Part 30

1328 Kata
Samar-samar suara ribut di depan ruangannya, membuyarkan konsentrasi Fherlyn dari berkas di depannya. Lalu bentakan yang keras dan pintu ruangannya didorong dari luar dengan bantingan yang lebih keras menyusul. Sekretaris Darren yang ia pinjam untuk membantunya mengurus beberapa pertemuan siangnya, masih berusaha menghentikan sosok tinggi besar yang menerobos masuk dengan tubuh mungil. Membuat Fherlyn merasa kasihan dengan usaha sia-sia tersebut. “Benar-benar merepotkan.” Arsen muncul dengan rahang mengeras dan mata memerah terbakar amarah di ambang pintu ruangannya. “Apa kau puas sekarang? Membuatku harus datang kemari dan membujukmu. Jangan bertingka, Fherlyn. Kau mulai membuatku marah.” Fherlyn berdiri, mengangkat tangan pada sekretaris Darren untuk meninggalkan mereka berdua. Mengusir Arsen jelas sebuah ketidakmungkinan meski ia mendapatkan bantuan dari keamanan. Arsen berdiri menjulang di depan meja Fherlyn. Dengan rahang terkatup dan bibir menipis, ia berdesis tajam, “Kau benar-benar wanita paling licik yang pernah kutemui, Fherlyn.” “Jika kau datang kemari hanya untuk membuat keributan, sebaiknya kau keluar, Arsen. Aku tak punya waktu untuk mengurusimu.” Arsen membelalak tak percaya. Kemarahannya semakin mendidih dan naik ke ubun-ubun. “Apa kaubilang?” “Kau datang, marah-marah tanpa alasan dan mengatakan membujukku. Membujukku untuk apa? Lalu, apa ini yang kaubilang membujuk? Jangan membuatku geli.” “Berpura-pura polos yang sebenarnya bodoh, huh? Kaupikir aku tak tahu apa yang kauinginkan dengan merajuk seperti ini?” “Aku juga tahu aku tak akan mendapatkannya darimu!” tandas Fherlyn dengan suara lebih tinggi. d**a Fherlyn naik turun karena begitu emosional saat meluapkan isi hatinya tersebut. Sedikit melegakan hatinya untuk membalas kata-kata kasar Arsen beberapa saat lalu. Arsen menggeram. Memukulkan kepalan tangan kanannya di meja dan membuat Fherlyn tersentak mundur karena kaget. Beberapa benda yang ada di meja jatuh ke lantai. Keduanya terdiam, saling menatap penuh ketajaman dengan ketegangan meliputi udara di sekitar mereka. “Aku bukan bonekamu, Arsen. Yang harus kauperintah untuk patuh pada setiap ancamanmu.” Fherlyn memberanikan diri mengucapkan semua unek-unek dalam hatinya. Ia tak peduli jika Arsen akan memperlakukannya dengan lebih kejam dalam pernikahan mereka. Ia tak peduli jika Arsen akan membuatnya lebih menderita dari sekarang. “Ada apa ini?” Darren berjalan masuk melewati pintu ruangan Fherly terjemblak lebar.   Arsen mengepalkan kedua tangannya dan berbalik. Tatapannya yang dingin bertabrakan dengan manik Darren yang tak kalah tajamnya. Membaca isyarat ‘enyah kau dari hadapanku!’ dalam wajah Darren. Darren mendengus dalam hati ketika Arsen berjalan melewatinya. Membaca dengan baik pengusiran kasar yang ia pasang di wajahnya. Meski Arsen lebih tua dan yang sialannya sudah menjadi kakak iparnya, ia tak butuh bersikap sopan pada pria yang jelas-jelas membuat kakaknya tersakiti. “Kauingin aku memberitahu papa?” Darren bertanya setelah merasa keadaan Fherlyn sedikit tenang begitu Arsen berjalan pergi meninggalkan mereka. Fherlyn duduk dan menghela napas sambil memejamkan mata begitu Arsen menghilang dari balik pintu. “Ini urusan rumah tanggaku, Darren. Kau tak perlu ikut campur, apalagi papa.” “Ck,” decak Darren dengan sinis. “Aku bukan ikut campur. Aku hanya mencegahnya menidurimu di ruangan terbuka ini,” belanya. “Meniduriku?” ulang Fherlyn tak percaya. “Apa pertengkaran kami terlihat seperti memadu kasih di matamu?” “Itu terlihat jelas di wajahnya, hanya kami para pria yang bisa membaca pikiran pria lainnya. Dia marah karena kau menantangnya. Entah apa yang kaukatakan, tapi jelas kata-katamu cukup mengena di hatinya. Dan kau tahu, saat pria marah, satu-satunya hal yang dilakukan untuk menaklukkan wanitanya adalah dengan seks.” Fherlyn menunjuk Darren. “Itu kau.” Darren mendesah frustrasi dan menyerah. “Kau memang tak pernah memercayai kata-kataku, ya.” “Ya, aku punya alasanku,” balas Fherlyn. Walaupun ia tetap berterimakasih Darren datang tepat pada waktunya untuk melerai perdebatannya dengan Arsen yang semakin memanas tadi.   ***   Fherlyn sampai di rumah tepat pukul sembilan malam. Suasana rumah sangat sunyi dan beberapa lampu sudah dimatikan. Tak ada satu pun pelayan yang berkeliaran. Berpikir dua kali untuk masuk ke kamar Arsen, Fherlyn pun membuka pintu kamar Adara. Putri kecilnya itu sudah terlelap. Semua kepenatan yang melanda hati dan pikirannya terlepas begitu saja. Dengan sangat hati-hati, ia mengecup kening dan pipi Adara. Sentuhannya membuat Adara menggeliat lalu kembali terlelap. Berlama-lama di kamar Adara, Fherlyn tak mungkin bermalam di kamar anaknya yang hanya ada boks bayi dan dua kursi. Mau tak mau ia harus masuk ke kamar Arsen. Ia butuh membersihkan diri dari keringat yang menumpuk di seluruh tubuhnya. Arsen seakan membaca rencananya untuk menghindari pria itu setibanya di rumah, semua pintu kamar tamu terkunci. Yang secara tidak langsung memaksanya untuk masuk ke kamar pria itu. Tak ada satu pun lampu yang menyala. Apakah Arsen belum pulang? Kesenyapan yang entah kenapa terasa membuat bulu kuduk Fherlyn bergidik ngeri, ia tak bisa membohongi reaksi tubuhnya terhadap kehadiran Arsen. Pria itu pasti ada di kamar ini. Fherlyn membuka lebih lebar pintu kamar mereka dengan hati-hati. Melepas sepatunya sebelum telapak kakinya menyentuh lantai kamar dan melangkah sepelan mungkin agar tak membuat suara sekecil apa pun. “Kau sungguh pencari perhatian, istriku.” Benar saja. Suara dingin yang menembus kegelapan membuat Fherlyn terperanjat kaget. Sepatu di tangannya terjatuh dan tangan lainnya meraba di dinding untuk menyalakan lampu. Dengan dua kancing teratas kemeja yang sudah terbuka dan lengan tergulung, Arsen duduk di tengah sofa panjang. Kepala pria itu yang jatuh terlunglai di punggung sofa menghadap ke atap kamar. Tangan kanan memegang gelas anggur yang sudah kosong dan satu tangan lainnya menggusur helaian rambut di kepala dan membuatnya semakin berantakan. Tatapan Fherlyn beralih ke arah meja, melihat botol anggur yang hampir kosong, tampaknya Arsen sudah mulai tak sadarkan diri melihat banyaknya anggur yang pria itu minum. “Kau mabuk?” Fherlyn menghampiri Arsen sambil meletakkan tasnya di sofa. Arsen terkekeh. Kepalanya bergerak ke samping dan matanya terbuka dengan perlahan. Hanya butuh satu gerakan secepat kilat, ia berhasil menangkap pergelangan tangan Fherlyn dan membawa wanita itu dalam pangkuannya. Fherlyn terkesiap kaget dan sebelum sempat menyadari apa yang terjadi, tubuhnya sudah terkurung oleh kedua lengan Arsen. Berusaha melompat dari pangkuan pria itu, Arsen malah membaringkannya di sofa dan menindih tubuhnya. Kedua kaki dan tangan Arsen menahan tubuhnya agar tak bisa bergerak lebih banyak untuk melawan. “Kau menang, Fherlyn.” Tawa sinis Arsen mencemooh. Fherlyn berhenti meronta. “Me ... nang? Aap ... apa maksudmu, Arsen?” “Aku tak tahu lagi apa yang harus kulakukan demi memuaskan keserakahanmu, kuakui kali ini kau berhasil memerdayaiku. Kau berhasil mendapatkan diriku. Seutuhnya.” Fherlyn terdiam. Mencerna racauan kata-kata Arsen lebih dalam. Menang? Berhasil mendapatkan Arsen dengan seutuhnya? Apa pria itu bermaksud mengatakan telah membalas cintanya? “Jika kau tak menjaga kesetiaanmu, jika kau mengkhianatiku, kupastikan kau akan mendapatkan ganjaran yang setimpal. Kupastikan kau akan menderita.” “Kau mabuk.” Fherlyn tak akan tertipu lagi. Terlalu banyak tertawa dan pernyataan Arsen yang seolah mengungkapkan isi hati pria itu hanyalah kata-kata yang keluar tanpa kesadaran diri. Arsen jelas tak tahu apa yang dikatakan. Atau, itu hanyalah trik yang digunakan agar dirinya tunduk lagi pada pria itu? ‘Jika seks tak berjalan dengan mulus, tentu pria akan memberimu apa pun yang kauinginkan meski harus berbohong.’ Fherlyn teringat kata-kata Darren. ‘Cinta tak pernah semudah itu diberikan, Fherlyn. Jangan terlalu naif. Pria seperti Arsen tak akan bertanggung jawab untuk semua resiko sakit hatimu.’ Fherlyn terdiam. ‘Aku tahu apa yang dia pikirkan karena kami memiliki kesamaan. Kami tak ingin merasa terbebani untuk membalas cinta sentimentil seseorang. Mungkin kau adalah ibu dari anaknya dan istri yang sudah dia nikahi. Tapi bukan berarti kau adalah wanita yang dia cintai.’ ‘Kami benar-benar membenci wanita yang tamak.’ Fherlyn mengerjap dengan cepat. Meskipun kata-kata Darren terdengar menyakitkan, Fherlyn tak bisa menolak kebenaran dalam ucapan adiknya tersebut. Darren dan Arsen adalah tipe pria yang menganggap wanita hanya sebagai teman tidur. Sebagai sebuah keindahan yang patut dicicipi. Dan sialnya, mereka sangat menikmati menjadi satu-satunya pria bagi banyak wanita. Kekehan Arsen memecah lamunan Fherlyn. Tubuh Arsen yang menindih tubuhnya semakin memberat. Perlahan Arsen mulai kehilangan kesadaranan, tapi racauan pria itu masih berlanjut. “Ya, aku tak mungkin mengatakan itu semua dalam keaadaan sadar.” Berhenti, Arsen tertawa sinis. “Tapi aku cukup sadar untuk tahu apa yang kukatakan. Dan aku serius dengan ancamanku.” Fherlyn memutar wajahnya ke samping saat kepala Arsen jatuh ke arahnya dan tenggelam di cekungan lehernya. “Kau benar-benar tamak, Fherlyn.” Gumaman lirih Arsen teredam di antara helaian rambut Fherlyn. Detik berikutnya, kesadaran Arsen sepenuhnya lenyap. Tanpa tahu bahwa ia telah menghancurkan hati Fherlyn. Untuk kesekian kalinya.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN