Part 20

1388 Kata
Arsen baru saja melewati pintu putar di lobi hotel, ketika melihat Fherlyn masuk ke dalam SUV silver. Arsen tak biasanya mengingat mobil yang dikendarai oleh bawahannya, tapi ia pernah melihat mobil itu satu kali melintas di basement. Ingatannya tak setumpul itu untuk melupakan bahwa mobil itu adalah milik Aldric William. Dan untuk apa Fherlyn memasuki mobil itu membuat Arsen geram bukan main. Apa wanita itu hendak merengek pada pria lain? Huh? Arsen mendengus keras. “Ada ada, Tuan?” Sekretaris Arsen maju satu langkah. Bertanya “Di mana mobilku?” Arsen berpaling dengan wajah mengeras ke arah sekretarisnya. Sekretaris itu memucat ketika melihat emosi yang membara di tatapan tuannya. Dan menghela napas lega ketika melihat mobil gelap milik tuannya keluar dari basement dan melaju mendekati mereka berdua. “Itu, Tuan.” “Ada satu tugas tambahan untukmu?” Arsen memutar tumitnya. Matanya tak lepas dari bagian belakang mobil Aldric yang kini mulai menghilang di antara kendaraan lain di jalan besar. “Iya, Tuan.” “Awasi Aldric William, terutama jika bertemu dengan istriku.” Sekretaris itu melotot tak percaya. “Is ... istri?” “Kau sudah bertemu dengannya.” Arsen enggan menjelaskan. “Awasi diam-diam apa yang mereka lakukan, apa yang akan mereka lakukan, dan ke mana tujuan mereka sedetail mungkin.” Sekretaris itu masih mematung. Tiga tahun bekerja pada Arsen Mahendra dan tiba-tiba tuannya mengatakan mempunyai istri? Ia bahkan tak tahu kapan pernikahan itu terjadi. Dan ia sudah bertemu dengan Nyonya Mahendra? Sekretaris itu mengingat-ingat wanita-wanita yang pernah ia temui. Yang kesemuanya hanyalah klien, beberapa dewan direksi, dan Alsya William. Wanita yang selalu mencari kesempatan sekecil apa pun untuk menyelinap ke ruangan tuannya. Tidak mungkin wanita itu yang menjadi istri tuannya, kan? Hari ini saat mereka bertemu di lift sikap tuannya masih begitu dingin pada wanita itu. Atau ... wanita itu. Wanita yang tadi pagi menerobos masuk ke ruangan tuannya dan yang sepertinya sedang terlibat pertengkaran kecil dengan tuannya. Sekretaris itu kembali menelusuri kecurigaan yang tadi pagi sempat tertepis saat melihat perlakuan kasar tuannya pada wanita itu. Kecurigaan yang muncul karena untuk pertama kalinya, tuannya membiarkan seseorang masuk ke ruangan setelah melarang keras dirinya tidak menerima seorang tamu pun. Seorang Alsya William pun akan diseret keluar, meski tak punya rasa malu untuk kembali mempermalukan diri sendiri lagi dan lagi. Tetapi tadi, orang asing yang untuk pertama kalinya muncul di ruangan itu, mendadak menerobos masuk dengan amarah yang membara di kedua mata dan menunjukkan penentangan pada seorang Arsen Mahendra untuk melawan. Meski pada akhirnya wanita itu terhempas di sofa ruang tunggu yang empuk. Setidaknya bukan di lantai yang keras dan dingin. Dan sepanjang mengekori tuannya meninggalkan wanita itu, mendadak suasana hati tuannya yang sudah gelap semakin gelap. Tak berhenti menggusur kelima jemari di rambut yang sudah di sisir rapi. Tak berhenti menghela napas dengan gusar. Atau bahkan membentak petugas cleaning service yang tidak ada di tempat karena melihat debu di dinding lift. Mencari-cari alasan untuk memarahi orang lain. “Apa kau akan berdiri di sana sampai malam?!” bentak Arsen pada sekretarisnya yang berdiri bengong di tempat. Sekretaris itu mengerjap dengan cepat, tersadar bahwa tuannya sudah di dalam mobil. Ia pun bergegas menyusul dan duduk di samping sopir. Sambil mengingat-ingat wajah wanita yang disebut sebagai Nyonya Mahendra.   ***   “Sepertinya kau sedang berada dalam masalah.” Aldric menengok sekilas ke arah Fherlyn yang tampak melamun. Menatap kosong jalanan di dekat jendela. Fherlyn menoleh. “Sedikit.” “Masalah yang kemarin?” “Hmm, yang lainnya.” Aldric tersenyum. “Kenapa kau tersenyum?” “Kau selalu berada dalam masalah.” Kening Fherlyn berkerut. Lalu mengangguk dengan polos. “Masalah pekerjaan?” Fherlyn menggeleng. “Darren tak banyak mengeluh.” Diam sejenak. “Atau tak bisa mengeluh. Aku memegang rahasianya.” “Kalian saling menyayangi,” gumam Aldric. Meski ia juga menyayangi adik perempuannya, tapi ia yakin kasih sayang itu tak sebanyak yang dimiliki oleh Fherlyn dan Darren. Terlalu banyak sifat-sifat Alsya yang tak berbanding terbalik dengannya, dan sungguh ia merasa bersalah tak bisa mengasihi adiknya seperti yang dilakukan oleh Fherlyn. “Oh, jelas tidak.” Fherlyn menggeleng. “Dia menganggapku sebagai bencana. Dan percayalah, dia selalu menganggap dirinya anak tunggal dan aku sebagai kakak angkat. Aku bahkan sempat memercayai kebohongan itu saat masih SMA. Dan sudah melakukan tes DNA secara diam-diam.” Tawa Aldric pecah. “Wajahmu dan ayahmu seperti sebuah cermin dan bayangannya, meski dalam bentuk yang feminin. Bagaimana kau bisa berpikir sejauh itu?” Fherlyn tersenyum mengingat kenangan itu. “Papa tak pernah mengingatkanku untuk berpikir menggunakan otakku. Bukan perasaan,” gumam Fherlyn mengingat papanya. Baru kemarin dia bertemu dengan papanya, mendadak rasa rindu pada sang papa membuatnya ingin mampir ke rumah hari ini. “Kau terlihat seperti sedang merindukan papamu.” “Ya.” Fherlyn menghela napas panjang dan pelan. Pernikahan membuatnya merasa benar-benar terasa dipisahkan oleh sang papa. Kecewa karena tak mampu memenuhi harapan papanya untuk hidup bahagia di sisi pria yang ia cintai. Ia tahu hati papanya pasti akan terluka. “Kau setiap hari melihatnya.” “Kau benar.” Fherlyn tak sepenuhnya berbohong.   ***   Kebetulan macam apa ini? Arsen mencemooh dalam hati melihat Fherlyn yang tengah duduk di meja dekat jendela bersama Aldric. Melahap makanan sambil sesekali tertawa ketika membincangkan sesuatu yang di matanya tidak terlihat lucu sama sekali. “Ke arah sini, Tuan.” Sekretaris itu menunjuk empat anak tangga yang ada di sebelah kiri. Arsen mengambil berkas yang ada dalam pelukan sekretarisnya. “Kau tetap di sini. Awasi mereka.” Sekretaris itu memalingkan muka mengikuti arah tatapan Arsen dengan bengong kemudian mengangguk dengan patuh.   ***   Fherlyn menjerit kaget ketika membuka bilik dan menemukan Arsen tengah bersandar di wastafel dengan kedua tangan bersilang d**a. Matanya menelusuri penjuru toilet wanita yang senyap. Tidak ada siapa pun di sana. “Apa yang kaulakukan di sini?” Fherlyn berjalan ke wastafel dan mencuci tangannya. “Di toilet wanita.” “Bersenang-senang, huh?” dengus Arsen. Fherlyn tak memedulikan sindiran Arsen. Tapi, ya. Ia memang bersenang-senang. Sedikit melupakan permasalahannya dengan Arsen. “Aku tak suka melihatmu dengan pria lain.” Fherlyn tahu itu bukan jenis rasa cemburu yang dimiliki karena Arsen mencintainya.  Pria itu hanya tak suka miliknya disentuh pria lain. “Mungkin aku satu-satunya istrimu, Arsen. Tapi aku tahu aku bukanlah satu-satunya wanitamu.” Arsen mengerutkan kening tak suka. Matanya menyipit menelusuri emosi di wajah Fherlyn. Kecemburuan melumuri setiap kata-kata wanita itu. “Darimana kau dapat pemikiran semacam itu? Yang mengatakan seolah aku adalah pria berengsek yang mengkhianati ibu dari anakku.” “Aku hanya tahu.” Fherlyn mengangkat bahu sambil mengelap tangannya dengan tisu. “Seperti itulah aku mengingat dirimu selama empat tahun ini.” Arsen mendengus. “Oh, aku lupa. Ingatanmu memang sekeruh itu.” “Apa maksudmu?!” Nada suara Fherlyn naik satu oktaf. “Tuduhanmu hanyalah omong kosong tak berdasar. Karena seingatku, aku belum pernah menjadi pria berengsek yang bermain-main dengan banyak wanita dalam waktu yang bersamaan.” “Ya, aku tahu. Kau tak bisa meniduri sepuluh wanita dalam satu malam. Kau tak mungkin berpindah dari satu hotel ke hotel lainnya, dari satu kamar ke kamar yang lainnya dalam satu malam. Kau memastikan wanitamu terbangun dan melihat wajahmu, kan?” Arsen menyunggingkan seringai di kedua sudut bibirnya. “Seingatku, aku hanya melakukan hal itu untukmu. Dan kupastikan ingatanku jauh lebih tajam darimu. Jadi, ingatan siapa yang akan kaupercayai sekarang?” “Aku tak akan tertipu olehmu lagi.” Kepala Fherlyn mendongak menatap lekat-lekat tanpa takut sedikit pun ke arah wajah Arsen yang jauh lebih tinggi darinya. Menyambar tasnya dan mengangkat kakinya melewati pria itu. Arsen menahan lengan Fherlyn. “Aku belum selesai,” geramnya. Tangan kirinya menyentuh tengkuk Fherlyn untuk memutar tubuh wanita itu ke arahnya. “Apa kau sudah tak sabar bertemu dengan kekasihmu.” “Dia bukan kekasihku.” “Itu lebih baik untukmu.” “Aku tidak sepertimu.” “Meski pernikahan ini membuatku terjebak dengan tubuh ini ...” Punggung telunjuk Arsen menelusuri rahang Fherlyn, turun ke dagu, leher lalu ke pundak dan menyeret kerah kemeja putih Fherlyn hingga menampakkan kulit pundak wanita itu. Satu tangannya yang menahan tengkuk Fherlyn agar tetap memusatkan perhatian padanya, menekan lebih dalam. Mendekatkan wajah mereka berdua hingga hanya berjarak beberapa senti. Kemudian Arsen melanjutkan bisikannya. “... seumur hidupku. Aku bisa menahan semua kebosananku. Demi sosok ayah yang baik di mata Adara.” “Dan aku adalah pria yang selalu menepati janji,” lanjut Arsen lagi. Fherlyn menahan air matanya tetap tak terlihat. Dirinya hanyalah tubuh yang digunakan untuk memuaskan gairah pria itu. Fherlyn sangat memahami hal menyakitkan itu. “Akan tetapi, bagaimana dengan dirimu? Apa kau sanggup berjanji untuk menyerahkan tubuhmu hanya untukku, Fherlyn? Apa kau sanggup berjanji tak akan membiarkan pria lain menyentuh tubuhmu?” “Aku tidak serendah itu,” desis Fherlyn. “Baguslah. Aku tak suka milikku dilirik apalagi disentuh oleh pria lain. Kau tahu aku benci barang yang murah dan kotor, kan?” Tersinggung, Fherlyn mendorong d**a Arsen. “Semakin kau tersinggung, hanya membuktikan bahwa kau menganggap dirimu mu ...” Plaakkk ... Fherlyn menahan rasa panas yang menebar di seluruh telapak tangannya. Rahang Arsen sangat keras dan ia yakin tulang-tulang telapak dan jari tangannya remuk. Arsen bergerak meski sedikit. Tamparan Fherlyn tak cukup menyakiti tubuhnya, tapi jelas kelancangan wanita itu mengoyak harga dirinya sebagai seorang lelaki. “Kau menamparku?” “Sakit itu tak akan sepadan dengan apa yang kurasakan, Arsen. “Kau melewati batasanmu sangat jauh, Fherlyn. Jangan salahkan aku jika kali ini aku tak bisa menahan diri untuk melukaimu.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN