PART 21 - KEBAKARAN

1061 Kata
"Sena, Dion pulang." Dion menutup pintu apartemen. Tangan kirinya menggenggam satu plastik yang berisi martabak manis. Dion mengangkat kaki kirinya, ingin melepaskan tali sepatu. Tangan kirinya bertumpu pada dinding, menahan tubuh agar tidak jauh. Dan satu tangannya yang bebas melepaskan tali sepatu. "Sena," panggil Dion lagi. Tapi tidak ada jawaban. Kemana gadis itu? Biasanya Sena selalu menyambutnya setiap pulang. Berlari ke arahnya, dan menyambutnya dengan senyuman puppy eyes yang menggemaskan. Apa gadis itu tertinggal di hotel? Seingatnya, sebelum ke kampus, Dion pulang ke apartemen untuk mengambil barang-barang keperluan rapat, berganti baju, dan memulangkan Sena. Jadi, tidak mungkin gadis itu tertinggal. Setelah selesai melepas sepatu, Dion meletakan sepatu Converse hitam-putih itu di atas rak yang terletak di dekat pintu. "Sena." Dion melangkah masuk. Mengelilingi setiap sudut apartemen. Ia melangkahkan kakinya menuju ruang tamu. Dahinya mengernyit, televisi menyala, tapi tidak ada yang menonton. Dion meletakan plastik putih itu di atas meja kaca. "Sena?" Dion membuka pintu kamar Sena, tapi gadis itu tidak ada. "Sena kemana?" ucap Dion bingung. Apa di kamarnya? Dion membuka pintu kamarnya, namun Sena juga tidak ada. "Sena?" Dion mulai panik. Gadis itu menghilang. Dion membuka tong sampah di depan kamarnya, Sena tidak ada. Gadis itu tidak bersembunyi di tong sampah. Dion berlari menuju jendela, membuka gorden. Tidak ada juga. Dion berjongkok melihat kolong sofa, barang kali gadis itu bersembunyi di sini, "Ga ada juga." "Sena kamu dimana? Jangan main petak gitu ah … ga lucu. Kita, kan belum suit. Kalau udah suit, main petak umpet gapapa deh." "Sena." Toilet kamar, bathub, ember besar tempat pakaian kotor, mesin cuci, lemari pakaian, lemari makanan, mesin cuci, semuanya sudah Dion cek, tapi gadis itu juga tidak ada. Bahkan sampai ke kolong tempat tidur, dan celah-celah terkecil gadis itu juga tak menunjukan batang hidungnya. Dion yang panik melangkahkan kakinya menuju dapur. Namun baru sampai di pertengahan jalan- "Aaaaaaa setaaaaaan!" Dion terjungkal di lantai. Sosok manusia putih dari atas sampai bawah keluar dari dapur. Bibirnya komat-kamit mengucapkan doa pengusir setan. Berharap makhluk itu segera pergi dari hadapannya. "Loh, kok ga ilang? Apa kurang khusyuk?" "Ih Dion, emang Sena setan apa," ucap Sena cemberut, menyingkirkan rambutnya yang menutupi wajah. Bubuk-bubuk putih berjatuhan di lantai. "Lah, kamu Sena?" "Iya!" Dion menghela nafas lega, ternyata bukan setan. Ia pun berdiri berhadapan dengan gadis itu. "Lagi kamu ngapain sih Sena pakai bedak satu badan. Pakai bedak tuh di muka aja." "Ih Dion, Sena itu ketumpahan tepung." Dion tertawa terbahak-bahak, "Ketumpahan tepung? Emangnya kamu ngapain?" Sena menepuk-nepuk bajunya yang penuh tepung terigu, "Bikin kue," ucapnya tersenyum bangga. Dion mengernyitkan alis, "Kue?" "He'euh," Sena mengangguk, "Sena itu lagi nonton TV. Terus ada acara masak kue. Ya udah Sena ikutin deh," ucapnya ceria. Dion mengangguk, "Oh masak kue," awalnya Dion biasa saja. Namun selang beberapa detik, "Apa kamu bilang?! Masak kue?!" Sena mengangguk polos, "Iya." "Kenapa Dion? Kok mukanya kaget gitu?" Dion berlari ke arah TV. Melihat siaran yang Sena tonton. Baiklah bunda-bunda, jika kita sudah memasukan tepung, mari kita masukan margarin, kuning telur, dan gula secukupnya, jangan manis-manis ya bunda. Cukup kita aja yang terlalu manis, kue nya jangan. Gitu loh bunda-bunda quh. Nanti suami bisa kena diabetes, kalau kitanya terlalu manis, terus kue nya terlalu manis juga. Kayak gitu loh bunda-bundaku. Untuk suami cukup bersikap manis manja- dengan kecyupan hangat. Kayak gini, muaaaach. Sekali lagi bunda emuaaach. Oh iya lupa, kita lagi masak ya bunda- emang yaah, kalau lagi masak, inget suami tuh suka hilang kontrol. Rasanya gimanaaa- gitu. Maaf yah bunda-bunda quh, kalau nonton siaran masak manjalitah. Emang harus manja-manja gitcuh. Inget ya bunda … manjalitah, harus ada ah-nya. Dion menutup matanya terkena serangan mental break dance, eh maksudnya—mental breakdown, "Ah mataku—ternodai." Kenapa ia harus melihat siaran ini. Dion meraih remot di atas meja, lalu mematikan siarannya. Pip! "Ih Dion kok dimatiin? Sena, kan belum selesai masak," protes gadis itu. Dion menarik nafas panjang, sebelum memberikan wejangan kepada Sena, "Gini ya Sena pokoknya aku ga mau kamu nonton siaran manjalita itu." "Manjalitah." "Iya pokoknya itu." "Ih Dion harus ada ah-nya." Tuh,kan jiwa murni Sena ternodai. "Ada Ah-nya atau ga ada Ah-nya, pokoknya aku ga mau kamu nonton masak manjalita." "Ih Dion, tapi Sena mau yang manjalitah. Lucu …" "Ga," ucap Dion meninggikan remotnya. "Aaaa Dion kembaliin," ucap Sena cemberut berusaha menggapai remot. "Ga mau." Sena meloncat-loncat ingin merebut remotnya. Namun Dion yang terlalu tinggi, membuat Sena kewalahan. Padahal ia sudah berusaha loncat setinggi-tingginya. "Dion …" "No no no." Terjadilah aksi rebut-rebutan remot, namun selang beberapa lama, Dion seperti mencium bau sesuatu yang menyengat dari dalam dapur. Dion menurunkan remotnya. Hidungnya mengendus-endus bau asing yang menusuk panca indera. Sena yang mendapatkan kesempatan, merebut remot dari tangan Dion, menyalakan kembali acara siaran manjalitah kesukaannya. "Sena kamu cium sesuatu ga?" Sena yang fokus nonton siaran itu, hanya menggumam, "Hemm." "Kayak bau-bau gosong gitu?" "Bau gosong apa?" Sena tetap fokus pada tontonannya, tidak menoleh ke arah Dion. "Sena aku serius … Kamu masak apa di dapur?" Sena berpikir keras, "Masak apa?" Ia terus berpikir, tapi ingatannya loading mencari server. Dengan polosnya Sena menjawab, "Sena masak apa ya Dion?" "Astaga Sena! Kok kamu nanya aku? Aku, kan baru pulang." "Oh iya ya." Mendengar jawaban Sena yang mencurigakan, Dion lari terbirit-b***t menuju dapur. Ada yang tidak beres dari bau hangus di dapur. "Ih Dion, kok Sena ditinggal." Sena melemparkan remotnya ke sofa, meninggalkan siaran masak manjalitah. Sena yang melihat Dion panik juga ikutan panik. Sena berlari mengejar Dion menuju dapur, yang tidak jauh dari ruang tamu. Dion berhenti di depan pintu dapur, membulatkan matanya terkejut melihat kondisi dapurnya yang berapi-api. "Kebakaran!" teriak Dion. Kompornya terbakar dengan api yang membumbung tinggi. Hampir merembet ke benda-benda lain. Sena yang baru sampai di pintu dapur juga terkejut, "Dion kebakaran. Kebakaran!" Tanpa ba-bi-bu Dion melepaskan kemeja kotak-kotak maroon yang dipakainya, lalu berlari ke arah kamar mandi. Dion mengisi air di bathub, dan merendam kemejanya. Kemudian memeras kemejanya dan berlari menuju dapur. Sebelum api itu merembet ke bagian-bagian yang lain. Dion menjauhkan tubuhnya sedikit dari kobaran api, mencoba mematikan kompor. "Dion hati-hati." Jtak..! Setelah kompor itu mati. Dion menepuk-nepuk kompornya dengan kemeja basah. Berusaha memadamkan api. Meskipun kompornya sudah mati, namun apinya masih menyala. Dion sengaja tak menyiramkan air di atas kompor. Karena menyiram air justru akan membuat api lebih besar dan memperluas area kebakarannya. Cara ini berlaku ketika kompor terbakar tapi apinya belum merembet ke benda-benda lain. Gunakan kain basah atau karung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN