang ingin merawat dan bertanggung jawab pada Sena. Ia kira Dion main-main, tapi ternyata tidak- Dion benar-benar melakukannya. Mira yang di dapur sedang membuatkan cemilan untuk mereka di ruang tamu, hanya menyimak. "Iya ..." Sena mengangguk. "Tapi Sen-" Sena menatap lawan bicaranya, "Iya?" "Apa kamu dan Dion saling mencintai?" Sena mengangguk tanpa ragu, "Iya, Dion cinta Sena, dan Sena juga cinta Dion." Mario terdiam sebentar seperti berpikir, "Aku harap cinta kalian abadi, Sen ..." ucap Mario tiba-tiba, yang membuat Sena berpikir bingung. Mario yang biasanya bercanda, mendadak se-serius itu. "Kamu pernah denger nama Chintya mantannya Dion?" Sena menggeleng, "Belum." Mario menghela nafas berat, "Sebelum ada kamu, dia wanita yang hadir lebih dulu di hidup Dion." Sena diam menyimak, bait demi bait yang Mario ceritakan. "Dia cinta pertamanya Dion. Mereka pacaran lama. Orang-orang pun tau, mereka pasangan yang harmonis, dan ga ada isu-isu buruk. Tapi, saat Dion lagi cinta banget sama Chintya. Chintya menghilang ga ngasih kabar apapun. Hilang gitu aja kayak ditelan bumi." "Terus?" "Kehilangan Chintya yang tiba-tiba tentu aja membuat Dion benar-benar frustasi. Setahun lebih ia mencari-cari kabar soal Chintya tapi ga ketemu-temu. Sampai akhirnya, ada kabar kalau Chintya meninggal saat kecelakaan pesawat." Sena menutup mulutnya, terkejut tak percaya. "Sebelum Chintya menghilang, mereka sempat LDR beberapa lama. Dion kuliah di Indonesia, dan Chintya kuliah di ausie." "Chintya ga pernah bilang ke Dion kalau dia mau ke Indonesia. Jadi mungkin Chintya mau ngasih kejutan ke Dion. Tapi takdir berkata lain, belum sampai di Indonesia Chintya udah ga ada." "Terus darimana Dion tau Chintya kecelakaan?" "Dari temen kuliahnya Chintya. Kalau Chintya udah ga ada dari setahun yang lalu." Sena menutup mulutnya, terkejut. "Keluarga dan temen kuliahnya juga ga tau Chintya kecelakaan. Karena Chintya cewek yang mandiri, maunya sendiri, apa-apa ga pernah bilang. Dan saat kecelakaan itupun ga ada yang tahu." "Keluarga Chintya yang di Indonesia berpikir, anaknya baik-baik aja di ausie. Ga berpikir bahwa anaknya akan ke Indonesia hari itu. Dan temen-temen kuliahnya juga ga tau kalau Chintya ke Indonesia." "Semuanya lost komunikasi." "Sampai akhirnya Dion telpon temen-temennya Chintya di ausie, nanya Chintya kemana, tapi jawaban temennya ga ada yang tau. Dion tanya ke orang tua Chintya. Jawabannya Chintya lagi di ausie." "Sampai semuanya terungkap saat kepolisian datang ke rumah orang tua Chintya, bilang tentang kecelakaan anaknya. Dan itu tentu aja ngebuat keluarga Chintya terpuruk." Mario menarik nafas panjang, "Hah, dan keluarganya Chintya menyalahkan Dion atas penyebab kematian anaknya, karena mereka menganggap Dion yang menyuruh Chintya ke Indonesia. Dan menutup seluruh aksesnya dengan Dion. Bahkan saat Dion ke rumah Chintya. Dia selalu diusir." "Selama setahun Dion terus nyari kabarnya Chintya. Sampai akhirnya Dion memutuskan ke ausie, dan mencari tau siapa aja temen-temen Chintya. Dan dari sana Dion baru tau, kalau Chintya udah ga ada dari setahun yang lalu." "Jadi Sena-" Mario menarik nafas dalam, "Tolong jangan pisah. Apapun yang terjadi jika kalian saling mencintai-" "Tolong jangan pisah ..." pinta Mario sekali lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN