PART 86 - TANTE DIANA DAN MIRA

1050 Kata
PART 86 - TELAH SELESAI DIREVISI Setelah beberapa saat berdebat sepanjang jalan. Akhirnya mereka sampai di depan apartemen Dion. Mario menekan bel yang berada di samping pintu. Ting nong! Ting nong! Namun selang beberapa menit tak ada tanda-tanda pintu dibuka. "Eh Mirasantika, ini si Sena lu tinggal sendirian?" protes Mario. Dengan polosnya Mira mengangguk, "Iya. Kan gue bilang gue abis kencan. Ini makanya ada cincin yang melingkar di jari manis gue." Mario menarik nafas panjang, dan menjambak rambutnya frustasi, "Miraaaaa." Mira menaikan satu alisnya, "Lah kenapa?" "Lah kenapa lah kenapa. Pake nanya lagi. Si Sena itu lagi amnesia. Dia inget sebentar doang terus lupa. Terus lu tinggalin Sena sendirian gitu aja?" Mira yang masih belum mudeng, mengangguk lagi, "Ho'oh." "Miraaaa. Pinter banget si otak lu. Otak lu dimana Mira dimana?! Jangan-jangan otak lu masih ketinggalan lagi di taman. Makanya kalo kencan itu otak dibawa, jangan ditinggalin di taman. Astaga… Itu kalo si Sena lupa cara buka pintu gimana?! Gimana?!" Mira berpikir sebentar, tapi masih belum sadar maksud Mario, "Yaaa … ga bisa keluar sih kayaknya." "Kayaknya kayaknya! Kalo Sena ga bisa keluar. Sena bakalan ke kurung di dalem selamanya." Mira menganga lebar, "Selamanya?" "Iya. Se-la-ma-nya." Mira memperhatikan mulut Mario yang mengucapkan kata Selamanya. Selamanya. Selamanya. Selamanya. Selamanya. Mario seperti berputar-putar di kepalanya mengucapkan kata selamanya. Ucapan yang membuat telinganya terngiang-ngiang. Sena akan terkurung selamanya. Selamanya. Selamanya. Selamanya. Selamanya. "ENGAAAAAAAAA." "Hah hah hah," Mira mengatur nafasnya yang memburu setelah berteriak sekencang itu, sampai membuat Mario menutup telinga. "Lu kenapa anjir? Bikin gue kaget." Mira mencengkram kerah baju Mario kuat-kuat, dan mengguncang pria itu, "Keluarin Sena sekarang, Mar! Keluarin!" "Gue ga mau tau keluarin Sena sekarang!" "Uhuk uhuk," Mario terbatuk-batuk dan menepuk tangan Mira, "Lepasin dulu uhuk uhuk, gue kecekek anjir." "Oh iya," ucap Mira sadar kemudian melepaskan cengkeramannya. Mario mengatur nafasnya yang tersendat. "Hah lega," ujar Mario setelah merasakan nikmatnya oksigen yang terhirup segar. "Cepetan Mar! Cepetan! Bobol kek, dobrak atau masuk ke celah-celah pintu. Atau berubah wujud jadi casper. Atau hancurin pintunya! Pokoknya pake cara apapun buat buka pintunya!" "Lu pinter apa gimana si? Masuk ke celah-celah pintu. Plankton aja belum tentu bisa masuk. Apalagi gue yang gedenya 100 kali lipat dari plankton." "Cepetan masuk! Pokoknya! Masuk!" "Yaudah gue dobrak dulu. Lu minggir." Mira meminggirkan badannya sesuai permintaan Mario. Mario mengambil ancang-ancang sejauh mungkin, kemudian berlari ke arah pintu, dan membantingkan dirinya ke pintu. Buk! Buk! Buk! Buk! Buk! "Ga bisa kebuka Mir." Tentu saja pintu apartemen di desain kokoh. Apalagi apartemen mewah berbintang lima tempat tinggalnya Dion. Yang semua harga fufurniture-nya serba mahal. Pasti memakai pintu yang berkualitas dari biasanya, dan sangat kokoh untuk didobrak. "Ya gimana mau kebuka bambang, lu aja nge-dobraknya lembek banget. Kayak adonan yang di lempar ke pintu." "Lah gue yang tenaga cowo aja nge-dobrak pintu sekuat ini kayak adonan donat. Apalagi lu Mir kayak bola bekel." "Udah yuk sama-sama," tawar Mira. Mario mengangguk setuju, "Yuk." "Satu … Dua, ti-ga." Buk! Buk! Buk! Mereka kompaak membantingkan tubuh ke daun pintu. Bola bekel dan adonan bersatu. Buk! Sampai dobrakan kelima. Tubuh mereka tiba-tiba terhempas ke dalam apartemen. "Aduh aduh aduh, encok pinggang gue, baru punya pacar tapi udah retak," ringis Mira kesakitan memegang pinggangnya yang remuk. "Aduh …" Mario mengusap-usap bok*ngnya yang baru saja mencium lantai. Diana memandang mereka berdua heran, "Lah Mario, kamu ngapain kesini? Ini siapa?" ucap Diana menunjuk Mira. Mira dan Mario menatap ke arah pintu. Terlihat Diana berdiri di samping pintu sambil memegang pinggiran pintu yang masih terbuka lebar. "Tante kok main buka-buka aja sih?" protes Mario. "Tante kira ada kucing di depan pintu. Abis bunyinya gedebag-gedebug. Kayak kucing kawin gitu… " "Berisik … " lanjut Diana. Mendengar kalimat kucing kawin, sontak membuat Mira dan Mario saling bertatapan. "Kucing kawin?" ujar mereka bersamaan. "Idih … Ogah banget gue kawin ama lu!" ujar Mira langsung berdiri. "Siapa bilang gue mau? Gue juga ogah! Tapi kalo ternyata jodoh ... Ya mau," Mario pun ikut berdiri, dan merapikan snack yang tumpah di lantai, memasukannya ke dalam plastik. Ingatkan Mira dan Mario siapa. Tompi dan Juminten. "Lah siapa yang bilang kalian kawin? Tante bilang kucing kawin." "Lagi kalian ngapain disini? Berisik banget." Mira menaikan satu alisnya, bingung, "Terus tante ngapain disini? Tante siapa? Masuk rumah orang sembarangan?" "Loh kok masuk rumah orang sembarangan? Harusnya saya yang nanya kamu siapa?" "Harusnya aku yang nanya tante siapa? Kok aku pulang tiba-tiba ada tante disini." "Loh? Kok jadi kamu yang nanya saya ada disini. Kan hak saya mau kesini kapan aja." "Tapi, kan kalo mau main ke rumah orang izin dulu." Diana membulatkan matanya, "Loh kenapa saya harus izin?" Mario mempercepat memasukan snack ke dalam plastik, kemudian berdiri menengahi sebelum dunia pergelutan terjadi diantara mereka. "Stop!" Mereka berdua berhenti berdebat. "Gini gini. Biar Mario kenalin kalian dulu." Mario menoleh menatap Diana, "Tante, kenalin … Ini Mira. Temen sekolahnya Dion waktu dulu. Mira diberi amanat oleh Dion untuk menjaga Sena sementara waktu. Dan Mira–" Mario menoleh ka arah Mira, "Ini tante Diana. Ibunya Dion." Sontak Mira menganga terkejut, "Ibunya Dion?" Mira meraih tangan Diana dan menciumnya, "Aduh maaf tante aku ga tau, aku kira orang asing. Aku takut Sena diculik orang asing." Diana tersenyum ramah, "Iya gapapa kok tante ngerti, lagi juga ini pertama kalinya kita ketemu, kan." Mira menganggguk, "Iya," ucapnya lalu melepaskan tangan Diana. Mario diam saja ketika para wanita sibuk berbincang dengan dunianya. Cukup lama Mario terdiam, berkutat dengan pikirannya, sampai akhirnya Mario tersadar akan sesuatu. "Kalau tante Diana disini, berarti …" gumam Mario dalam hatinya. "Berarti tante Diana tau Sena?" "Tante udah ketemu Sena?!" tanya Mario frustasi. Sena adalah rahasia yang harus ditutup rapat-rapat. Tapi kenapa jadinya begini. Diana datang tanpa diduga. Padahal ia dan Dion telah berjuang untuk menyembunyikan Sena. Mira tersenyum, "Udah … tante suka anaknya. Cantik, baik, polos juga," ucapnya berbinar senang, merestui hubungan Sena dan Dion. "Sekarang Sena-nya mana, tan?" tanya Mira. "Itu di kamar lagi melukis bareng sama tantenya Dion. Yuk ke kamar, kenalan sama tantenya juga," ajak Diana ramah. "Yuk tan," Mira mengangguk dan mengekori Diana dari belakang, menuju kamar Sena. Mereka meninggalkan Mario sendirian di ruang tamu. Mario mengacak-acak rambutnya frustasi, "Aduh … Dion tau ga ya tante Diana kesini. Duh gimana nih kalo Dion tau tante Diana udah tau Sena. Bisa berabe urusannya." "Gimana kalo tante Diana tau tentang peristiwa Sena?" "Aduh.."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN